Sunday, January 10, 2010

Dari Buku: “Tokoh-tokoh Yang Berpengaruh Abad 20″, Herry Mohammad, dkk, GIP 2006

(Biografi Syekh Abdul Aziz Al-Badri)

Menyampaikan kebenaran kepada para penguasa yang dzalim. Berdakwah lewat tulisan, lisan, dan perbuatan.

SYEKH Abdul Aziz Al Badri (Lahir di kota Samira’, Irak, tahun 1929), terlahir dari lingkungan Islami yang berjuang untuk dakwah. Masa kecilnya diisi dengan tarbiyah Islamiyah yang intensif. Sejumlah ulama besar di Baghdad, seperti Syekh Amjad Az-Zahawi, Syekh Muhammad Fuad Al-Alusi, Syekh Abdul Qadir Al-Khatib pernah menjadi gurunya.

Abdul Aziz dikenal sebagai seorang ulama yang kritis terhadap para penguasa. Sebagai kritisi atas perilaku para penguasa, sudah menjadi ciri khas ulama yang satu ini. Seakan hendak mengikuti jejak Hamzah–paman Nabi saw–sebagai penghulu para syuhada, Syekh Abdul Aziz Al-Badri adalah ulama pemberani yang berdiri di hadapan penguasa, mengatakan yang haq, menasehati para pemimpin negeri agar taat terhadap hukum-hukum Allah SWT. Karena itu pula ia menjemput syahid.

Jalan dakwah adalah pilihan yang telah dimantapkan oleh Syekh Abdul Aziz Al Badri. Jalan dakwah tersebut dijalaninya dengan penuh semangat, keberanian dan teladan yang baik, sebagaimana para salafus saleh terdahulu. Kesibukan sehari-harinya selalu diwarnai dengan dakwah, memberikan nasihat, pengarahan dan khotbah, di masjid-masjid di Baghdad, dan lain-lain. Kepiawaiannya dalam berdakwah tak diragukan lagi. Ia adalah seorang orator ulung, berani dalam menyatakan yang haq, penuh semangat ketika mendakwahkan Islam dan selalu siap beradu argumentasi terhadap ide-ide destruktif di luar Islam. Abdul Aziz selalu siap menantang mereka di mana dan kapan saja, mematahkan argumentasi, menyingkap kebobrokan dan kepalsuan ide-ide serta strategi-strategi mereka, hingga mereka berpaling darinya.

Dalam buku Hukmul Islam fil Isytirakiyah, Abdul Aziz menentang habis-habisan pendapat yang menyatakan adanya sosialisme dalam Islam. Dalam kata pengantar buku tersebut yang ditulis oleh Syekh Amjad Az-Zahawi, ditulis, “Ketika tersebar pendapat ada bentuk sosialisme tertentu dalam Islam, Syekh Abdul Aziz Al-Badri segera mengkaunter perkataan tersebut, dengan menjelaskan tidak ada sosialisme dalam Islam. Sosialisme justru bertentangan dengan hukum-hukum Islam yang mulia dan kaedah-kaedah Islam menolaknya. Dalam mengkaunter ide-ide menyimpang tersebut, Abdul Aziz Al Badri selalu menggunakan bahasa yang gamblang dan didukung oleh dalil-dalil qath’i sehingga tidak ada ruang untuk ragu-ragu, karena sesuai dengan nash-nash syariat yang qath’i.

Pemikiran Syekh Abdul Aziz Al Badri banyak dipengaruhi oleh pemikiran Syekh Taqiyuddin An Nabhany(pendiri Hizbut Tahrir) , terutama mengenai ide-ide kebangkitan umat, perbandingan ideologi dan fiqh daulah. Untuk menyerbarkan ide-idenya itulah ia menulis buku, di antaranya adalah:

Al-Islam bainal Ulama wal Hukkam

Hukmul Islam fil Isytirakiyah

Al-Islam alal Isytirakiyah war Ra’sumaliyah

Al-Islam Dhaminul Hajat Al-Asasiyah li Kulli Fard

Kitabullah Al-Khalid Al-Qur`anul Karim

Dalam bukunya Al-Islam bainal Ulama’ wal Hukkam, Syekh Abdl Aziz Al Badri menjelaskan perjalanan hidup ulama salaf, ulama aktivis, dan fuqaha mujahidin, yang menghadapi kedzaliman dan orang-orang dzalim, dalam memperjuangkan izzul Islam wal muslimin. Buku tersebut mengisahkan teladan-teladan dakwah yang rela berjuang dan berani menghadapi penguasa dzalim demi terucapnya kalimat haq. Disebutlah Said bin Al Musayyib, Said bin Jubir, Ja’far Ash-Shadiq, Abu Hanifah, Malik bin Anas, Ibnu Hanbal, Syafi’i, Al-Bukhari, Izz bin Abdus Salam, dan Ibnu Taimiyah.

Selain itu, buku tersebut juga menceritakan tentang jihadnya para ulama, seperti Abdullah bin Al-Mubarak, Ibnu Taimiyah, Asad bin Furat, dan lain-lain. Ia juga membahas sikap ulama khalaf, seperti Ahmad As-Sirhindi, Ahmad bin Irfan Al-Hindi, Izzuddin Al-Qassam, Abdul Qadir Al-Jazairi, Muhammad Al-Mahdi, Ahmad As-Sanusi, Umar Al-Mukhtar, ulama aktivis, dan pejuang yang tulus lainnya.

Ustadz Abdullah Al-Husaini dalam kata pengantar buku Syekh Abdul Aziz Al-Badri berjudul Al-Islam bainal Ulama wal Hukkam pada cetakan kedua yang diterbitkan oleh Darul Qalam Kuwait tahun 1986 menulis, “Pada perang 1967, Yahudi menyerbu Al-Quds, Tepi Barat, Dataran Tinggi Golan, dan Sinai, selama enam hari atau bahkan enam jam. Syekh Al-Badri kelihatan marah sekali. Beliau mengirim telegram kepada pemimpin negara-negara Islam, membebankan pada mereka tanggung jawab terhadap Al-Quds, dan menuduh orang-orang yang menyetujui gencatan senjata sebagai penghianat. Ia juga membentuk delegasi nasional Islam yang berkeliling ke dunia Islam, untuk mendorong kekuatan dan massa Islam bangkit memikul tanggung jawab terhadap krisis ini dan menegaskan Islam bukan sebab kekalahan, karena di perang sama sekali tidak ada nama Islam. Delegasi ini mengunjungi India, Pakistan, Indonesia, Malaysia, Iran, dan Afghanistan.

Setelah delegasi tersebut kembali ke Baghdad, Syekh Abdul Aziz Al-Badri menyelenggarakan konferensi pers untuk menjelaskan apa yang ia saksikan di dunia Islam, yaitu potensi yang tidak tergarap, padahal seharusnya dapat didayagunakan untuk membantu kasus Palestina. Ia tidak setuju krisis ini dikatakan krisis lokal dunia Arab saja, bukan krisis umum dunia Islam yang luas. Ia khawatir penyempitan area krisis ini terus berlanjut, sebab itu berarti kelak krisis Palestina menjadi persoalan internal bangsa Palestina saja.”

Keberanian Al-Badri dalam menyampaikan kebenaran tidak pilih-pilih. Dalam setiap kesempatan, baik itu khutbah ataupun ceramah-ceramah ke-Islaman, Syekh Abdul Aziz Al-Badri selalu menyampaikan kalimat haq walaupun dihadapan penguasa. Abdul Karim Qasim, penguasa Baghdad pada saat itu, memerintah dengan ‘tangan besi’. Dia menobatkan dirinya sebagai “Penguasa Tunggal”. Tindakan ini langsung dikomentari oleh Al-Badri dengan menjuluki Abdul Karim Qasim sebagai ‘Orang kaku, kasar, dan terkenal kejahatannya’.”

Koreksi Syekh Abdul Aziz Al-Badri terhadap pemerintah mencapai puncaknya ketika Abdul Karim Qasim menetapkan hukuman mati kepada sebagian komandan pasukan yang ikhlas, seperti Nazhim Ath-Thabqajali, Rafa’at Haji Siri, dan lain-lain. Syekh Abdul Aziz Al-Badri pun menggerakkan massa dan memimpin demonstrasi besar yang jumlahnya diperkirakan mencapai empat puluh ribu demonstran. Semuanya menuntut lengsernya Abdul Karim Qasim. Syekh Abdul Aziz Al-Badri juga mengeluarkan fatwa memvonis kafir orang-orang komunis yang menjadi pembela dan pendukung Abdul Karim Qasim. Abdul Aziz Al-Badri menuntut memerangi dan menggagalkan rekayasa jahat mereka.

Atas tindakan tersebut, Abdul Karim Qasim akhirnya menetapkan status tahanan rumah kepada Syekh Abdul Aziz Al Badri selama setahun penuh dari 2 Desember 1959 sampai 7 Agustus 1960. Namun, perjuangan Al Badri tidak terhenti hanya karena tahanan rumah tersebut. Ketika hukuman ini dicabut, Abdul Aziz Al Badri tidak menghentikan khotbah-khotbahnya, memobilisasi massa untuk melawan Abdul Karim Qasim dan antek-anteknya. Atas tindakannya tersebut, kembali ia dijatuhi hukuman untuk kedua kalinya, dengan menetapkan status tahanan rumah.

Catatan :

Beliau wafat karena kekejaman rezim Saddam Hussain , mengenai kekejaman saddam ini, Dr. Abbas Bakhtiar menulis : Diantara ratusan eksekusi dan pembunuhan , Saddam juga bertanggungjawab terhadap pembunuhan tokoh-tokoh agama dari Sunni seperti Sekh Abdul Aziz Al Badri , Al Shaikh Nadhum Al Asi, Al Sekh Al Shahrazori, Al Shekh Umar Shaqlawa, Al Shekh Rami Al Kirkukly, Al Shekh Mohamad Shafeeq Al Badri, Abdul Ghani Shindaladll ”( September 30, 2009 — titok priastomo)