tag:blogger.com,1999:blog-65366693553443312172024-03-07T22:16:38.765-08:00AhmadNasrullahKHILAFAH YANG KU TUNGGU..........AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.comBlogger31125tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-4990294837245315312010-01-10T22:41:00.000-08:002010-01-10T22:42:48.536-08:00Dari Buku: “Tokoh-tokoh Yang Berpengaruh Abad 20″, Herry Mohammad, dkk, GIP 2006(Biografi Syekh Abdul Aziz Al-Badri) <br /><br />Menyampaikan kebenaran kepada para penguasa yang dzalim. Berdakwah lewat tulisan, lisan, dan perbuatan. <br /><br />SYEKH Abdul Aziz Al Badri (Lahir di kota Samira’, Irak, tahun 1929), terlahir dari lingkungan Islami yang berjuang untuk dakwah. Masa kecilnya diisi dengan tarbiyah Islamiyah yang intensif. Sejumlah ulama besar di Baghdad, seperti Syekh Amjad Az-Zahawi, Syekh Muhammad Fuad Al-Alusi, Syekh Abdul Qadir Al-Khatib pernah menjadi gurunya. <br /><br />Abdul Aziz dikenal sebagai seorang ulama yang kritis terhadap para penguasa. Sebagai kritisi atas perilaku para penguasa, sudah menjadi ciri khas ulama yang satu ini. Seakan hendak mengikuti jejak Hamzah–paman Nabi saw–sebagai penghulu para syuhada, Syekh Abdul Aziz Al-Badri adalah ulama pemberani yang berdiri di hadapan penguasa, mengatakan yang haq, menasehati para pemimpin negeri agar taat terhadap hukum-hukum Allah SWT. Karena itu pula ia menjemput syahid. <br /><br />Jalan dakwah adalah pilihan yang telah dimantapkan oleh Syekh Abdul Aziz Al Badri. Jalan dakwah tersebut dijalaninya dengan penuh semangat, keberanian dan teladan yang baik, sebagaimana para salafus saleh terdahulu. Kesibukan sehari-harinya selalu diwarnai dengan dakwah, memberikan nasihat, pengarahan dan khotbah, di masjid-masjid di Baghdad, dan lain-lain. Kepiawaiannya dalam berdakwah tak diragukan lagi. Ia adalah seorang orator ulung, berani dalam menyatakan yang haq, penuh semangat ketika mendakwahkan Islam dan selalu siap beradu argumentasi terhadap ide-ide destruktif di luar Islam. Abdul Aziz selalu siap menantang mereka di mana dan kapan saja, mematahkan argumentasi, menyingkap kebobrokan dan kepalsuan ide-ide serta strategi-strategi mereka, hingga mereka berpaling darinya. <br /><br />Dalam buku Hukmul Islam fil Isytirakiyah, Abdul Aziz menentang habis-habisan pendapat yang menyatakan adanya sosialisme dalam Islam. Dalam kata pengantar buku tersebut yang ditulis oleh Syekh Amjad Az-Zahawi, ditulis, “Ketika tersebar pendapat ada bentuk sosialisme tertentu dalam Islam, Syekh Abdul Aziz Al-Badri segera mengkaunter perkataan tersebut, dengan menjelaskan tidak ada sosialisme dalam Islam. Sosialisme justru bertentangan dengan hukum-hukum Islam yang mulia dan kaedah-kaedah Islam menolaknya. Dalam mengkaunter ide-ide menyimpang tersebut, Abdul Aziz Al Badri selalu menggunakan bahasa yang gamblang dan didukung oleh dalil-dalil qath’i sehingga tidak ada ruang untuk ragu-ragu, karena sesuai dengan nash-nash syariat yang qath’i. <br /><br />Pemikiran Syekh Abdul Aziz Al Badri banyak dipengaruhi oleh pemikiran Syekh Taqiyuddin An Nabhany(pendiri Hizbut Tahrir) , terutama mengenai ide-ide kebangkitan umat, perbandingan ideologi dan fiqh daulah. Untuk menyerbarkan ide-idenya itulah ia menulis buku, di antaranya adalah: <br /><br />Al-Islam bainal Ulama wal Hukkam<br /><br />Hukmul Islam fil Isytirakiyah<br /><br />Al-Islam alal Isytirakiyah war Ra’sumaliyah<br /><br />Al-Islam Dhaminul Hajat Al-Asasiyah li Kulli Fard<br /><br />Kitabullah Al-Khalid Al-Qur`anul Karim <br /><br />Dalam bukunya Al-Islam bainal Ulama’ wal Hukkam, Syekh Abdl Aziz Al Badri menjelaskan perjalanan hidup ulama salaf, ulama aktivis, dan fuqaha mujahidin, yang menghadapi kedzaliman dan orang-orang dzalim, dalam memperjuangkan izzul Islam wal muslimin. Buku tersebut mengisahkan teladan-teladan dakwah yang rela berjuang dan berani menghadapi penguasa dzalim demi terucapnya kalimat haq. Disebutlah Said bin Al Musayyib, Said bin Jubir, Ja’far Ash-Shadiq, Abu Hanifah, Malik bin Anas, Ibnu Hanbal, Syafi’i, Al-Bukhari, Izz bin Abdus Salam, dan Ibnu Taimiyah. <br /><br />Selain itu, buku tersebut juga menceritakan tentang jihadnya para ulama, seperti Abdullah bin Al-Mubarak, Ibnu Taimiyah, Asad bin Furat, dan lain-lain. Ia juga membahas sikap ulama khalaf, seperti Ahmad As-Sirhindi, Ahmad bin Irfan Al-Hindi, Izzuddin Al-Qassam, Abdul Qadir Al-Jazairi, Muhammad Al-Mahdi, Ahmad As-Sanusi, Umar Al-Mukhtar, ulama aktivis, dan pejuang yang tulus lainnya. <br /><br />Ustadz Abdullah Al-Husaini dalam kata pengantar buku Syekh Abdul Aziz Al-Badri berjudul Al-Islam bainal Ulama wal Hukkam pada cetakan kedua yang diterbitkan oleh Darul Qalam Kuwait tahun 1986 menulis, “Pada perang 1967, Yahudi menyerbu Al-Quds, Tepi Barat, Dataran Tinggi Golan, dan Sinai, selama enam hari atau bahkan enam jam. Syekh Al-Badri kelihatan marah sekali. Beliau mengirim telegram kepada pemimpin negara-negara Islam, membebankan pada mereka tanggung jawab terhadap Al-Quds, dan menuduh orang-orang yang menyetujui gencatan senjata sebagai penghianat. Ia juga membentuk delegasi nasional Islam yang berkeliling ke dunia Islam, untuk mendorong kekuatan dan massa Islam bangkit memikul tanggung jawab terhadap krisis ini dan menegaskan Islam bukan sebab kekalahan, karena di perang sama sekali tidak ada nama Islam. Delegasi ini mengunjungi India, Pakistan, Indonesia, Malaysia, Iran, dan Afghanistan.<br /><br />Setelah delegasi tersebut kembali ke Baghdad, Syekh Abdul Aziz Al-Badri menyelenggarakan konferensi pers untuk menjelaskan apa yang ia saksikan di dunia Islam, yaitu potensi yang tidak tergarap, padahal seharusnya dapat didayagunakan untuk membantu kasus Palestina. Ia tidak setuju krisis ini dikatakan krisis lokal dunia Arab saja, bukan krisis umum dunia Islam yang luas. Ia khawatir penyempitan area krisis ini terus berlanjut, sebab itu berarti kelak krisis Palestina menjadi persoalan internal bangsa Palestina saja.” <br /><br />Keberanian Al-Badri dalam menyampaikan kebenaran tidak pilih-pilih. Dalam setiap kesempatan, baik itu khutbah ataupun ceramah-ceramah ke-Islaman, Syekh Abdul Aziz Al-Badri selalu menyampaikan kalimat haq walaupun dihadapan penguasa. Abdul Karim Qasim, penguasa Baghdad pada saat itu, memerintah dengan ‘tangan besi’. Dia menobatkan dirinya sebagai “Penguasa Tunggal”. Tindakan ini langsung dikomentari oleh Al-Badri dengan menjuluki Abdul Karim Qasim sebagai ‘Orang kaku, kasar, dan terkenal kejahatannya’.” <br /><br />Koreksi Syekh Abdul Aziz Al-Badri terhadap pemerintah mencapai puncaknya ketika Abdul Karim Qasim menetapkan hukuman mati kepada sebagian komandan pasukan yang ikhlas, seperti Nazhim Ath-Thabqajali, Rafa’at Haji Siri, dan lain-lain. Syekh Abdul Aziz Al-Badri pun menggerakkan massa dan memimpin demonstrasi besar yang jumlahnya diperkirakan mencapai empat puluh ribu demonstran. Semuanya menuntut lengsernya Abdul Karim Qasim. Syekh Abdul Aziz Al-Badri juga mengeluarkan fatwa memvonis kafir orang-orang komunis yang menjadi pembela dan pendukung Abdul Karim Qasim. Abdul Aziz Al-Badri menuntut memerangi dan menggagalkan rekayasa jahat mereka. <br /><br />Atas tindakan tersebut, Abdul Karim Qasim akhirnya menetapkan status tahanan rumah kepada Syekh Abdul Aziz Al Badri selama setahun penuh dari 2 Desember 1959 sampai 7 Agustus 1960. Namun, perjuangan Al Badri tidak terhenti hanya karena tahanan rumah tersebut. Ketika hukuman ini dicabut, Abdul Aziz Al Badri tidak menghentikan khotbah-khotbahnya, memobilisasi massa untuk melawan Abdul Karim Qasim dan antek-anteknya. Atas tindakannya tersebut, kembali ia dijatuhi hukuman untuk kedua kalinya, dengan menetapkan status tahanan rumah.<br /><br />Catatan : <br /><br />Beliau wafat karena kekejaman rezim Saddam Hussain , mengenai kekejaman saddam ini, Dr. Abbas Bakhtiar menulis : Diantara ratusan eksekusi dan pembunuhan , Saddam juga bertanggungjawab terhadap pembunuhan tokoh-tokoh agama dari Sunni seperti Sekh Abdul Aziz Al Badri , Al Shaikh Nadhum Al Asi, Al Sekh Al Shahrazori, Al Shekh Umar Shaqlawa, Al Shekh Rami Al Kirkukly, Al Shekh Mohamad Shafeeq Al Badri, Abdul Ghani Shindaladll ”( September 30, 2009 — titok priastomo)AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-70131543059922905692009-11-15T19:12:00.000-08:002009-11-15T19:13:35.909-08:00Amat Hina Mereka Yang Menyamakan Islam Dengan DemokrasiBetapa rosak dan hinanya cara berfikir para pemimpin umat Islam hari ini yang menyatakan Islam seiring dengan demokrasi. Inilah hasil dari pemikiran sekular yang tertancap kukuh di benak pemikiran para pemimpin ini. Sungguh malang bagi umat Islam hari ini apabila para pemimpin mereka tidak dapat membezakan antara hak dengan yang batil, tidak dapat memisahkan cahaya dan kegelapan dan yang paling hina, tidak dapat memilih dengan betul antara Islam dan kekufuran. Nampaknya musuh-musuh Islam telah berjaya menjadikan para pemimpin sekular ini jurubicara mereka ditengah-tengah kehidupan umat Islam hari ini. Mereka ini tidak lain merupakan produk Barat yang berjaya dicetak pemikirannya agar selari dan seiring dengan kehendak Barat. <br /><br />Wahai para pemimpin sekular umat Islam! Apakah kamu sedar apa yang telah kamu perkatakan? Kamu begitu berani menyamakan Islam dengan sistem kufur demokrasi. Apakah kamu sedar bahawa tidak ada Deen yang lebih tinggi dari selain Islam. Sabda Rasulullah SAW: “Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripadanya”. Hanya Islamlah satu-satunya ad-Deen/cara hidup yang diterima oleh Allah SWT. <br /><br /> "Sesungguhnya agama (yang benar dan diredai) di sisi Allah ialah Islam". [TMQ A-li ‘Imraan (3) :19]. <br /><br />"Dan sesiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka tidak akan diterima daripadanya, dan dia pada hari akhirat kelak dari orang-orang yang rugi". [TMQ A-li ‘Imraan (3) : 85]. <br /><br />Dalil-dalil al-Quran dan hadith di atas begitu jelas! Lantas kenapakah kamu begitu berani menyamakan Islam dengan demokrasi? <br /><br />Wahai para pemimpin sekular umat Islam! Islam adalah Deen yang datangnya dari Allah SWT sementara demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diciptakan oleh manusia! Mana mungkin Islam seiring dengan demokrasi! <br /><br />Wahai para pemimpin sekular! Tidakkan kamu sedar bahawa Rasulullah SAW diutus dengan ad-Deen yang haq berserta al-Quran mulia untuk diizharkan mengatasi agama / sistem kehidupan yang lain? <br /><br />“Dialah yang telah mengutus RasulNya (Muhammad) dengan membawa petunjuk dan agama yang benar (agama Islam), untuk dimenangkan dan ditinggikannya atas segala agama yang lain, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya”. [TMQ At-Taubah (9) : 33]. <br /><br />Janganlah kamu menambahkan lagi kehinaan ke atas kamu dengan terus mengekalkan dan mempertahankan sistem kufur Barat, malah menyamakannya dengan Islam!!<br /><br />Dari Mykhilafah.comAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-39703190593300324232009-11-13T02:16:00.000-08:002009-11-13T02:46:44.182-08:00Husnul dzhanPertemuan diantara wanita dan lelaki sehingga terbitnya perasaan sayang dan cinta merupakan lumrah yang dianugerahkan oleh Allah S.W.T.Ia bukanlah sesuatu yang menghairankan.Perasaan yang ingin memiliki dan dimiliki.Semua manusia yang normal pasti akan rasa seperti itu .Adakah pelik kalau kita ni telah di miliki oleh seseorang insan, yang dari segi pandangan orang lain, kita ini tidak patut di miliki jikalau ada faktor lain.Contohnya kalau setakat muka macam ini, gelap atau hitam, badan gempal atau gemuk. Ini tidak lain, mesti ada sebab lain seperti berharta, ada kereta besar, rumah besar.Memang tidak di nafikan ada juga yang seperti itu.Tetapi adakah sebab atau faktor itu semata-mata kita telah memegangnya sebagai dhalil yang qatie' sehingga kita menghukum semua orang seperti itu.Adalah malang jika sifat kita ini suka memandang serong pada orang lain dengan pandangan yang negatif seperti itu. Memang hati kita kadang-kadang terasa pedih di sebabkan pandangan orang lain, tapi kita cuba redha, seperti yang terkandung dalam firman Allah S.W.T. <br /><br />" Dan alangkah baiknya jika mereka redha dengan apa yang Allah dan Rasulnya berikan kepada mereka sambil mereka berkata : ' Cukuplah Allah bagi kami , Ia dan Rasulnya akan berikan pada kami kurnianya ,Sesungguhnya pada Allah kami menuju ".<br />( Surah At Taubah : Ayat 59 ) <br /><br />Bersyukur dengan apa yang dikurniakan oleh Allah pada penulis, dari segi wajah dan fizikal.walaupun orang lain fikir kita memang tidak layak di miliki orang itu, tetapi disebabkan ada kereta patut la dia dimilik.Biar la pandangannya dengan pandangannya terhadap kita. Tapi kita masih ada Allah, hanya pandangan Allah yang patut kita beratkan dari pandangan orang biasa seperti itu. <br /><br />luahan AhmadNasrullahAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-2492369734750066732009-11-13T02:13:00.000-08:002009-11-13T02:15:43.912-08:00Isu Bai'atMutakhir ini, perkembangan dakwah Islam semakin menonjol dengan drastik. Banyak kesan yang boleh diperhatikan termasuk penggunaan pelbagai istilah baru dalam persada dakwah. Yang jelas, telah berlaku banyak kekeliruan dalam penggunaan pelbagai istilah termasuk oleh beberapa gerakan Islam. Kerapkali, sikap terburu-buru dalam menggunakan istilah tertentu menyebabkan banyak kekeliruan yang boleh mengakibatkan dampak yang buruk bukan sahaja ke atas gerakan tersebut malah ke atas Islam itu sendiri.<br /><br />Sekalipun masih belum jelas kedudukan taklik yang dijadikan syarat “bai’ah” dalam upacara pencalonan calon PAS, hakikatnya, apa yang perlu kita lakukan sebenarnya adalah menyelami dan memahami apakah istilah ini sesuai untuk digunakan dalam konteks ini atau sebaliknya. Dari segi bahasa, bai’ah sering dikaitkan dengan ketaatan dan kesetiaan. Sedangkan dari segi istilah, bai’ah merupakan ketaatan kepada seorang khalifah yang wajib menerapkan Islam secara menyeluruh. Dalam ertikata lain, bai’ah merupakan akad perlantikan (restu) dari umat kepada seorang calon Khalifah melestarikan kehidupan Islam di bawah sistem Khilafah. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dari Abu Sa’id al-Khudri r.a,<br /><br />“Jika (terjadi) bai’at kepada dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya” [HR Muslim]<br /><br />Nyata sekali Islam hanya mengiktiraf bai’ah kepada Khalifah, bukan selainnya. Penggunaan istilah bai’ah untuk motif selain dari yang telah ditetapkan oleh syarak adalah merupakan satu kesalahan besar yang boleh mengelirukan umat dari maksud sebenarnya.AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-81140052323246404862009-11-13T02:01:00.001-08:002009-11-13T02:01:29.269-08:00Kaedah Menangani Perbezaan PendapatDalam menangani masalah perbezaan pendapat di kalangan umat Islam, Syeikh Taqiyuddin Al-Nabhani memberikan komentar, “Sedangkan pemahaman terhadap hukum Islam tidak hanya bergantung pada akal semata-mata, semestinya dengan pengetahuan tentang bahasa Arab, kemampuan menggali hukum, dan pengetahuan tentang hadis-hadis yang sahih dan juga yang dha’if (lemah). Berdasarkan hal ini maka para pengembang dakwah hendaknya menganggap bahawa pemahaman mereka terhadap hukum-hakam syarak adalah pemahaman yang benar, meski ada kemungkinan salah. Begitu pula hendaknya para pengembang dakwah menganggap pemahaman orang lain itu salah, meski ada kemungkinan benar. Hal ini akan membuka peluang kepada mereka untuk berdakwah menyampaikan Islam dan hukum-hakamnya sesuai dengan pemahaman dan istinbath mereka terhadap hukum-hukum tersebut. Hendaknya mereka mencuba mengubah pemahaman orang lain yang dinilai salah meski ada kemungkinan benar, supaya mengikuti pemahamannya, iaitu pemahaman yang dianggapnya benar meskipun ada kemungkinan salah. Berdasarkan hal ini, pengembang dakwah tidak boleh mengatakan tentang pendapatnya, ‘bahawa pendapat ini adalah pendapat Islam’ (pendapat lain tidak Islam). Yang seharusnya mereka katakan adalah ‘pendapat ini merupakan pendapat yang (bersifat) Islami’. Para pemuka mazhab dari kalangan mujtahidin menganggap bahawa istinbath mereka terhadap hukum-hakam syara’ adalah benar, namun ada kemungkinan salah. Mereka masing-masing selalu mengatakan: “Apabila hadis tersebut benar (sahih) itulah mazhabku dan buang jauhlah pendapatku”. Pengembang dakwah harus menganggap bahawa pendapat yang ditentukannya atau yang telah mereka usahakan dan sampai pada pendapat yang dipilihnya itu berasal dari Islam dan sesuai dengan apa yang mereka fahami, dan itu adalah pendapat yang benar meski ada kemungkinan salah.” [Mafahim Hizbut Tahrir, hal.70].AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-45609459181118201472009-11-09T06:00:00.000-08:002009-11-09T06:35:52.130-08:00Keturunan Syeikh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani pengasas Hizbut TahrirPertama sekali mari kita kenali siapa Syeikh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani :-<br /><br /><strong>Imam al-Qadhi Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Ismail bin Muhammad Nashiruddin an-Nabhani </strong>dilahirkan pada tahun 12g5H / 1849M di Ijzim, Palestine. Beliau dilahirkan dalam keluarga yang amat mementingkan urusan dan ilmu agama. Ayahandanya adalah seorang ulama sholeh yang hafal al-Quran. Di antara wirid ayahandanya tersebut adalah mengkhatamkan al-Quran 3 kali khatam setiap minggu.<br /><br />Di bawah asuhan ayahandanya, beliau telah menghafal al-Quran dengan baik. Dalam usia 17 tahun, beliau dihantar oleh ayahandanya ke Mesir untuk meneruskan pengajian di Universiti al-Azhar asy-Syarif yang masyhur. Di Mesir beliau belajar dengan ramai ulama terkemuka, antaranya Syaikhul Masyaikh Ustadzul Asaatidzah al-'Allaamah Syaikh Ibrahim as-Saqaa asy-Syafi`i, al-'Allaamah Syaikh Sayyid Muhammad ad-Damanhuri asy-Syafi`i, al-'Allaamah Syaikh Ibrahim az-Zurru al-Khalili asy-Syafi`i, al-'Allaamah Syaikh Ahmad al-Ajhuri adh-Dharir asy-Syafi`i, al-'Allaamah Syaikh Hasan al-'Adawi al-Maliki, al-'Allaamah Syaikh Sayyid 'Abdul Hadi Naja al-Ibyari, Syaikhul Azhar al-'Allaamah Syaikh Syamsuddin Muhammad al-Anbabi asy-Syafi`i, al-'Allaamah Syaikh 'Abdur Rahman asy-Syarbini asy-Syafi`i, al-'Allaamah Syaikh 'Abdul Qadir ar-Raafi`ie al-Hanafi ath-Tharablusi, al-'Allaamah Syaikh Yusuf al-Barqawi al-Hanbali dan ramai lagi untuk disenaraikan. Setelah tamat pengajian di al-Azhar dalam bidang Syariah, beliau kembali ke Ijzim. Di samping berdakwah dan mengajar, beliau tetap belajar kepada para ulama yang ada di merata tempat, antaranya dengan Syaikh Mahmud Effendi Hamzah.<br /><br /><br />Sepanjang kariernya, Syaikh Yusuf pernah menjawat jawatan-jawatan seperti Qadhi Besar atau Ketua Hakim di Ladhiqiyya, Palestine, Ketua Hakim bagi al-Quds, Palestine dan akhirnya menjadi Ketua Hakim Beirut, Lubnan sehinggalah bersara. Setelah bersara beliau menumpukan sepenuh masanya untuk beribadah dan menetap lama di negeri kekasihnya, Junjungan Nabi SAW, Kota Madinah al-Munawwarah. Dalam kesibukannya, beliau masih sempat untuk menulis dan karya tulisannya yang ilmiah dan berbobot amatlah banyak meliputi berbagai bidang ilmu termasuklah ilmu hadits, sirah Junjungan Nabi SAW, ilmu sanad dan tafsir. Daripada karangannya yang banyak itu, disenaraikan di sini 50 karya beliau seperti berikut:-<br /><br />1.الفتح الكبير في ضم الزيادة إلى الجامع الصغير<br />2.منتخب الصحيحين<br />3.وسائل الأصول إلى شمائل الرسول صلى الله عليه و سلم<br />4.افضل الصلوات على سيد السادات صلى الله عليه و سلم<br />5.الأحاديث الأربعين في وجوب طاعة أمير المؤمنين<br />6.النظم البديع في مولد الشفيع صلى الله عليه و سلم<br />7.الهمزية الألفية (طيبة الغراء) في مدح سيد الأنبياء <br />8.الأحاديث الأربعين في فضائل سيد المرسلين<br />9.الأحاديث الأربعين في أمثال أفصح العالمين<br />10.قصيدة سعادة المعاد في موازنة بانت سعاد<br />11.مثال نعله الشريف صلى الله عليه و سلم<br />12.حجة الله على العالمين<br />13.سعادة الدارين في الصلاة على سيد الكونين صلى الله عليه و سلم<br />14.السابقات الجياد في مدح سيد العباد صلى الله عليه و سلم<br />15.خلاصة الكلام في ترجيح دين الإسلام<br />16.هادي المريد إلى طرق الأسانيد<br />17.الفضائل المحمدية<br />18.الورد الشافي على الأدعية و الأذكار النبوية<br />19.المزدوجة الغراء في الإستغاثة بأسماء الله الحسنى<br />20.نجوم المهتدين في معجزاته صلى الله عليه و سلم<br />21.إرشاد الحيارى<br />22.جامع الثناء على الله<br />23.مفرج الكروب<br />24.حزب الإستغاثات<br />25.أحسان الوسائل في نظم أسماء النبي الكامل<br />26.البرهان المسدد في إثبات نبوة سيدنا محمد صلى الله عليه و سلم<br />27.دليل التجار إلى أخلاق أخيار<br />28.المجموعة النبهانية في المدائح النبوية<br />29.سبيل النجاة في حب في الله و البغض في الله<br />30.القصيدة الرائية الكبرى<br /><br />31.الرائية الصغرى في ذم البدعة و مدح السنة الغراء<br />32.جواهر البحار في فضائل النبي المختار صلى الله عليه و سلم<br />33.تهذيب النفوس<br />34.إتخاف المسلم<br />35.جامع كرامات الأولياء<br />36.العقود اللؤلؤية<br />37.الدلالات الواضحات<br />38.رياض الجنة في أذكار الكتاب و السنة<br />39.الشرف المؤبد لآل محمد صلى الله عليه و سلم<br />40.الأنوار المحمدية<br />41.تفسير قرة العين<br />42.شواهد الحق<br />43.الأساليب البديعة في فضل الصحابة و إقناع الشيعة<br />44.حسن الشرعية في مشروعية صلاة الظهر بعد الجمعة<br />45.تنبيه الأفكار<br />46.الرحمة المهداة في فضل الصلاة<br />47.الأربعين من أحاديث سيد المرسلين صلى الله عليه و سلم<br />48.الصلوات الألفية في الكمالات المحمدية<br />49.البشائر الإيمانية في المبشرات المنامية<br />50.الأسماء فيما لسيدنا محمد من الأسماء<br /><br />Syaikh Yusuf juga terkenal dengan kuat beribadah dan ramai yang menyatakan bahawa beliau termasuk dalam kalangan wali Allah yang diberikan berbagai karamah. Kecintaan beliau kepada Junjungan Nabi SAW tidak boleh disangkal lagi, kerana beliau sungguh-sungguh mengamalkan sunnah-sunnah baginda serta sentiasalah beliau menyebut-nyebut akan Junjungan Nabi SAW pada lisannya dan dalam karangannya baik berupa sholawat maupun berbagai syair-syair pujian kepada Junjungan Nabi SAW. Manusia menyaksikan pada wajah beliau terpancar cahaya kesholehan. Syaikh Yusuf wafat di Beirut pada awal Ramadhan 1350H / 1932M setelah menghabiskan umurnya dalam ketaatan dan kecintaan kepada Allah SWT dan rasulNya SAW. Rahmat Allah ke atas beliau sentiasa dan moga ditempatkan dalam syurga yang penuh kenikmatan di samping kekasihnya Junjungan Nabi SAW. .... al-Fatihah.<br /><br />Sekarang mari kita kenali pula keturunan Syeikh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani yang mendapat didikan terus daripadanya iaitu pengasas Hizbut Tahrir Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani.<br /><br />Beliau adalah Syeikh Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf An-Nabhani. bahasa Arab: تقي الدين النبهاني; Gelaran “an-nabhani” dinisbahkan kepada kabilah Bani Nabhan, yang termasuk orang Arab penghuni padang sahara di Palestin. Mereka bermukim di daerah Ijzim yang termasuk dalam wilayah Haifa di Palestin Utara. <br /><br />Kelahiran dan Pembesaran<br /><br />Syeikh An-Nabhani dilahirkan di daerah Ijzim pada tahun 1909. Beliau mendapat pendidikan awal dari ayahnya sendiri iaitu seorang alim yang faqih fid-din. Ayah beliau seorang pengajar ilmu-ilmu syariah di Kementerian Pendidikan Palestin. Ibunya pula menguasai beberapa cabang ilmu syariah, yang diperoleh dari datuknya, Syeikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf an-Nabhani. Beliau adalah seorang qadhi (hakim), penyair, sasterawan, dan salah seorang ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyah.<br /><br />Syeikh Yusuf an-Nabhani adalah termasuk tokoh sejarah masa akhir Khilafah Utsmaniyah. Beliau berpendapat bahawa Khalifah Utsmaniyah merupakan penjaga agama dan akidah, simbol kesatuan kaum Muslimin, dan mempertahankan institusi umat. Syeikh Yusuf bertentangan dengan Muhammad Abduh dalam metode tafsir. Muhammad Abduh menyerukan perlunya penakwilan nas agar tafsir merujuk pada tuntutan keadaan dan waktu. Beliau juga bertentangan dengan Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan murid-muridnya yang sering menyerukan reformasi agama. Menurut beliau, tuntutan reformasi itu meniru Protestan. Dalam Islam tidak ada reformasi agama (seperti dalam pemahaman Protestan). Beliau juga menentang gerakan misionaris dan sekolah-sekolah misionaris yang mulai tersebar pada ketika itu.<br /><br />Oleh kerana itu, di samping seorang ulama yang faqih, Syeikh Yusuf an-Nabhani juga terkenal sebagai seorang politikus yang selalu memperhatikan dan mengurus urusan umat. Berkenaan Syeikh Yusuf An-Nabhani, beberapa penulis biografi menyebutkan,<br /><br />“(Dia adalah) Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad an-Nabhani asy Syafi’i. Julukan baginya ialah Abu al-Mahasin. Dia adalah seorang penyair, sufi, dan termasuk salah seorang qadhi yang terkemuka. Dia menangani peradilan (qadha’) di Qushbah Janin, yang termasuk wilayah Nablus. Kemudian beliau berpindah ke Constantinople (Istanbul) dan diangkat sebagai qadhi untuk menangani peradilan di Sinjiq yang termasuk wilayah Moshul. Beliau kemudian menjawat jawatan sebagai ketua Mahkamah Jaza’ di al-Ladziqiyah, sebelum berpindah ke al-Quds. Selanjutnya beliau menjabat sebagai ketua Mahkamah Huquq di Beirut. Beliau mengarang banyak kitab yang jumlahnya mencapai hingga 80 buah.”<br /><br />Pembesaran Syeikh Taqiyuddin dalam suasana keagamaan seperti itu, ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan keperibadian dan pandangan hidupnya. Syeikh Taqiyuddin telah menghafal Al-Quran dalam usia yang amat muda, iaitu sebelum beliau mencapai umur 13 tahun. Beliau banyak mendapat pengaruh dari datuknya, Syeikh Yusuf an-Nabhani dalam banyak hal. Syeikh Taqiyuddin juga sudah mulai mengerti masalah-masalah politik yang penting, di mana datuk beliau menempuh atau pun mengalami peristiwa-peristiwa tersebut secara langsung kerana hubungannya yang rapat dengan para Khalifah Daulah Utsmaniyah saat itu. Beliau banyak menimba ilmu melalui majlis-majlis dan diskusi-diskusi fiqih yang diselenggarakan oleh datuknya.<br /><br />Kecerdasan dan kecerdikan Syeikh Taqiyuddin yang menonjol tatkala mengikuti majlis-majlis ilmu tersebut telah menarik perhatian datuknya. Oleh sebab itu, datuk beliau begitu memerhatikan Syeikh Taqiyuddin dan berusaha meyakinkan ayah beliau –Syeikh Ibrahim bin Musthafa– mengenai perlunya menghantar Syeikh Taqiyuddin ke al-Azhar untuk melanjutkan pendidikan beliau dalam ilmu syariah.<br /><br /><br />Ilmu dan Pendidikan<br /><br />Syeikh Taqiyuddin menerima pendidikan dasar mengenai ilmu syariah dari ayah dan datuk beliau, yang telah mengajarkan Al-Quran sehingga beliau hafal al-Quran seluruhnya sebelum baligh. Di samping itu, beliau juga mendapatkan pendidikan awalnya di sekolah tempatan iaitu di sekolah awal daerah Ijzim. Kemudian beliau berpindah ke Akka untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum beliau menamatkan sekolahnya di Akka, beliau telah bertolak ke Kaherah untuk meneruskan pendidikannya di al-Azhar, menyahut saranan dari datuknya, Syeikh Yusuf an-Nabhani.<br /><br />Syeikh Taqiyuddin kemudian meneruskan pendidikannya di Tsanawiyah al-Azhar pada tahun 1928 dan pada tahun yang sama beliau meraih ijazah dengan predikat sangat memuaskan (mumtaz jiddan). Lalu beliau melanjutkan pembelajarannya di Kulliyah Darul Ulum yang waktu itu merupakan cabang al-Azhar dan secara bersamaan beliau juga belajar di Universiti al-Azhar. Beliau banyak menghadiri halqah-halqah ilmiah di al-Azhar yang dianjurkan oleh tokoh-tokoh ulama al-Azhar, seperti Syeikh Muhammad Al-Khidir Husain –rahimahullah– seperti yang pernah disarankan oleh datuk beliau. Menurut sistem lama al-Azhar, para mahasiswanya dapat memilih beberapa orang syeikh al-Azhar dan menghadiri halqah-halqah mereka dalam ilmu bahasa Arab dan ilmu-ilmu syariah lainnya seperti fiqih, usul fiqih, hadis, tafsir, tauhid dan sebagainya.<br /><br />Walaupun Syeikh Taqiyuddin berada dalam sistem pembelajaran al-Azhar yang lama dengan Darul Ulum, akan tetapi beliau tetap menampakkan keunggulan dan keistimewaan dalam setiap pembelajarannya. Syeikh Taqiyuddin telah menarik perhatian kawan-kawan dan para gurunya kerana kedalamannya dalam berfikir serta kuatnya pendapat serta hujah yang beliau lontarkan dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi ilmiah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada pada waktu itu, baik di Kaherah mahupun di negeri-negeri Islam lainnya. Syeikh Taqiyuddin menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun 1932 dan pada tahun yang sama beliau menamatkan pula kuliahnya di al-Azhar asy-Syarif<br /><br />Dalam forum-forum halqah ilmiah yang diikuti oleh Syeikh Taqiyuddin, beliau amat dikenali oleh kawan-kawan dan sahabat-sahabat terdekatnya dari kalangan al-Azhar, sebagai seorang yang berfikiran tajam dan genius. Ini kerana, beliau akan memberikan hujah dan pendapat yang begitu kuat dan mendalam yang akan membuatkan orang tertarik dan yakin terhadap pandangannya.<br /><br /><br /><br />Ijazah Yang Dimiliki<br />Ijazah yang diraih oleh Syeikh Taqiyuddin antaranya adalah:<br /><br />1. Ijazah Tsanawiyah al-Azhariyah<br /><br />2. Ijazah al-Ghuraba’ dari al-Azhar<br /><br />3. Diploma Bahasa dan Sastera Arab dari Dar al-Ulum;<br /><br />4. Ijazah dalam Peradilan dari Ma‘had al-Ali li al-Qadha’ (Sekolah Tinggi Peradilan), salah satu cabang al-Azhar.<br /><br />5. Pada tahun 1932 beliau meraih Syahadah al-‘Alamiyyah (Ijazah Internasional) Syariah dari Universiti al-Azhar asy-Syarif dengan mumtaz jiddan.<br /><br /><br />Aktiviti Beliau Setelah Tamat Kuliah<br /><br />Setelah menyelesaikan pendidikannya, Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani kembali ke Palestin, dan kemudian bekerja sebagai seorang guru di sebuah sekolah menengah tempatan di Haifa di bawah Kementerian Pendidikan Palestin. Di samping itu, beliau juga mengajar di sebuah Madrasah Islamiyyah lain di Haifa.<br /><br />Beliau sering berpindah-randah lebih dari satu daerah dan sekolah semenjak tahun 1932 sehingga tahun 1938. Beliau kemudiannya mengajukan permohonan untuk bekerja di Mahkamah Syariah, kerana beliau melihat pengaruh imperialis Barat (“westernisasi”) dalam bidang pendidikan yang ternyata lebih besar daripada bidang peradilan. Dalam hal ini beliau berkomentar:<br /><br />“Adapun golongan terpelajar, maka para penjajah di sekolah-sekolah missionaris mereka telah menetapkan sendiri kurikulum-kurikulum pendidikan dan tsaqafah berdasarkan falsafah dan hadharah (peradaban) yang khas dari kehidupan mereka, baik sebelum adanya pendudukan kaum imperialis tersebut mahupun sesudahnya. Lalu, tokoh-tokoh Barat dijadikan sumber tsaqafah (kebudayaan) sebagaimana sejarah dan kebangkitan barat dijadikan sumber asal bagi apa yang merosakkan cara berfikir kita.”<br /><br />Oleh sebab itu, Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani lalu menjauhi bidang pengajaran dalam Kementerian Pendidikan, dan mulai mencari pekerjaan lain dengan pengaruh peradaban Barat yang relatif lebih sedikit. Beliau tidak melihat pekerjaan yang lebih utama selain pekerjaan di Mahkamah Syariah yang dipandangnya merupakan lembaga yang menerapkan hukum-hukum syara’. Dalam hal ini beliau berkata,<br /><br />“Adapun an-Nizhamul Ijtima’iy, yang mengatur hubungan lelaki dan wanita, dan segala hal yang terbit darinya (yakni al-Ahwalu asy-Syakhshiyyah), tetap menerapkan syari’at Islam sehingga sekarang, meskipun telah berlaku penjajahan dan penerapan hukum-hukum kufur. Tidak diterapkan sama sekali selain syariat Islam dalam bidang itu sehingga saat ini…”<br /><br />Maka dari itu, Syeikh Taqiyuddin sangat berkeinginan untuk bekerja di Mahkamah Syariah. Dan ternyata banyak kawan beliau (yang pernah sama-sama belajar di al-Azhar) bekerja di sana. Dengan bantuan mereka, Syeikh Taqiyuddin akhirnya diberi jawatan sebagai setiausaha di Mahkamah Syariah Beisan. Beliau kemudian dipindahkan ke Thabriya. Namun demikian, kerana beliau mempunyai cita-cita dan pengetahuan dalam masalah peradilan, maka beliau mengajukan permohonan kepada al-Majlis al-Islami al-A’la, agar menerima permohonannya untuk mendapatkan tanggungjawab menangani peradilan. Dalam hal ini, beliau merasakan dirinya mempunyai kelayakan yang mencukupi untuk menangani masalah peradilan.<br /><br />Setelah lembaga peradilan menerima permohonannya, lalu beliau ke Haifa sebagai ketua setiausaha (Basy Katib) di Mahkamah Syariah Haifa. Kemudian pada tahun 1940, beliau diangkat sebagai Musyawir (Penolong Qadhi) dan beliau terus memegang kedudukan ini hingga tahun 1945, yakni saat beliau dipindah ke Ramallah untuk menjadi qadhi di Mahkamah Ramallah sehingga tahun 1948. Setelah itu, beliau keluar dari Ramallah menuju Syam setelah Palestin jatuh ke tangan Yahudi.<br /><br />Pada tahun 1948 itu pula, sahabatnya al-Ustadz Anwar al-Khatib mengirim surat kepada beliau, yang isinya meminta beliau agar kembali ke Palestin untuk diangkat sebagai qadhi di Mahkamah Syariah al-Quds. Syeikh Taqiyuddin menerima permintaan itu dan kemudian beliau diangkat sebagai qadhi di Mahkamah Syariah al-Quds pada tahun 1948.<br /><br />Kemudian, Al Ustadz Abdul Hamid As-Sa’ih iaitu Ketua Mahkamah Syariah dan Ketua Mahkamah Isti’naf pada waktu itu, telah mengangkat Syeikh Taqiyuddin sebagai anggota Mahkamah Isti’naf, dan beliau tetap memegang kedudukan itu sehingga tahun 1950. Pada tahun 1950 inilah, beliau lalu mengajukan permohonan mengundurkan diri, kerana beliau mencalonkan diri untuk menjadi anggota Majlis Niyabi (Majlis Perwakilan).<br /><br />Pada tahun 1951, Syeikh an-Nabhani berkunjung ke kota Amman untuk menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para pelajar Madrasah Tsanawiyah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Usaha beliau ini berterusan sehingga awal tahun 1953, ketika beliau mulai sibuk dengan penubuhan Hizbut Tahrir, yang telah beliau rintis antara tahun 1949 hingga 1953<br /><br />Aktiviti Politik<br />Sejak remaja Syeikh an-Nabhani sudah memulai aktiviti politiknya kerana pengaruh datuknya, Syeikh Yusuf an-Nabhani, yang pernah terlibat dengan diskusi-diskusi dengan orang-orang yang terpengaruh dengan peradaban Barat, seperti Muhammad Abduh, para pengikut idea pembaharuan, tokoh-tokoh Freemason, dan pihak-pihak lain yang tidak puas hati dan membangkang terhadap Daulah Utsmaniyah. Sejak usia muda, Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani telah bergelut dengan masalah-masalah politik ketika dibimbing oleh datuknya. Begitu pula ketika beliau mengikuti kuliah di Dar al-Ulum dan al-Azhar, Teman-teman beliau semasa kuliah menceritakan aktiviti beliau yang tidak pernah lelah dalam diskusi politik dan keilmuan. Mereka juga sangat menghargai sumbangan beliau dalam sejumlah diskusi politik. Di dalamnya beliau senantiasa mengkritik kemunduran umat serta mendorong aktiviti politik dan intelektual untuk membangkitkan umat dan mewujudkan kembali Daulah Islam. Beliau juga menggunakan kesempatan itu untuk mendorong dan mendesak para ulama al-Azhar dan lembaganya memainkan peranan aktif dalam membangkitkan umat.<br /><br />Perdebatan-perdebatan politik dan aktiviti dakwah di antara para mahasiswa di al-Azhar dan di Kulliyah Darul Ulum, telah menyingkapkan pula keprihatinan Syeikh Taqiyuddin akan masalah-masalah politik. Beberapa orang sahabatnya telah menceritakan sikap-sikapnya yang melaungkan seruan-seruan yang bersifat menentang, yang mampu memimpin situasi al-Azhar saat itu. Di samping itu, beliau juga melakukan berbagai perdebatan dengan para ulama al-Azhar mengenai apa yang harus dilakukan dengan serius untuk membangkitkan umat Islam. Setelah kembali dari pembelajarannya di al-Azhar, beliau tetap memerhatikan usaha-usaha “westernisasi” umat Islam yang dilakukan oleh para penjajah seperti Inggeris dan Perancis. Beliau juga banyak menjalin hubungan dan berdialog dengan para ulama, tokoh pergerakan dan tokoh masyarakat setempat dalam usaha beliau membangkitkan kembali umat Islam.<br /><br />Sebenarnya ketika Syeikh An-Nabhani kembali dari Kaherah ke Palestin, iaitu ketika beliau menjalankan tugasnya di Kementerian Pendidikan Palestin, beliau sudah melakukan kegiatan yang cukup menarik perhatian, yakni memberikan kesedaran kepada para murid yang diajarnya dan orang-orang yang ditemuinya mengenai situasi yang ada pada saat itu. Beliau juga membangkitkan perasaan marah dan benci terhadap penjajah Barat dalam jiwa muridnya, di samping memperbaharui semangat mereka untuk berpegang teguh terhadap Islam. Beliau menyampaikan semua ini melalui khutbah-khutbah, dialog-dialog, dan perdebatan-perdebatan yang beliau lakukan. Pada setiap topik yang beliau sajikan. Hujah beliau senantiasa kuat. Beliau memang dikenal mempunyai kemampuan yang tinggi untuk meyakinkan orang lain.<br /><br />Ketika beliau berpindah pekerjaan ke bidang peradilan, lalu beliau berusaha menjalin hubungan dengan para ulama yang beliau kenal dan beliau temui di Mesir. Kepada mereka beliau mengajukan idea untuk membentuk sebuah parti politik yang berasaskan Islam untuk membangkitkan kaum Muslimin dan mengembalikan kemuliaan dan kejayaan mereka.<br /><br />Untuk tujuan ini pula, beliau berpindah-randah dari satu kota ke kota lain di Palestin dan mengajukan idea yang sudah mendarah daging dalam jiwa beliau itu kepada tokoh-tokoh terkemuka, baik dari kalangan ulama’ mahupun para pemikir. Kedudukan beliau di Mahkamah Isti’naf di al-Quds sangat membantu aktiviti beliau ini.<br /><br />Dengan kelebihannya, beliau dapat menyelenggarakan berbagai seminar dan mengumpulkan para ulama dari berbagai kota di Palestin. Dalam kesempatan itu, beliau mengadakan dialog dengan mereka mengenai metode kebangkitan yang benar. Beliau banyak berdebat dengan para pendiri organisasi-organisasi sosial Islam (Jam’iyat Islamiyah) dan parti-parti politik yang bercorak nasionalis dan patriotik. Beliau menjelaskan kekeliruan langkah mereka, kesalahan pemikiran mereka, dan rosaknya kegiatan mereka. Selain itu, beliau juga sering melontarkan pelbagai masalah politik dalam khutbah-khutbah beliau dan pada majlis-majlis keagamaan di masjid-masjid, termasuklah di Masjidil Aqsa, masjid al-Ibrahim al-Khalil (Hebron) dan lain-lain.<br /><br />Dalam kesempatan seperti itu, beliau selalu menyerang sistem-sistem pemerintahan di negeri-negeri Arab, dengan menyatakan bahawa semua itu merupakan rekayasa penjajah Barat, dan merupakan salah satu sarana penjajah Barat agar dapat terus mencengkam negeri-negeri umat Islam. Beliau juga sering membongkar strategi-strategi politik negara-negara Barat dan mengungkap niat-niat jahat mereka untuk menghancurkan Islam dan umatnya. Selain itu, beliau berpandangan bahawa kaum Muslimin berkewajiban untuk mendirikan parti politik yang berasaskan Islam.<br /><br />Semua ini ternyata membuat Raja Abdullah bin al-Hussain marah, lalu dipanggillah Syeikh an-Nabhani untuk menghadap kepadanya, terutama kerana khutbah yang pernah beliau sampaikan di Masjid Raya Nablus. Beliau diminta hadir di suatu majlis lalu ditanya oleh Raja Abdullah mengenai apa yang menyebabkan beliau menyerang sistem-sistem pemerintahan di negeri-negeri Arab, termasuk juga negeri Jordan. Namun Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani tidak menjawab pertanyaan itu, malah berpura-pura tidak mendengar. Ini menyebabkan Raja Abdullah mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali. Akan tetapi Syeikh Taqiyuddin tetap tidak menjawabnya.<br /><br />Maka Raja Abdullah pun naik marah dan berkata kepada beliau, “Apakah kamu akan menolong dan melindungi orang yang kami tolong dan lindungi, dan apakah kamu juga akan memusuhi orang yang kami musuhi?”<br /><br />Lalu, Syeikh Taqiyuddin berkata kepada dirinya sendiri, “Kalau aku lemah untuk mengucapkan kebenaran hari ini, lalu apa yang harus aku ucapkan kepada orang-orang sesudahku nanti?”<br /><br />Kemudian Syeikh Taqiyuddin bangkit dari tempat duduknya seraya berkata, “Aku berjanji kepada Allah, bahawa aku akan menolong dan melindungi agamaNya dan akan memusuhi orang yang memusuhi (agama)Nya. Dan aku amat membenci sikap nifaq dan orang-orang munafik!”<br /><br />Maka merah padamlah muka Raja Abdullah mendengarkan jawaban itu, sehingga dia lalu mengeluarkan perintah untuk menangkap Syeikh Taqiyuddin dan mengusirnya keluar dari majlis tersebut. Dan kemudian Syeikh Taqiyuddin benar-benar ditangkap. Namun, Raja Abdullah kemudiannya menerima permohonan maaf dari beberapa ulama atas sikap Syeikh Taqiyuddin tersebut lalu memerintahkan pembebasannya, sehingga Syeikh Taqiyuddin tidak sempat bermalam di tahanan.<br /><br />[sunting] Pembentukan Parti Politik<br />Syeikh Taqiyuddin lalu kembali ke Al-Quds dan sebagai kesan dari kejadian tadi, beliau mengajukan pengunduran diri dan menyatakan, “Sesungguhnya orang-orang seperti saya sebaiknya tidak bekerja melaksanakan tugas pemerintahan apa pun.”<br /><br />Syeikh Taqiyuddin kemudian mengajukan pencalonan dirinya untuk menduduki Majlis Perwakilan. Namun, oleh kerana sikapnya yang tegas, aktiviti politik serta usahanya yang bersungguh-sungguh untuk membentuk sebuah parti politik, dan keteguhannya berpegang kepada agama, maka akhirnya hasil undian menunjukkan bahawa Syeikh Taqiyuddin dianggap tidak layak untuk duduk dalam Majlis Perwakilan.<br /><br />Namun demikian, aktiviti politik Syeikh Taqiyuddin tidak pernah terkandas dan tekadnya pun tidak pernah luntur. Beliau terus mengadakan pertemuan dan diskusi-diskusi, sehingga akhirnya beliau berhasil meyakinkan sejumlah ulama dan qadhi terkemuka serta para tokoh politik dan pemikir untuk membentuk sebuah parti politik yang berasaskan Islam. Setelah itu, beliau memberikan kepada mereka kerangka organisasi bagi penubuhan suatu parti dan konsep-konsep pemikiran yang dapat digunakan sebagai bekal tsaqafah bagi parti tersebut. Ternyata, pemikiran-pemikiran beliau ini dapat diterima dan dipersetujui oleh para ulama tersebut. Bermula dari sini, maka aktiviti beliau mula difokuskan kepada usaha pembentukan dan penubuhan Hizbut Tahrir.<br /><br />Syeikh Taqiyuddin mula melakukan persiapan yang sesuai untuk struktur parti, pemikiran parti dan sebagainya. Persiapan awal ini sebenarnya bermula sejak 1949 lagi ketika beliau masih menjawat jawatan Qadhi di al-Quds. Pada tahun 1950 beliau menulis buku beliau yang pertama, iaitu Inqadz Filisthin (Membebaskan Palestin) di mana beliau merungkai akar yang sangat dalam, bahawa Islam telah hadir di Palestin sejak abad VII lagi, dan sebab utama kemunduran yang menerkam masyarakat Arab adalah kerana mereka telah menarik diri (dari Islam) dan menyerahkan diri pada kekuasaan penjajah. Jatuhnya Palestin ke tangan Yahudi tahun 1948 memberikan keyakinan kepada beliau, bahawa hanya aktiviti yang terorganisasi dan memiliki akar pemikiran Islam yang kuat sahajalah yang akan dapat mengembalikan kekuatan dan keagungan umat Islam.<br /><br />Pada tahun 1950, An-Nabhani bercadang menghadiri satu Persidangan Kebudayaan Liga Arab di Alexandria, Mesir, namun beliau telah dihalang. Padahal, Menteri Pendidikan dan Qadhi Qudhat (Hakim Agung) waktu itu, iaitu Syeikh Muhammad al-Amin as-Sanqaythi, telah pun mengizinkannya untuk hadiri. Akhirnya, beliau mengirimkan surat yang sangat panjang kepada para peserta persidangan yang kemudian dikenali sebagai Risalah al-Arab. Beliau menekankan bahawa misi yang benar dan hakiki untuk Arab adalah Islam. Hanya dengan Islam sahajalah pemikiran dan kebangkitan kembali politik umat akan boleh dicapai. Malangnya tidak ada respons sama sekali dari para anggota persidangan terhadap surat ini. Hal ini lebih menguatkan keyakinan Syeikh Taqiyuddin sebelumnya, bahawa pendirian parti politik menjadi perkara yang sangat penting dan mendasar.<br /><br />[sunting] Hizbut Tahrir Di dirikan<br />Oleh kerana itu, pada akhir 1952 dan awal 1953, seluruh persiapan diwujudkan dalam langkah yang praktis untuk mengumumkan kewujudan dan penubuhan Hizbut Tahrir. Lalu pada tahun 1953, Hizbut Tahrir telah didirikan dengan rasminya oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani di al-Quds.<br /><br />Undang-undang kepartian Utsmani waktu itu masih diterapkan di Palestin. Ia memperuntukkan bahawa, cukup dengan telah disampaikannya permintaan penubuhan parti ke lembaga tertentu, dan cukup dengan publikasi bahawa permintaan itu telah diterima dan publikasi pendirian parti dilakukan, maka itu sudah dinilai sebagai izin rasmi bagi penubuhan parti dan izin bagi parti untuk melaksanakan aktivitinya. Saat itu belum ditetapkan aturan kepartian yang baru. Justeru, pengumuman mengenai pembentukan Hizbut Tahrir telah tersiar di Harian ash-Sharih edisi 14 Mac 1953, pada saat Syeikh Taqiyuddin mengajukan permohonan rasmi kepada Departemen Dalam Negeri Jordan. Di dalam surat itu, terdapat permohonan agar Hizbut Tahrir dibolehkan melakukan aktiviti politiknya. Di dalam surat tersebut juga, terdapat pula struktur organisasi Hizbut Tahrir dengan susunan sebagai berikut:<br /><br /><br />1. Taqiyuddin An-Nabhani, sebagai pemimpin/ketua Hizbut Tahrir.<br />2. Dawud Hamdan, sebagai wakil pemimpin merangkap Setiausaha.<br />3. Ghanim Abduh, sebagai Bendahara.<br />4. Dr. Adil An-Nablusi, sebagai anggota.<br />5. Munir Syaqir, sebagai anggota.<br /><br /><br />[sunting] Parti Politik Hizbut Tahrir<br />Dengan permohonan yang diajukan tersebut, diharapkan agar pihak berkuasa dapat memaklumi penubuhan sebuah parti politik iaitu Hizbut Tahrir. Lalu, Hizbut Tahrir telah menyewa sebuah rumah di kota al-Quds dan memasang papan tanda yang memaparkan nama “Hizbut Tahrir”. Akan tetapi Departemen Dalam Negeri Jordan terus mengirimkan sepucuk surat kepada Hizbut Tahrir yang melarangnya untuk melakukan aktivitinya. Di bawah ini adalah teks suratnya :<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------------------<br /><br />No: ND/70/52/916 Tarikh: 14 Mac 1953<br /><br />Kepada Yang Terhormat,<br /><br />Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani<br /><br />dan seluruh pendiri Hizbut Tahrir<br /><br />Saya telah meneliti berita yang disiarkan oleh surat khabar as-Sharih edisi hari ini yang berjudul, “Organisasi Pembebasan (Hai’atut Tahrir) : Pembentukan Parti Politik Secara Rasmi di Al Quds.”<br /><br />Saya berharap dapat memberi pengertian kepada anda sekalian, bahawa apa yang disiar mengenai pembentukan parti secara rasmi di al-Quds itu, ternyata tidak dapat dibenarkan. Selain itu, kami ingin maklumkan bahawa surat balasan yang anda terima dari ketua pejabat saya, menunjukkan bahawa permohonan anda telah sampai kepada saya. Bahawasanya, Undang-Undang Dasar (Perlembagaan) yang ada tidak mengizinkan aktiviti anda sekalian. Hal itu kerana permohonan pembentukan parti, tergantung kepada kepentingan negara – seperti yang saya lampirkan melalui beberapa catatan yang dikirimkan kepada anda sekalian, yang ternyata tidak mengizinkan adanya pendirian parti.<br /><br />Atas Nama Departemen Dalam Negeri,<br /><br />Ali Hasanah<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------------------<br /><br /><br /><br /><br />Atas perintah pihak penguasa setelah datangnya surat tersebut, pihak polis segera menyerbu rumah yang disewa oleh Hizbut Tahrir tadi dan terus mencabut papan tanda (nama) yang ada di sana. Hizbut Tahrir lalu dilarang untuk melakukan sebarang kegiatan. Sejak saat itu, dan bahkan sehingga saat ini, Hizbut Tahrir tidak dibenarkan melakukan aktiviti politiknya secara bebas.<br /><br />Namun demikian, Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani sama sekali tidak peduli dan tidak memperhitungkan semua itu. Bahkan, beliau tetap teguh dengan pendiriannya untuk melanjutkan misinya menyebarkan risalah yang telah beliau yakini sebagai asas-asas bagi Hizb. Beliau memang sangat menaruh harapan untuk membangkitkan umat Islam melalui Hizbut Tahrir, iaitu gerakan yang telah beliau dirikan dan yang beliau telah tetapkan falsafahnya dengan karakter-karakter tertentu yang beliau gali dari nas-nas syara’ dan sirah Rasulullah SAW.<br /><br />Oleh kerana itu, Syeikh Taqiyuddin kemudian menjalankan aktivitinya secara rahsia dan segera membentuk Dewan Pimpinan (qiyadah) yang baru bagi Hizb, di mana beliau sendiri yang menjadi pucuk pimpinannya. Dewan Pimpinan ini dikenal dengan sebutan Lajnah Qiyadah. Beliau terus memegang kepemimpinan Dewan Pimpinan Hizbut Tahrir ini sehingga wafatnya pada tanggal 25 Rejab 1398H, bertepatan dengan 20 Jun 1977M.<br /><br />Pada tahun yang sama (1953), pada masa kabinet Tawfiq Abdul Hadi, Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani bersama Ustadz Dawud Hamdan ditangkap di Al-Quds, sementara Munir Syaqir dan Ghanim Abduh ditangkap di Amman. Beberapa hari berikutnya, Dr. Abdul Aziz al-Khiyath turut ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.<br /><br />Pada waktu itu Hizbut Tahrir berhasil meyakinkan sejumlah wakil rakyat dan orang-orang kabinet di Amman. Akhirnya, sekelompok wakil rakyat, peguam, peniaga dan sejumlah orang yang memiliki kedudukan mengirimkan petisyen yang menuntut pihak berkuasa yang berkenaan agar membebaskan Syeikh Taqiyuddin dan teman-temannya. Petisyen itu ditandatangani oleh seramai 37 orang.<br /><br />Dr. Abdul Aziz Al-Khiyath menceritakan,<br /><br />“Tiga hari setelah saya masuk penjara, di pejabat ketua penjara, seorang yang sangat baik, H. Salim, terjadi diskusi antara kami dan utusan ketua Kabinet, Muhammad Ali Badir, Rasyid al-Khiyath, dan seorang wakil rakyat, Rasyad Thawqan. Diskusi membahas dakwah Islamiyah dan aktiviti Hizbut Tahrir. Kami menyatakan bahawa dalam aktiviti kami tidak ada yang menyalahi undang-undang, tidak ada seruan revolusi ataupun huru-hara, bahkan tidak ada seruan kepada kekerasan. Kami tidak lain kecuali menyerukan pemikiran kami dengan metode yang damai dan hal itu dijamin oleh Perlembagaan. Mereka sefahaman dengan kami. Hari berikutnya, kami dibebaskan.”<br /><br />Glubb Pasya, seorang Inggeris yang kala itu menjadi Ketua Staf Angkatan Bersenjata Jordan, yang disebut Arab Legion of Inggeris Army -dialah yang sebenar-benarnya berkuasa di Jordan- mendesak pemerintahan boneka di Jordan untuk menggunakan semua sarana yang diperlukan untuk 'mencekup' Hizbut Tahrir dan aktivitinya. Pada tahun 1954 dikeluarkan Qanun al-Wa’zhu wa al-Irsyad yang menghalang seseorang dari menyampaikan ceramah, khutbah, atau pengajaran di masjid kecuali mendapat izin rasmi dari Qadhi Qudhat. Atas dasar UU ini, sejumlah tokoh Hizbut Tahrir ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.<br /><br />Pada November 1953, Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani berpindah ke Damaskus dan menyebarkan dakwah di sana, tetapi telah diheret oleh perisik Syiria ke perbatasan Syria-Lebanon. Namun, atas bantuan Mufti Lebanon, Syeikh Hasan al-‘Alaya, akhirnya beliau diizinkan masuk ke Lebanon yang mana sebelumnya dihalang begitu rupa.<br /><br />Beliau lalu menyebarkan pemikiran Islam di Lebanon dengan leluasa sehingga tahun 1958, iaitu ketika pemerintah Lebanon mulai mempersempit kehidupan beliau kerana merasakan bahaya dari pemikiran yang beliau bawa. Akhirnya, beliau berpindah dari Beirut ke Tharablus dan terpaksa mengubah penampilan bagi membolehkan beliau menjalankan kepemimpinan Hizbut Tahrir.<br /><br />Selama itu, beliau terus memegang Qiyadah (Kepemimpinan) HT. Beliau juga terus memantau berita baik dari surat khabar, berbagai media, radio, dan sebagainya, yang kemudiannya menulis analisis politik dan disebarkan atas nama HT.<br /><br />Sepanjang masa kepemimpinannya, beliau telah melakukan berbagai kegiatan politik yang meluas di pelbagai tempat dan negara. Penyudah yang paling gemilang dari peninggalan beliau ialah beliau telah berjaya mewariskan kepada umat Islam di seluruh dunia, sebuah parti politik yang berasaskan Islam, yang teguh, mempunyai fikrah yang jernih dan kuat, dan kini tersebar luas di merata penjuru dunia .<br /><br />Semua usaha beliau ini telah menjadikan Hizbut Tahrir sebagai sebuah parti politik internasional, dengan kekuatan Islam yang luar biasa, sehingga Hizbut Tahrir sangatlah diperhitungkan dan disegani oleh seluruh pemikir dan politikus, baik dari kaum Muslimin mahupun kuffar, baik yang bertaraf nasional mahupun internasional, walaupun dalam keadaan Hizbut Tahrir yang tetap dihalang dari beraktiviti di banyak negara di dunia.<br /><br />Di bawah kepemimpinan beliau, Hizbut Tahrir telah berusaha mengambil alih kekuasaan di beberapa negara Arab, seperti di Jordan pada tahun 1969, di Mesir pada tahun 1973, dan di Iraq pada tahun 1972. Negara lain adalah seperti di Tunisia, Aljazair, dan Sudan. Sebahagian usaha ini disiarkan oleh media massa, sedang sebahagian lainnya memang sengaja tidak diumumkan oleh media.<br /><br />Selain itu, Hizbut Tahrir telah mengeluarkan banyak selebaran (nasyrah) politik yang penting, yang mengungkapkan berbagai konspirasi jahat, baik dari pihak Barat mahupun agen-agen mereka dari kalangan penguasa kaum Muslimin, untuk menghancurkan Islam dan umatnya. Hizbut Tahrir juga banyak mengirimkan memorandum politik penting kepada para politikus dan penguasa di pelbagai negeri-negeri umat Islam, dengan maksud agar mereka menukar sistem sekular yang sedia ada dengan sistem Khilafah, atau dengan maksud memberi nasihat dan peringatan atas tindakan-tindakan mereka yang dianggap sebagai pengkhianatan kepada umat Islam.<br /><br />Hakikatnya, aktiviti politik merupakan aspek yang paling menonjol dalam kehidupan Syeikh Taqiyuddin. Bahkan, sehingga ada yang berpendapat bahawa beliau adalah Hizbut Tahrir itu sendiri, kerana kemampuan beliau yang tinggi untuk melakukan analisis politik, sebagaimana yang nampak dalam penulisan selebaran politik yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir. Beliau juga banyak menelaah peristiwa-peristiwa politik, lalu mendalaminya dengan amat cermat dan mendalam, disertai pemahaman sempurna terhadap situasi-situasi politik dan idea-idea politik yang ada.<br /><br />Maka, mereka yang mencermati selebaran-selebaran politik yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir, juga kitab-kitab mengenai politik yang ditulis oleh Syeikh Taqiyuddin, serta garis-garis besar langkah politik yang beliau susun untuk membina pemikiran politik syabab Hizbut Tahrir, akan dapat menyimpulkan bahawa Syeikh Taqiyuddin memang benar-benar mempunyai kemampuan yang hebat dalam masalah politik. Sungguh, beliau termasuk salah seorang pemikir dan politikus terulung pada abad ke-20.<br /><br />[sunting] Meninggal Dunia<br />Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani meninggal pada tahun 1398H / 1977M dan dikuburkan di Perkuburan Al-Auza’i, Beirut. Beliau telah meninggalkan karya-karya agung yang dapat dianggap sebagai kekayaan pemikiran yang tak ternilai harganya. Karya-karya ini menunjukkan bahawa Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani merupakan seorang yang mempunyai pemikiran yang genius dan seorang penganalisis yang unggul. Beliaulah yang menulis seluruh pemikiran dan pemahaman Hizbut Tahrir, baik yang berkenaan dengan hukum-hukum syara’, mahupun yang lainnya seperti masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, uqubat dan sebagainya. Inilah yang mendorong sebahagian peneliti untuk mengatakan bahawa Hizbut Tahrir adalah Taqiyuddin An Nabhani, dan sehingga ada yang menyatakan bahawa Hizbut Tahrir adalah satu mazhab.<br /><br />[sunting] Karya-karya Beliau<br />Kebanyakan karya Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani berupa kitab-kitab tanzhiriyah (penetapan pemahaman/pandangan) dan tanzhimiyah (penetapan peraturan), atau kitab-kitab untuk mengajak kaum Muslimin untuk mengembalikan semula kehidupan Islam dengan jalan mendirikan Daulah Khilafah Islamiyah. Al-Ustadz Dawud Hamdan telah menjelaskan karakter kitab-kitab Syeikh Taqiyuddin – yang termasuk kitab-kitab yang disebarluaskan oleh Hizbut Tahrir– secara mendalam dan tepat dengan pernyataannya,<br /><br />“Sesungguhnya kitab ini –yakni kitab Ad Daulah Al-Islamiyyah– bukanlah sebuah kitab untuk sekadar dipelajari, akan tetapi kitab ini dan kitab lainnya yang telah disebarluaskan oleh Hizbut Tahrir –seperti kitab Usus An-Nahdhah, Nizhamul Islam, An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, An-Nizham Al-Iqthishady fi Al-Islam, Nizham Al-Hukm, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, At-Takatul Al-Hizbi, Mafahim Hizhut Tahrir, Mafahim Siyasiyah li Hizbit Tahrir– menurut saya adalah kitab yang benar-benar membangkitkan kaum Muslimin dengan jalan mengembalikan kehidupan Islam dan mengembang dakwah Islamiyah.”<br /><br />Oleh kerana itu, kitab-kitab Syeikh Taqiyuddin terlihat istimewa kerana mencakup dan meliputi berbagai aspek kehidupan dan permasalahan manusia. Kitab-kitab yang mengupas aspek-aspek kehidupan individu, politik, kenegaraan, sosial dan ekonomi tersebut, merupakan landasan ideologi dan politik bagi Hizbut Tahrir, di mana Syeikh Taqiyuddin menjadi motornya (penggeraknya).<br /><br />Oleh sebab karya-karya Syeikh Taqiyuddin mencakup pelbagai bidang, maka tak hairanlah jika karya-karya beliau mencapai lebih dari 30 kitab. Ini belum termasuk memorandum-memorandum politik yang beliau tulis untuk memecahkan permasalahan politik, serta nasyrah-nasyrah dan penjelasan-penjelasan mengenai masalah-masalah pemikiran dan masalah-masalah politik yang penting.<br /><br />Karya-karya Syeikh Taqiyuddin, baik yang berkenaan dengan politik mahupun pemikiran, mempunyai satu identiti yang sama iaitu dengan adanya kesedaran, kecermatan dan kejelasan, serta sangat sistematik, sehingga beliau dapat menampilkan Islam sebagai ideologi yang sempurna dan komprehensif yang diistinbath dari dalil-dalil syar’i yang terkandung dalam Al-Kitab dan As-Sunnah. Karya-karya beliau dapat dikategorikan sebagai “buah pemikiran” pertama yang disajikan oleh seorang pemikir Muslim pada era moden ketika itu dan hingga kini.<br /><br />Karya-karya Syeikh Taqiyuddin An Nabhani yang paling terkenal, yang memuat pemikiran dan ijtihad beliau antara lain :<br /><br />1. Nizhamul Islam.<br />2. At Takattul Al Hizbi.<br />3. Mahafim Hizbut Tahrir.<br />4. An Nizhamul Iqthishadi fil Islam.<br />5. An Nizhamul Ijtima’i fil Islam.<br />6. Nizhamul Hukm fil Islam.<br />7. Ad Dustur.<br />8. Muqaddimah Dustur.<br />9. Ad Daulatul Islamiyah.<br />10. Asy Syakhshiyah Al Islamiyah (3 jilid).<br />11. Mafahim Siyasiyah li Hizbut Tahrir.<br />12. Nazharat Siyasiyah li Hizbut Tahrir.<br />13. Nida’ Haar.<br />14. Al-Khilafah.<br />15. At-Tafkir.<br />16. Ad-Dusiyah.<br />17. Sur’atul Badihah.<br />18. Nuqthatul Inthilaq.<br />19. Dukhu Al-Mujtama’.<br />20. Inqadzu Filisthin.<br />21. Risalatul Arab.<br />22. Tasalluh Mishr.<br />23. Al-Ittifaqiyyah Ats-Tsana’iyyah Al-Mishriyyah As-Suriyyah wal Yamaniyyah.<br />24. Hallu Qadhiyah Filisthin ala Ath-Thariqah Al-Amrikiyyah wal Inkiliziyyah.<br />25. Nazhariyatul Firagh As-Siyasi Haula Masyru’ Aizanhawar.<br /><br /><br />Semua ini tidak termasuk ribuan selebaran-selebaran (nasyrah) mengenai pemikiran, politik, dan ekonomi serta beberapa kitab yang dikeluarkan oleh Syeikh Taqiyuddin atas nama anggota Hizbut Tahrir –dengan maksud agar kitab-kitab itu mudah beliau sebarluaskan– setelah adanya undang-undang yang melarang peredaran kitab-kitab karya beliau. Di antara kitab itu adalah :<br /><br />1. As-Siyasah Al-Iqthishadiyah Al-Mutsla.<br />2. Naqdlul Isytirakiyah Al-Marksiyah.<br />3. Kaifa Hudimat Al-Khilafah.<br />4. Ahkamul Bayyinat.<br />5. Nizhamul Uqubat.<br />6. Ahkamush Shalat.<br />7. Al-Fikru Al-Islami.<br /><br /><br />Dan apabila karya-karya Syeikh Taqiyuddin tersebut ditelaah dengan ikhlas, adil dan saksama, terutama yang berkenaan dengan aspek hukum dan ilmu usul, akan nampak bahawa beliau sesungguhnya adalah seorang mujtahid yang mengikuti metode para fuqaha dan mujtahidin yang terdahulu. Hanya saja, beliau tidak pernah mengikuti salah satu mazhab/aliran dalam berijtihad, baik mazhab akidah seperti Ahlus Sunah atau Syiah, mahupun mazhab fiqh seperti Syafie, Maliki, Hanafi, Hambali dan sebaginya. Dengan kata lain, beliau tidak pernah mengikuti dan tidak pernah mengisytiharkan bahawa beliau mengikuti suatu madzhab tertentu di antara madzhab-madzhab yang telah dikenal, akan tetapi beliau memilih dan menetapkan (mentabanni) usul fiqih beliau sendiri yang khusus baginya, dan dari situ beliau mengistinbat hukum-hukum syara’. Dan usul fiqh serta ijtihad beliau ini, sebahagian besarnya dijadikan pegangan oleh seluruh umat Islam yang bergabung di dalam Hizbut Tahrir.<br /><br />Namun perlu diingat dan ditegaskan di sini, bahawasanya usul fiqih yang dibawa oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani tidaklah keluar dari metode fiqih yang benar sebagaimana salafu soleh, yang membatasi dalil-dalil syar’i pada Al-Kitab, As-Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qiyas syar’ie, semata-mata.<br /><br />[sunting] Rujukan<br />1.Laman web Hizbut Tahrir Malaysia - Amir Hizbut Tahrir. [2]<br /><br />2.Laman web Hizbut Tahrir Britain - Sheikh Muhammad Taqiuddin al-Nabhani. [3]<br /><br />3.Utusan Malaysia. ARKIB : 17/11/2008. "Tokoh perjuangan dari Al-Azhar". Oleh MOHAMAD FIKRI ROSLY[4]<br /><br />4.Blog syiardandakwahislam - Pendiri dan Amir Pertama Hizbut Tahrir. [5]<br /><br />Diambil dari http://ms.wikipedia.org/wiki/Syekh_Taqiyuddin_An_NabhaniAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-72384705452182610602009-11-09T02:48:00.000-08:002009-11-09T02:50:06.518-08:00TOL DALAM ISLAMRealiti Tol<br /><br />Sebelum kita membincangkan lebih lanjut tentang hukum-hakam yang berkait dengan isu tol ini, perlu difahami dahulu apakah ‘status’ tol itu sendiri. Adakah tol ini sekadar kutipan wang, atau merupakan harga kepada perkhidmatan, atau umpama harga barang dagangan ataupun satu bentuk cukai yang dikenakan kepada rakyat? Jika diteliti dengan pemikiran yang sederhana sekalipun, setiap orang akan tahu bahawa tol adalah satu bentuk cukai yang dikenakan kepada pengguna lebuh raya dalam sesebuah negara. Ia bukan harga kepada perkhidmatan sebagaimana ‘bayaran’ kita menaiki teksi atau bas. Ia juga bukan harga barang dagangan untuk disamakan dengan harga bawang atau gula. Ternyata, tol hakikatnya mempunyai ciri-ciri yang sama dengan cukai dan ia adalah bentuk cukai yang dipungut ke atas seseorang yang melalui jalanraya/jambatan. Cuma bezanya, tol ini dikutip oleh individu (syarikat swasta) dan bukannya oleh negara (pemerintah). Apa pun, ia dikutip dengan izin/persetujuan dari negara. Justeru, tidak keterlaluan jika dikatakan konsep tol ini tidak ada bezanya dengan cukai jalan/jambatan yang dikutip oleh kumpulan-kumpulan samseng zaman dahulu kala yang memeras wang daripada orang ramai yang melaluinya.<br /><br />Mungkin ada yang berpendapat bahawa syarikat-syarikat swasta tersebut telah mencurahkan modal mereka dalam membangunkan infrastruktur lebuh raya yang ada, maka sewajarnyalah mereka mengenakan bayaran sepertimana seorang pengusaha hotel yang mengenakan bayaran kepada mereka yang menginap di hotelnya. Inilah kesalahan pandangan orang yang tidak memahami hakikat tol. Di sinilah pentingnya umat Islam memahami realiti tol, dan seterusnya merujuk pula kepada dalil-dalil syara’ untuk melihat sama ada cukai jalan yang dipungut oleh ‘samseng jalanan’ ini halal atau haram.<br /><br />Hukum Syara’ Tentang Kemudahan Awam<br /><br />Islam telah mewajibkan ke atas negara (pemerintah) agar menyediakan segala bentuk kemudahan awam untuk kemaslahatan rakyat. Jalan raya adalah salah satu darinya. Segala infrastruktur lain seperti sistem pengangkutan, bekalan air, elektrik (sumber tenaga), hospital sekolah dan sebagainya wajib disediakan oleh negara secara percuma untuk setiap warganegara. Negara tidak boleh melarikan diri dari tanggungjawab ini atau mengalihkannya kepada individu atau pihak swasta untuk disempurnakan. Islam berbeza sama sekali dengan sistem Kapitalis yang diamalkan pada hari ini di mana sistem Kapitalis membenarkan mana-mana individu atau pun syarikat swasta untuk menyediakan infrastruktur-infrastruktur asas negara dan mengaut keuntungan darinya. Dalam sistem Islam, pemerintah itu bertugas untuk melayan rakyat dan salah satu bentuk pelayanan terhadap rakyat adalah penyediaan kemudahan-kemudahan asas ini. Perbelanjaan untuk membina dan menguruskannya diambil dari Baitul Mal. Di sinilah Baitul Mal berperanan dalam menguruskan perbelanjaan negara dalam melaksanakan semua kewajipan negara yang diperuntukkan oleh syara’.<br /><br />Perlu difahami bahawa dengan mengatakan segenap keperluan ini menjadi tanggungjawab negara tidaklah bermaksud negara perlu membina semua kemudahan tersebut dengan sendiri. Negara dibenarkan mengupah syarikat-syarikat swasta untuk membina kemudahan-kemudahan tersebut bagi pihak negara dan mereka berhak untuk mendapat upah membangunkan infrastruktur tersebut. Mereka juga dibenarkan untuk mendapat upah atas kerja-kerja penyelenggaraan yang dilakukan. Apa yang tidak dibenarkan oleh syara’ adalah syarikat-syarikat tersebut ‘memiliki’ kemudahan tersebut dan mendapat keuntungan daripada bayaran yang dipungut dari rakyat yang menggunakan kemudahan yang disediakan. Inilah yang salah (sebagaimana di amalkan sekarang). Ini kerana pada asasnya, ia menjadi kewajipan negara untuk menyediakannya dan rakyat telah diberikan hak oleh syara’ ke atas kemudahan-kemudahan untuk dinikmati secara percuma. Pemberian hak kepada syarikat swasta untuk ‘memperniagakan’ kemudahan-kemudahan ini adalah satu pencabulan ke atas ketentuan syara’. Tindakan seperti ini tidak ada bezanya dengan seorang bapa yang mengupah seorang tukang rumah membina rumah mereka, lalu mengenakan bayaran kepada anak isterinya selama mana mereka tinggal di rumah tersebut!<br /><br />Di sinilah umat Islam perlu memahami dan membezakan di antara hak dan kewajipan. Menyediakan kemudahan asas adalah kewajipan/tanggungjawab pemerintah dan menikmati kemudahan tersebut adalah hak rakyat. Apabila disebut kewajipan, maka ia adalah berkait dengan soal hukum syara’ (dan wajib merujuk kepada hukum syara’) dan nas syara’ dalam hal ini menjelaskan bahawa ia wajib disediakan secara percuma oleh orang yang ditaklifkan kewajipan tersebut (pemerintah). Jadi, haram bagi pemerintah memungut apa-apa bayaran di dalam menunaikan kewajipan ini. Ia umpama kewajipan/tanggungjawab seorang bapa untuk menyediakan rumah, makan dan pakai kepada anak isterinya. Haram bagi si bapa (yang ditaklifkan kewajipan tersebut) untuk memberi makan atau membeli baju untuk anak isterinya, kemudian mengenakan bayaran terhadap mereka. Haram juga bagi bapa/suami yang tinggal sebumbung dengan anak dan isteri, kemudian mengenakan bayaran sewa rumah kepada orang yang wajib dipeliharanya. Tempat tinggal dan nafkah adalah hak anak/isteri yang wajib di beri secara percuma. Begitulah haramnya bagi kerajaan membina segala kemudahan asas, kemudian mengenakan bayaran terhadap rakyatnya, walhal itu adalah kewajipan/tanggungjawab kerajaan di dalam melayani orang yang wajib dipeliharanya (rakyatnya) dan bagi rakyat pula, ia adalah hak yang mesti dinikmati secara percuma.<br /><br />Tol Dari Perspektif Syara’<br /><br />Adalah teramat jelas di dalam Islam bahawa tugas dan amanah yang diletakkan oleh Allah ke atas bahu pemimpin adalah untuk menjaga/memelihara rakyat. Di dalam sektor kemudahan awam, negara bertugas untuk membina segala infrastruktur dan menyelianya dan tidak boleh sama sekali bagi negara untuk menjadikannya sebagai milik swasta/negara, apatah lagi mengambil untung darinya. Dalam sesebuah pemerintahan yang mengamalkan ideologi Kapitalis (termasuk Malaysia), kerajaan dan kroni kerap menjadi penghisap darah rakyat. Kerajaan dan kroni semakin untung dan kaya raya manakala rakyat semakin menderita dan sengsara. Kerajaan bukan lagi menjadi pemelihara rakyat, namun menjadi pihak yang menzalimi dan menindas rakyat. Ada pun di dalam Islam, hubungan kerajaan dengan rakyat bukan merupakan hubungan pengaut untung sebagaimana antara penjual dan pembeli ataupun hubungan antara pemungut cukai dengan pembayar cukai, apatah lagi hubungan ‘penghisap darah’ dengan mangsanya. Hubungan yang wujud adalah satu ikatan yang mulia yakni hubungan antara pelayan/pemelihara dengan orang yang wajib dilayan/dipelihara. Sabda Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Imam (pemimpin) itu adalah pemelihara, dan dia akan dipertanggungjawabkan dari apa yang dipeliharanya (rakyatnya)” [HR Bukhari].<br /><br />Pemerintah kaum Muslimin yang zalim dan jahil cuba menjelaskan kepada rakyat bahawa mereka memungut cukai bukan untuk kepentingan mereka tetapi untuk kepentingan rakyat. Alangkah pelik dan naifnya dalih ini! Bukan setakat itu, malah pelbagai dalih lain lagi terus-menerus diberikan untuk ‘mengindahkan’ kezaliman mereka. Mereka berdalih atas alasan pembangunan dan kesejahteraan, mereka berdalih bahawa mereka tidak pernah mengambil untung, ia adalah milik syarikat konsesi. Kerajaan menyatakan bahawa mereka telah banyak memberi subsidi dan menanggung rugi. Persoalannya, jika demikian, kenapakah kerajaan menandatangani satu perjanjian yang nyata-nyata boleh merugikan mereka? Kenapakah kerajaan membuat satu perjanjian yang mereka tahu bahawa ia adalah berat sebelah dan menyengsarakan rakyat? Dalam menandatangani perjanjian tersebut, kepentingan siapakah yang dijaga oleh kerajaan, kepentingan rakyat atau kepentingan para kapitalis yang sudah sememangnya kaya? Lebih buruk, mereka menyatakan bahawa di dalam Islam tidak salah untuk memungut cukai malah dibolehkan untuk tujuan pembangunan dan sebagainya. Nampaknya mereka ini tidak pernah merujuk kepada hukum syara’ di dalam membuat perjanjian, tapi hanya mengikut hawa semata-mata.<br /><br />Sesungguhnya memungut cukai adalah satu perbuatan yang jelas-jelas haram di sisi Islam dan terdapat banyak nas yang mengharamkannya. Sabda Rasul Sallalahu 'alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya tidak akan masuk syurga orang yang memungut cukai (mukus)” [HR Ahmad, Abu Daud & Hakim]. Rasulullah juga bersabda, “Sesungguhnya pemungut cukai itu berada dalam neraka” [HR Ahmad]. Kita mesti ingat bahawa Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam adalah orang yang paling menjaga kebajikan dan kesejahteraan rakyat, namun tidak pernah diriwayatkan bahawa baginda memungut cukai atas alasan untuk memperoleh pendapatan negara, untuk kepentingan rakyat, untuk pembangunan negara dan sebagainya. Tidak pernah terjadi bahawa Rasulullah melakukan hal ini, malah yang berlaku adalah sebaliknya, bahawa apabila mendengar sahaja ada pungutan cukai ke atas barangan yang diimport di sempadan, Rasulullah terus melarangnya. Sabda baginda, “Sekiranya kamu mendapati pemungut usyur (cukai yang dipungut di sempadan @ cukai import-export), maka bunuhlah dia” [HR Ahmad]. Begitulah jelasnya nas yang mengharamkan cukai di dalam Islam.<br /><br />Selain nas haramnya memungut cukai, terdapat nas lain yang menjelaskan bahawa tidak boleh mengambil harta kaum Muslimin tanpa izin mereka. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Harta seseorang Muslim itu tidak dihalalkan (bagi orang lain) selain dengan kerelaannya.” Rasulullah juga bersabda, “Harta, kehormatan dan darah seorang Muslim diharamkan ke atas Muslim lainnya” [HR Abu Daud & Ibnu Majah]. Di dalam al-Qur’anul Kareem, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan secara suka sama suka di antara kamu...” [TMQ an-Nisa’ (4):29]. Tindakan mengenakan tol (cukai) adalah jelas merupakan satu tindakan di mana harta seseorang Muslim itu diambil secara paksa dari mereka dan perbuatan ini nyata-nyata haram di dalam Islam.<br /><br />Orang-orang jahil sering melontarkan pertanyaan - jika tidak dipungut cukai, dari manakah negara akan memperolehi pendapatannya? Jika mereka ini benar-benar ikhlas di dalam pertanyaan, maka mereka sepatutnya belajar Sistem Ekonomi Islam (Nizamul Iqtisad Fil Islam) dengan betul dan benar (bukan mengikut acuan Kapitalis), yang mana mereka wajib merujuk kepada sistem ekonomi yang dijalankan oleh Rasulullah dan Khulafa’ Rasyidin. Insya Allah mereka akan dapati bahawa Islam telah lama menyelesaikan masalah ekonomi manusia dengan tuntas dan sempurna. Mereka akan dapati bahawa dalam ekonomi Islam, pendapatan negara diperoleh dari Anfal, Ghanimah, Fai', Kharaj, Jizyah, 'Usyur, Khumus, Rikaz dan beberapa sumber lain yang diizinkan syara’ termasuk Dharibah. Selain daripada harta yang diizinkan oleh Allah untuk mengambilnya, maka secara mutlaknya harta yang lain tidak boleh diambil (haram). Ini kerana harta seseorang Muslim itu tidak boleh diambil walaupun sedikit melainkan dengan cara yang hak mengikut ketetapan syara’, sepertimana yang telah ditunjukkan oleh dalil-dalil secara terperinci. Sementara itu tidak ada satu dalil pun yang menjelaskan bolehnya mengambil cukai daripada seorang Muslim selain daripada mekanisme yang telah ditetapkan oleh syara’.<br /><br />Inilah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul dalam menjelaskan bentuk harta yang boleh dipungut dan yang tidak boleh dipungut daripada rakyat. Dalam permasalahan tol ini, secara mutlak, pungutan tol (cukai) adalah satu aktiviti yang diharamkan oleh syara’ tidak kira sama ada ianya dilaksanakan oleh negara ataupun oleh pihak swasta (syarikat konsesi). Ini kerana lebuh raya, jambatan dan sebagainya adalah termasuk infrastruktur negara yang wajib disediakan oleh negara dan dinikmati oleh setiap rakyat secara percuma. Tidak timbul persoalan bahawa mereka yang tidak mahu atau tidak mampu membayar tol boleh menggunakan laluan alternatif yang tidak dikenakan tol. Ini kerana, dalam pemenuhan tanggungjawab ini, syara’ tidak membezakan kelayakan mereka yang boleh menikmati kemudahan tersebut. Kaya atau miskin, mampu atau tidak masing-masing mempunyai hak yang sama untuk menikmati prasarana ini. Malah, membezakan penyediaan infrastruktur bagi orang-orang yang mampu dan tidak mampu hanyalah satu bentuk kezaliman, penindasan dan diskriminasi, malah ia akan menyuburkan nilai kasta di dalam masyarakat.<br /><br />Kedudukan Baitul Mal & Dharibah<br /><br />Baitul Mal adalah sebuah autoriti yang bertanggungjawab terhadap setiap pendapatan dan perbelanjaan negara yang menjadi hak kaum Muslimin. Oleh itu, setiap harta sama ada tanah, bangunan, bahan galian, wang atau barangan apa pun yang mana kaum Muslimin berhak ke atasnya mengikut hukum syara’, maka ia menjadi hak Baitul Mal (untuk diuruskan). Apabila suatu harta telah diambil, maka dengan penerimaan ini, harta tersebut akan dikategorikan sebagai hak Baitul Mal, tidak kira sama ada harta tersebut telah dimasukkan ke dalam tempat simpanan harta ataupun tidak. Ini kerana yang dimaksudkan dengan ‘Baitul Mal’ adalah suatu ‘autoriti’, bukan sahaja sekadar sebuah ‘tempat simpanan’. Jadi, keseluruhan hak harta yang perlu diuruskan bagi kaum Muslimin merupakan hak (atau autoriti) Baitul Mal.<br /><br />Sesungguhnya Islam telah menjelaskan sumber pendapatan dan perbelanjaan Baitul Mal dengan terperinci. Rasulullah dan Abu Bakar adalah orang yang senantiasa memungut dan membelanjakan harta Baitul Mal untuk kepentingan kaum Muslimin, mengikut ketentuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada zaman Khalifah Umar al-Khattab pula, apabila Daulah Islam telah semakin besar dan jumlah orang yang memasuki Islam semakin ramai, beliau telah memperkemas dan mensistematikkan lagi kedudukan Baitul Mal demi untuk mengatur kemaslahatan kaum Muslimin dengan sebaik-baiknya. Di dalam mengurus ekonomi negara, pemerintah wajib terikat dengan hukum Allah di mana segala perbelanjaan yang perlu dikeluarkan dari Baitul Mal hendaklah sesuai dengan tuntutan syara’. Dalam menguruskan keperluan rakyat, syara’ telah mengklasifikasikan perbelanjaan Baitul Mal kepada dua; Pertama, keperluan yang dituntut dari Baitul Mal (yang mana perbelanjaannya mesti diambil daripada sumber-sumber tetap Baitul Mal yang dinyatakan tadi) dan kedua, keperluan yang dituntut daripada semua orang Islam yang mana negara diberikan hak untuk memungut sebahagian daripada harta orang-orang Islam untuk pemenuhannya. Pengambilan harta (dari orang Islam) inilah yang disebut sebagai dharibah (sejenis pungutan) yang dibenarkan oleh syara’ untuk dipungut oleh negara dan menjadi tanggungjawab negara untuk membelanjakannya dengan hak.<br /><br />Perlu ditegaskan bahawa dharibah bukanlah ‘cukai’ sebagaimana yang sering disalahtafsir atau yang dijadikan hujah oleh mereka yang jahil untuk membolehkan cukai. Dharibah adalah satu bentuk ‘pungutan khas’ yang dikutip dari kaum Muslimin yang kaya/layak sahaja, itu pun hanya pada keadaan Baitul Mal mengalami defisit atau tidak cukup untuk melaksanakan apa jua kewajipan oleh negara. Tidak boleh memungut dharibah jika Baitul Mal negara masih mencukupi. Ia hanya dipungut di dalam keadaan negara yang amat terdesak (urgent) sehingga jika tidak dipungut, maka sebuah kewajipan akan terabai. Dharibah hanya boleh dipungut dalam keadaan-keadaan berikut sahaja, (i) Untuk memenuhi keperluan asas (makan/pakai/kediaman) orang-orang fakir dan miskin (ii) Untuk pembiayaan jentera pentadbiran negara agar negara tetap berfungsi sebagai pemelihara rakyat seperti gaji kakitangan dan prasarana pentadbiran (iii) Untuk penyediaan kemudahan awam seperti jalan raya, hospital, masjid, sekolah dan seumpamanya (iv) Untuk pemulihan situasi selepas rakyat ditimpa bencana alam seperti banjir, ribut taufan, gempa bumi, tanah runtuh dan seumpamanya (v) Untuk keperluan jihad fi sabilillah.<br /><br />Dharibah bukanlah seperti cukai yang ada sekarang (dalam sistem ekonomi kapitalisme) kerana (i) Ia bersumberkan wahyu dan diambil dari hadis Rasulullah Sallahu 'alaihi wa Sallam dan juga Ijmak Sahabat (ii) Ia bukan sumber tetap pendapatan negara kerana ia dikutip hanya ketika Baitul Mal mengalami defisit serta berdepan dengan situasi yang kritikal sahaja dan ia tidak dikutip secara berpanjangan (iii) Ia hanya dikutip dari kaum Muslimin yang kaya/layak mengikut kadar yang ma’aruf sehingga mencukupi kadar yang diperlukan sahaja (iv) Ia diguna untuk memberikan perkhidmatan kepada rakyat/negara, bukan untuk kepentingan peribadi pemerintah ataupun kroni.<br /><br />Berbalik kepada perbincangan tentang jalan raya sebagai sebuah prasarana awam, sekiranya satu lebuh raya dibina atas dasar untuk menambah jalan raya yang sedia ada sedangkan jalan raya alternatif masih boleh digunakan, maka hal ini mengikut ulama fikih, termasuk dalam kategori pertama, iaitu ia termasuk dalam kewajipan Baitul Mal yang hanya dilakukan bila tabungannya ada. Jika tabungan tidak ada atau tidak mencukupi, maka projek ini tidak akan dilaksanakan. Jika tabungan Baitul Mal tidak mencukupi dan jalan raya yang sedia ada masih boleh digunakan, namun jika negara tetap membina jalan raya yang baru dan mengenakan cukai kepada rakyat, maka negara sebenarnya telah merompak kekayaan rakyatnya dan ini adalah satu kezaliman. Jika lebuh raya yang ada tidak dapat menampung jumlah kenderaan yang semakin banyak dan negara memandang bahawa demi kemaslahatan rakyat, rakyat perlu kepada lebuh raya baru, maka negara perlu membinanya dengan duit dari Baitul Mal. Dalam keadaan ini, jika Baitul Mal telah kehabisan wang, maka negara bolehlah memungut dharibah dari rakyat, tetapi hanya sekadar untuk mencukupkan perbelanjaan tadi sahaja, bukan untuk mengaut keuntungan atau menghisap darah rakyat. Tugas negara di sini hanyalah untuk menghilangkan kemudharatan rakyat, sesuai dengan hadis, “Tidak ada kemudharatan dan tidak boleh memudharatkan” [HR Ibnu Majah dan Daruqutni]. Kewajipan ke atas negara adalah untuk mencabut/menghilangkan kemudaratan dari kaum Muslimin, bukannya ‘memudharatkan’ lagi kaum Muslimin dengan memungut cukai yang haram itu [Ringkasan dari kitab Nizhamul Iqtisad Fil Islam, Syeikh Taqajiyuddin an-Nabhani].<br /><br />Diambil dari mykhilafah.comAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-84497988380181931342009-11-09T02:41:00.000-08:002009-11-09T02:45:10.998-08:00cukai dan hukumnya dalam islamSoalan:<br /><br />Apa hukum cukai, kerana dalam sebuah kitab ada mencela dengan berbunyi: “Tiada seorang minta hajatnya kepada Allah melainkan pasti akan diberinya kecuali jika ia seorang sihir (tukang tenung) atau penagih cukai”?<br /><br />Jawapan:<br /><br />Cukai adalah tegah di dalam Islam, bagaimana tersebut dalam kitab-kitab fiqh Islam dalam kitab Az-Zawâjir bagi Imam Ibnu Hajar Asy-Syafi’e yang terkenal pada muka 167 juz awal dan dalam kitab Bughyah Al-Mustarsyîdîn muka 157, 158 dan 253.<br /><br />Katanya: “Cukai itu ialah sejahat-jahat mungkar bahkan ia suatu dosa besar...”<br /><br />Dan dalam Qurrah Al-‘Ain bi Fatâwa ‘Ulamâ’ Al-Haramain muka 332 dan dalam kumpulan fatwa Mufti Libya Al-‘Allamah Asy-Syeikh Ath- Thahir Az-Zawi cetak tahun 1973 Masihi dan 1393 Hijrah.AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-81052458674384264762009-11-09T02:23:00.001-08:002009-11-09T02:25:22.847-08:00SEJARAH KELAM BOLA SEPAKSejarah bola sepak bermula sejak daripada zaman Dinasti Han di China pada kurun ke-2 Sebelum Masehi. Ketika itu ia dimainkan oleh para tentera Dinasti Han sebagai aktiviti untuk mengekalkan kecergasan para tenteranya. Permainan tersebut dimainkan dengan cara menendang bola ke dalam jaring kecil. Orang-orang Greek dan Roman purba juga dicatatkan pernah bermain permainan seumpamanya yang melibatkan 27 orang.<br /><br />Permainan ’sepak-menyepak’ di England dicatatkan seawal 1300-an, yang ketika itu hanya dimainkan dengan menendang kepala musuh yang dipancung. Pada zaman pertengahan, ia kemudiannya berkembang menjadi permainan bola yang membolehkan pemainnya menendang, menumbuk, menggigit dan memukul. Setelah permainan tersebut menjadi ganas, ia telah diharamkan oleh King Edward ke III, manakala di Scotland, King James I telah mengharamkannya pada 1424.<br /><br />Pada 1815, sekolah terulung di Britain, Eton College telah memperkenalkan peraturan baru yang kemudiannya telah diikuti oleh semua sekolah dan Universiti di England. Idea ini kemudian telah dikembangkan oleh beberapa kelab bola sepak di London untuk menetapkan peraturan-peraturan baru tersebut di dalam permainan bola sepak. Ini membawa kepada mesyuarat bola sepak pertama di England pada 26 Oktober 1863 di sebuah Ibu pejabat Freemason yang terletak di Great Queen Street, London. Mesyuarat tersebut telah bersetuju untuk menubuhkan Persatuan Bola Sepak British. Sejak itu, pertandingan bola sepak mula diadakan di pelbagai peringkat. <br /><br />Sehinggalah ke hari ini. England menjadi pusat pertandingan liga bola sepak yang terunggul di dunia. Hampir setiap pemain mengimpikan untuk bermain di sana. Apa tidaknya, di sinilah tempat kegemilangan, kecemerlangan dan keterbilangan bola sepak dunia. Tambahan lagi, negara ini pernah menjadi ’tuan’ kepada banyak negara lain, termasuklah Malaysia. Jadi tidak hairanlah jika negara ini cukup menarik perhatian ramai pemain mahupun peminat bolasepak, termasuk di tanahair. Yang hairannya, kaum Muslimin semacam lupa bahawa inilah negara pembunuh kedua terbesar umat Islam, selepas AS. Negara penyokong kuat AS dan senantiasa menanti peluang untuk menyembelih umat Islam.<br /><br />’Bak Sihir yang Memukau’<br /><br />Lenggok yang mempersonakan, kehebatan melepasi benteng pertahanan lawan, ketepatan penyudah merupakan aksi yang sentiasa dinanti-nantikan oleh para pencintanya. Penglihatan seolah-olah telah ‘digam’ di kaca TV ataupun skrin lebar. Hanya wisel separuh masa dan penamat sahaja yang dapat ‘menanggalkannya’. Bukan hanya seorang, tetapi berjuta-juta peminat terpukau dek pesona aksi bintang-bintang pujaan masing-masing. ’Benda bulat itu’ tidak mengenal manusia, muda atau tua, miskin atau kaya, hina atau mulia, yang berkulit hitam ataupun sawa, mereka akan setia menunggu setiap perlawanan, tidak kira apa waktunya. Semua kopi cap berjenama pasti laris untuk memastikan mata dapat disengkang di dalam masa sebulan ini, suatu amalan yang amat sukar dilakukan sebelum ini. Kesungguhan berjaga dan bangun malam ini amat menakjubkan! Alangkah baiknya jika senantiasa diamalkan oleh kaum Muslimin untuk bertahajjud dan bermunajat kepada Rabbnya. <br /><br />’Aura’ temasya ini sangat berbeza dan jauh lebih hebat dari aura ’Akademi Fantasia’ ataupun ‘Malaysian Idol’. Ia seolah-olah telah berjaya meletakkan dunia di bawah pengaruhnya dengan pesona aksi pemain. Pemain-pemain ini tidak memerlukan mentera keramat untuk memukau. Mereka juga tidak perlu berada di hadapan mata para pencinta. Cukup sekadar menonton aksi menerusi paparan elektronik sudah memadai untuk ‘memukau’ jutaan manusia di seluruh dunia. Setiap mata begitu takut untuk berkelip terutama ketika aksi serangan dilakukan, semata-mata khuatir akan terlepas aksi menjaringkan gol. GOOOOOL!!! Itulah kata-kata yang mengakhiri sebuah penantian. Saat yang paling dinanti-nanti! Kata-kata yang menggembirakan hati musuh-musuh Allah dikala melihat dan mendengar ianya dilaungkan oleh umat Islam. Alangkah mulianya jika kaum Muslimin melaungkan takbir penyatuan dan kebesaran Allah, ALLAHU AKBAR!!!, di kala melihat kekejaman yang dilakukan oleh kaum kuffar ke atas saudaranya. Kata-kata yang paling dibenci dan ditakuti oleh musuh-musuh Allah. Itulah saat yang paling digeruni oleh Barat, apabila kaum Muslimin bangkit dari kealpaan mereka dan melafazkan apa yang pernah Rasulullah lafazkan!<br /><br />Hari ini, fokus perbincangan umat Islam telah bertukar. Di mana-mana orang bercakap tentang bola, dari kedai kopi hinggalah ke pejabat menteri. ’Jatuh standard’ sekiranya tidak ikut serta dalam perbincangan, apatah lagi jika tidak mengetahui perkembangan-perkembangan terkini tentang perlawanan. Kejadian-kejadian lain yang menimpa umat Islam sudah tidak lagi menarik perhatian. Hidangannya telah basi dan perlu diketepikan, jika pun tidak dibuang. Gempa bumi di Yogyakarta, Indonesia, peristiwa pembunuhan di Iraq, Afghanistan, penderaan ke atas tahanan Islam di penjara Teluk Guatanamo, penghinaan ke atas Al-Qur’an, penghinaan ke atas Rasulullah dan banyak lagi peristiwa lainnya semakin pudar dari ingatan. Yang perlu diingat sekarang ialah keputusan-keputusan perlawanan terkini untuk menentukan pasukan mana yang akan berentap pada perlawanan akhir. Inilah yang paling dinanti – kemuncak kepada segala kealpaan. Berapa ramai yang akan mengambil cuti atau MC demi bola tercinta. Jika ada isteri yang ingin melahirkan anak sulung sekalipun, didoakan kepada Tuhan supaya tidak bersalin pada ketika ini, semata-mata tidak mahu terlepas dari ’kenikmatan dunia’ ini<br /><br />Wahai kaum Muslimin! Jangan sekali-kali kamu terpukau dengan ’sihir’ baru ini sehingga melupakan kewajiban kamu, melupakan nasib yang menimpa saudara kamu. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam menafikan seseorang itu sebagai sebahagian dari kaum Muslimin jika dia bangun pada pagi hari dan tidak menghiraukan apa yang telah berlaku ke atas saudara-saudaranya. Sabda baginda,<br /><br />“Siapa sahaja yang bangun di pagi hari dan perhatiannya adalah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia tidak berurusan dengan Allah. Dan barangsiapa yang bangun dan tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka ia tidak termasuk sebahagian daripada mereka (kaum Muslimin)” [HR Hakim dan al-Khathib dari Hudzaifah ra]<br /><br />Hukum ‘Lahwun’ dan ’Lahwun Munadzzomun’<br /><br />Bola sepak merupakan suatu permainan am iaitu "Lahwun" dalam bahasa Arabnya. Penggunaan kata lahwun terdapat di dalam Al Quran dan Al-Hadis. Rasulullah SallaLlahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda "Hendaklah kalian sentiasa berlatih memanah kerana ia merupakan sebaik-baik lahwun" [HR. Al-Bazzar, At- Thabrani dan Sa'ad]. Lahwun di sini membawa maksud permainan. Sedangkan dalam surah Luqman:6: "Dan di antara manusia ada orang-orang yang mempergunakan lahwal Hadis". Erti lahwun di sini adalah senda gurau (dalam konteks orang kafir yang mengolok-olokkan ayat-ayat Allah) . Erti yang mencakup seluruh makna lahwun di dalam Al-Quran dan Al-Hadis adalah menyibukkan diri dalam mengerjakan sesuatu yang dilarang (haram/makruh) atau melakukan permainan yang mubah (boleh) yang mengakibatkan seseorang menjauhkan diri dari aktiviti melaksanakan perkara yang wajib dan sunnah. <br /><br />Dalam pandangan Islam, sukan termasuk lahwun yang diperbolehkan. Di dalam masalah ini jenis sukan yang diunjurkan oleh Islam adalah sukan yang tujuannya membina setiap muslim untuk menjadi seorang mujahid, misalnya berkuda, memanah, menembak, merejam lembing, renang, lari, gusti dan silat. Tentu sahaja semua ini dibolehkan selagi ia tidak mengakibatkan tertinggalnya suatu kewajiban. Imam As-Syathibi menyatakan: "Hiburan, permainan dan bersantai adalah mubah atau boleh asal tidak terdapat suatu perkara yang terlarang." Selanjutnya beliau juga menambahkan: "Namun demikian, perkara tersebut tercela dan tidak disukai oleh para ulama'. Bahkan mereka tidak menyukai seorang lelaki yang dipandang tidak berusaha untuk memperbaiki kehidupannya di dunia dan tempat kembalinya di akhirat kelak, kerana ia telah menghabiskan waktunya dengan berbagai macam kegiatan yang tidak mendatangkan suatu hasil duniawi atau ukhrawi." Sebagaimana sabda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam satu Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan sanad yang sahih: "Setiap permainan di dunia ini adalah batil kecuali tiga perkara: memanah, menjinakkan kuda dan bermain dengan isteri." Yang dimaksudkan dengan batil di sini ialah sia-sia atau yang seumpamanya, yang tidak berguna serta tidak menghasilkan buah yang dapat dipetik [lihat Al-Muwaafaqaat, Jilid l, m/s 84]. Selain yang dibolehkan, ada juga lahwun yang diharamkan oleh Islam seperti permainan judi dan juga apa-apa permainan mubah yang dibolehkan tetapi mengarah kepada yang haram atau meninggalkan kewajipan. Yang terakhir ini termasuk dalam kaedah syara': "Setiap sesuatu yang menghantarkan kepada yang haram, hukumnya haram ".<br /><br />Lahwun munadzzomun (hiburan dan permainan yang terorganisasi) bermaksud suatu hiburan dan permainan yang telah diatur sedemikian rupa dengan pelbagai jenis program serta waktu penyelenggaraannya. Untuk itu maka dilantik beberapa orang pegawai, sehingga menjadi suatu misi penting menurut pandangan para pengaturnya. Cirinya yang paling menonjol adalah bersifat umum dan menyeluruh di pelbagai sektor kehidupan serta melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Ia memiliki tujuan yang dapat menimbulkan berbagai macam bahaya terhadap umat dengan tidak memerhatikan tolok ukur yang benar iaitu halal dan haram. Permainan ini mempunyai pasukan tertentu (misalnya 3, 6 atau 11 orang pemain), pelatih, pengurus pasukan untuk peringkat kampung, mukim, daerah, negeri hingga peringkat kebangsaan bahkan ke peringkat benua dan antarabangsa. Setiap peringkat mempunyai pegawai yang tetap, masa-masa latihan dan jadual pertandingan sesuai dengan turutan di atas. Setiap pasukan mempunyai penyokong yang setia yang akan menghabiskan seluruh tenaga dan wang hanya untuk menyaksikan aksi pasukan idola mereka dan seterusnya mengharap akan kemenangannya. Mereka bermain ataupun menonton tanpa mengendahkan hukum-hukum syara' baik dalam ucapan, tingkah laku, berpakaian (apatah lagi wanita), mahupun penggunaan waktu. <br /><br />Yang lebih dasyat, lahwun munadzzomun ini merupakan permainan yang jelas-jelas berasaskan assabiyyah (kebangsaan) dan wathaniyyah (patriotisme). Setiap orang akan bermain mati-matian untuk mempertahankan tempat, negeri, negara atau bangsa masing-masing. Bagi penonton, mereka akan merasa puas dan bangga bila pasukan tempat/negara mereka mengalahkan pasukan dari negara atau bangsa lain. Bagi pemain, perasaan tersebut lebih ketara. Mereka benar-benar berjuang dan merasa puas dengan kemenangan yang dicapai ’demi membela kehormatan bangsa dan negara'. Inilah hakikat lahwun munadzzomun, satu keharaman yang jelas lagi nyata!. <br /><br />Umat Islam seharusnya menyedari tentang fakta lahwun munadzzomun agar dapat menghadapi bahaya yang tersembunyi. Umat hendaklah menyedari bahawa permainan atau hiburan yang terorganisasi itu telah dirancang oleh musuh-musuh Islam dan memiliki tujuan-tujuan yang sangat merbahaya yang mengancam nilai kehidupan yang sangat berharga dan mulia iaitu Islam.. Umat juga hendaklah mengetahui siapakah di sebalik segala pandangan tersebut serta mengetahui bagaimana cara menghadapinya. Mungkin ada kebenarannya pernyataan dalam Protokol ke 13 dari Protocols of Zion (diterbitkan pertama kali oleh Prof. Sergyei Nihrs di Rusia pada tahun 1902) dengan jelas menyebut bahawa gerakan Zionisme merancang untuk mengundang masyarakat, melalui akhbar-akhbar ketika itu, untuk mengikuti pelbagai perlawanan dalam setiap jenis sukan yang sudah diprogramkan. Kesenangan baru tersebut secara pasti melenakan masyarakat dari masalah-masalah konflik politik dengan orang-orang Yahudi. Secara beransur-ansur perkara itu akan menghancurkan kekuasaan berfikir masyarakat. Dengan demikian akan menjadikan warga Zionis sebagai anggota masyarakat yang siap dengan konsep-konsep baru.<br /><br />Khatimah <br /><br />Wahai mereka yang terpesona! Ingatlah akan firman Allah, "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya" [TMQ Al-Israa':36]. Janganlah kalian terpedaya dengan program-program kaum Kuffar yang cuba untuk melalaikan umat Islam terhadap segala kekejaman, penindasan dan pembunuhan yang telah mereka lakukan ke atas umat Islam. Sedarlah bahawa sudah sekian lama iaitu kira-kira 82 tahun umat Islam di dunia ini telah diperkotak-katikkan, diperbodoh-bodohkan dan dibunuh habis-habisan tanpa pembelaan akibat lenyapnya satu kekuasaan Islam yang bergelar Khilafah. Inilah kekuatan yang telah runtuh, diruntuhkan oleh kaum Kuffar dan agen mereka. <br /><br />Wahai kaum Muslimin! Bayangkanlah sekiranya Rasulullah masih bersama kita, adakah Rasulullah akan merestui apa yang kita lakukan. Apakah perbuatan sesetengah kita yang begitu gilakan bola ini akan mendapat pujian dari Rasulullah? Atau adakah Rasulullah akan membiarkan umatnya tenggelam dalam pesona kegilaan ini? Pernahkah kita terfikir tentang apakah harapan Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada umatnya di akhir zaman? Adakah baginda mengharapkan umat Islam menjadi ’kaki bola’? Atau sebaliknya Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam mengharapkan umat Islam berjuang untuk menegakkan semula Deen Allah di muka bumi ini? Junjungan kita begitu kasihkan kita dengan meletakkan setinggi-tinggi harapan agar kita benar-benar berpegang kepada Islam. Malangnya, sebahagian dari kaum Muslimin tidak mengasihi baginda sebagaimana yang baginda harapkan. Saudaraku, inilah harapan Rasulullulah kepada kalian semua – mengembalikan semula kehidupan Islam dengan jalan mendirikan Daulah Khilafah sebagaimana yang baginda telah wariskan kepada para Khulafa’ur-Rashidun... <br />Diambil dari mykhilafah.comAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-78260653281001412002009-11-04T18:00:00.000-08:002009-11-04T18:01:32.375-08:00HIKMAH SOLAT TAHAJUDSATU cara paling ideal bagi seorang Muslim untuk berhubungan dengan Allah ialah mengerjakan ibadat pada waktu tengah malam, ketika suasana sunyi sepi dengan kebanyakan makhluk nyenyak tidur dan penuh kesejukan.<br /><br />Pada waktu itu seorang Muslim boleh beristighfar, memuji, mensuci dan membesarkan Allah, malah mengerjakan solat sunat tahajud serta solat taubat.<br /><br />Bagaimanapun, bukan satu perkara mudah untuk bangun dari tidur sedang orang lain lena dibuai mimpi. Bukan mudah untuk berwuduk dalam kedinginan malam yang mencengkam tulang dan bukan sesuatu yang mudah untuk mengangkat takbir menghadap Allah dalam keadaan mata terkebil-kebil.<br /><br />Justeru, tidak ramai yang boleh bangun bertahajud, walaupun mengetahui banyak kelebihannya kecuali mereka yang benar-benar tertarik dengan keindahan Allah, berbanding keindahan mimpi di dalam tidurnya.<br /><br />"Dan dari malam, hendaklah engkau bertajahud (tinggalkan tidur untuk solat) semoga Tuhan-Mu mengangkat kamu pada kedudukan yang terpuji." (al-Isra: 79)<br /><br />Solat tahajud adalah satu peluang keemasan ditawarkan kepada manusia untuk mengeratkan perhubungan mereka dengan Allah. <br /><br />Kesusahan hanya dirasai mereka yang jarang atau tidak pernah melakukannya, tetapi bagi mereka yang biasa, ia menjadi satu kenikmatan pula. Malah, bagi yang dapat menghayatinya mereka akan berasa kerugian besar jika tertinggal daripada mengerjakan solat berkenaan.<br /><br />Pada sepertiga malam pintu langit terbuka luas menerima taubat hamba-Nya. Malaikat membawa kendi emas untuk mengumpul air mata taubat bagi menyiram api neraka yang sedia menanti untuk membakar tubuh manusia di akhirat nanti.<br /><br />Sabda Rasulullah s.a.w bermaksud: "Allah s.w.t sayang kepada lelaki yang bangun malam kemudian mengerjakan solat dan akan membangunkan isterinya manakala kalau isterinya enggan, dipercikkan air di wajahnya. Allah s.w.t sayangkan perempuan yang bangun malam kemudian mengerjakan solat dan membangunkan suaminya manakala jika suaminya enggan, dipercikkan air ke wajahnya." (Hadis riwayat Abu Daud)<br />????: Komuniti - sepaku.net http://www.sepaku.net/sepaku-nur-addin/7212-hikmah-solat-tahajud.html<br /><br />Amalan solat tahajud bukan hanya diamalkan Nabi Muhammad s.a.w, malah ia diamalkan umat nabi sebelumnya. Ini bererti perintah mengerjakan tahajud bukanlah dikhususkan kepada umat Nabi Muhammad s.a.w semata-mata.<br /><br />Saidina Umar al-Khattab menyatakan kelebihan solat malam dengan berkata: "Sesiapa mengerjakan solat malam (tahajud) dengan khusyuk nescaya dianugerahkan Allah sembilan perkara, lima di dunia dan empat di akhirat. Kurniaan di dunia ialah:-<br /><br /><br /><em><br />Jauh daripada segala penyakit<br /><br />Lahir kesan takwa pada wajahnya <br /><br />Dikasihi sekelian mukmin dan seluruh manusia<br /><br />Percakapannya mengandungi hikmah (kebijaksanaan)<br /><br />Dikurniakan kekuatan dan diberi rezeki dalam agama (halal dan diberkati)<br /><br /><br /><br />Sementara empat perkara di akhirat ialah:-<br /><br />Dibangkitkan dari kubur dengan wajah berseri-seri<br /><br />Dipermudahkan hisab<br /><br />Cepat melalui sirat al-Mustaqim seperti kilat<br /><br />Diserahkan suratan amalan pada hari akhirat melalui tangan kanan." </em>AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-19291710491315722792009-11-04T04:07:00.000-08:002009-11-04T04:08:30.545-08:00Mengukir Inai Di Tangan: Apakah Dibenarkan Syara‘?بسم الله ، والحمد لله ، والصلاة والسلام على رسول الله ، وعلى آله وصحبه ومن والاه<br /><br />(Dengan nama Allah, Segala puji bagi Allah, Selawat dan salam ke atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat dan para pengikut Baginda)<br /><br /><br />Sudah menjadi tabiatnya- Golongan perempuan, ingin kelihatan cantik dan menawan. Berbagai cara dilakukan untuk tampil menarik, antaranya dengan berpakaian cantik, berhias dengan aksesori yang pelbagai atau berhias dengan peralatan solek dan yang seumpamanya.<br /><br />Berinai juga dilihat sebagai salah satu cara untuk berhias khasnya sewaktu hendak bersanding. Inai digunakan dengan bermacam cara, dan selalunya cara itu meluas mengikut trend semasa. Jika dahulu inai hanya digunakan untuk memerahkan kuku, jejari dan telapak tangan, tetapi sekarang ia lebih menjurus kepada ukiran seperti ukiran berbentuk bunga, hati, bintang dan seumpamanya.<br /><br />Kehalusan ukiran inai yang terhasil dari kreativiti pengukir dilihat sebagai satu seni hiasan yang cantik dan menarik. Tidak hairanlah jika ia menjadi satu trend hiasan yang digemari oleh sebahagian orang hari ini. Apa yang ditakuti ada perempuan Islam yang menghias anggota badannya dengan ukiran yang kekal dalam bentuk tatu.<br /><br />Apakah hukum berinai dan adakah berinai dengan cara membuat ukiran di tangan itu dibenarkan oleh syara‘?<br /><br />Hukum Berinai<br /><br />Terdapat perbezaan hukum berinai bagi lelaki dan perempuan.<br /><br />Pertama: Hukum berinai bagi lelaki<br /><br />Berinai pada dua tangan dan kaki bagi kaum lelaki hukumnya adalah haram kecuali kerana darurat seperti berinai untuk berubat. Ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Salma, khadam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, katanya:<br /><br />Maksudnya: <br />“Tidak mengadu seseorang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang sakit di kepalanya melainkan Baginda berkata: “Berbekamlah”, dan tidak mengadu seseorang kepada Baginda tentang sakit di kakinya (pecah kulit) melainkan Baginda berkata: “Inaikanlah keduanya”.”<br /><br />(Hadis riwayat Abu Daud)<br /><br />Amalan sesetengah pengantin lelaki berinai di jejari tangannya adalah haram juga hukumnya.<br /><br />Manakala berinai pada uban dan janggut adalah disunatkan bagi lelaki, sama ada dengan warna merah atau kuning. Akan tetapi bukan dengan warna hitam,kerana berinai dengan warna hitam<br />adalah haram sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah Radhiallahu ‘anhuma:<br /><br />Maksudnya: <br />“Dibawa Abu Quhafah pada hari penaklukan Makkah ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan rambut dan janggutnya memutih seperti tsaghamah (sejenis tumbuhan bunga dan buahnya berwarna putih seperti putih uban). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ubahkan (warna rambut dan janggut) kamu dengan sesuatu dan jauhi (warna) hitam.”<br /><br /><br />(Hadis riwayat Muslim)<br /><br />Kedua: Hukum berinai bagi perempuan.<br /><br />Hukum berinai bagi perempuan adakalanya sunat, adakalanya makruh, bahkan adakalanya haram mengikut keadaan, status perempuan itu sama ada bersuami atau tidak dan bagaimana cara perempuan itu berinai.<br /><br />i. Berinai yang sunat<br /><br />Berinai ketika hendak melakukan ihram bagi perempuan sama ada perempuan tua atau yang muda, yang bersuami atau yang tidak bersuami (janda atau belum berkahwin) hukumnya adalah sunat. Begitu juga sunat bagi perempuan yang bersuami berinai walaupun dia tidak bermaksud untuk berihram.<br /><br />ii. Berinai yang makruh<br /><br />Berinai bagi perempuan yang tidak bersuami dan ia tidak bermaksud untuk berihram hukumnya adalah makruh.<br /><br />iii. Berinai yang haram<br /><br />Berinai dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syarak, seperti berinai dengan warna hitam hukumnya adalah haram. Begitu juga haram berinai bagi perempuan yang berkabung kerana kematian suami.<br /><br />Berinai Dengan Membuat Ukiran Di Tangan<br /><br />Berinai yang disunatkan bagi perempuan yang bersuami yang ingin melakukan ihram atau tidak dan perempuan yang tidak bersuami yang ingin melakukan ihram ialah dengan cara menginai seluruh tangan hingga pergelangannya dan disunatkan juga menyapu sedikit inai pada mukanya.<br />Adapun berinai dengan membuat ukiran di tangan pula, Imam Ibnu Hajar al-Haitami Rahimahullah ada menyebutkan perkara ini di dalam kitabnya, Tuhfah al-Muhtaj ‘ala Syarh al-Minhaj, katanya:<br /><br />Ertinya: <br />“Dan tidak disunatkan baginya (perempuan yang bersuami yang tidak melakukan ihram) berinai dengan membuat ukiran, berinai dengan warna hitam, berinai di hujung-hujung jari dan berinai dengan memerahkan pipi, bahkan haram melakukan salah satu daripada cara sedemikian bagi perempuan yang tidak bersuami dan bagi isteri yang tidak mendapat keizinan suaminya.”<br /><br /><br />Berdasarkan petikan di atas, jelas bahawa hukum berinai dengan membuat ukiran bukanlah cara yang disunatkan, bahkan perbuatan itu haram dilakukan bagi perempuan yang tidak bersuami dan juga bagi perempuan yang sudah berkahwin yang tidak mendapat keizinan suaminya. Namun jika suami mengizinkannya, makruh jika isteri melakukan yang sedemikian itu.<br /><br />Selain daripada membuat ukiran, berinai dengan warna hitam, berinai di hujung-hujung jari dan berinai dengan memerahkan pipi juga merupakan cara berinai yang tidak dibenarkan oleh syarak.Walau bagaimanapun menurut Ibnu Rif‘ah Rahimahullah, apa yang dimaksudkan dengan berinai di hujung-hujung jari yang diharamkan itu adalah menginai hujung-hujung jari dengan inai yang berwarna merah dan dicampur dengan yang berwarna hitam.<br /><br />Jika menginainya hanya dengan inai yang berwarna merah, maka yang sedemikian adalah dibolehkan. Begitu juga dibolehkan ukiran yang dibuat dengan inai (warna merah) sahaja menurut Ibn Qasim al- ‘Abbadi Rahimahullah.<br /><br />Kesimpulannya, Islam tidaklah melarang umatnya untuk berhias selama mana berhias itu selari dengan apa yang disyariatkan syara‘. Termasuk dalam hal inai, Islam telah memberikan garis<br />panduan tertentu mengenai cara berinai seperti larangan berinai dengan warna hitam dan waktu yang dibolehkan untuk berinai seperti sunat bagi perempuan berinai ketika berihram.<br /><br />Sumber : Mufti BruneiAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-88195566859085318122009-11-04T03:57:00.000-08:002009-11-04T04:04:54.530-08:00Sembahyang sunat sebelum maghribDua rakaat ringkas sebelum solat fardhu maghrib dan dua rakaat selepasnya<br />atau lebih.Hal ini berdasarkan hadis daripada Anas bin Malik katanya yg bermaksud:<br /><br />"Semasa kami di madinah,muazzin menyerukan azan untuk solat maghrib.orang ramai segera ke tiang-tiang lalu masing-masing bersolat dua rakaat hingga orang asing yang baru masuk ke masjid menyangka solat telah selesai disebabkan ramai yg melakukan solat dua rakaat tersebut"."<br /><br />Hadis sahih ini driwayatkan oleh imam al-bukhari dan muslim<br /><br />RUJUKAN: Buku SOLAT SUNAT PILIHAN <br />Penulis Dr. Zulkifli Mohamad al- BakriAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-91462535358748240152009-10-28T20:28:00.000-07:002009-10-28T20:29:35.606-07:00BAJET SANG KAPITALIS[SN192] Pada 23hb Oktober lepas, Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Najib Razak telah membentangkan bajet 2010 di Parlimen. Seperti biasa setiap kali pembentangan bajet, pastinya ada sebahagian yang menyambut baik, sebahagian yang kecewa dan sebahagian lagi yang malas berkata apa-apa. Seperti biasa juga, bagi sesetengah pihak, tidak ada yang istimewanya dengan bajet pada kali ini kerana ia hanyalah merupakan perubahan angka-angka dari bajet-bajet sebelumnya. Namun, bagi Najib sendiri, ia merupakan satu bajet dan satu detik yang penuh makna kerana pertama kali membentangkannya sebagai Perdana Menteri. Bagi para pengampu pula, pembentangan bajet kali ini yang bertemakan “1Malaysia, Kemakmuran Bersama” dianggap tepat kerana ia dikatakan dapat membantu meringankan beban rakyat menghadapi tekanan akibat kejatuhan ekonomi dunia ketika ini. Telah menjadi lumrah bagi setiap Perdana Menteri Malaysia untuk meletakkan ‘tema’ di dalam pembentangan bajet mereka, dan tema yang dipilih tentunya tema yang dapat memikat hati rakyat. Ini penting kerana ‘isi’ bajet telah pun memihak kepada pemerintah, justeru ‘tema’nya hendaklah memihak kepada rakyat.<br />Rakyat mesti terus digula-gulakan dan hasil negara hendaklah diberi sedikit kepada rakyat agar rakyat bisa ditutup mulutnya. Manakala hasil selebihnya dikaut kroni-kroni Kapitalis. Untuk tahun 2009, hasil kerajaan persekutuan dianggarkan berjumlah sebanyak RM162,100 juta dan 63.1% daripadanya adalah melalui kutipan cukai, yang merupakan jumlah yang tertinggi [UM 25/10/09]. Dari manakah datangnya jumlah cukai yang ratusan juta jumlahnya ini jika bukan dari duit kita semua yang dihisap darah dan keringatnya oleh pemerintah?<br /><br />Sautun Nahdhah kali ini bukanlah ingin membincangkan pro dan kontra yang terhasil dari bajet 2010 ini, tetapi kami ingin membincangkan isu bajet ini dari sudut pandangan Islam dengan menjelaskan perbezaannya dengan bajet Kapitalis di bawah sistem demokrasi. Sejak sistem demokrasi kufur mendominasi umat Islam dari tanggal runtuhnya Daulah Khilafah pada 28 Rajab 1342H (3 Mac 1924), ditambah dengan kemunduran berfikir umat terhadap Islam, kaum Muslimin sudah tidak lagi memandang pembentangan bajet dari perspektif Islam. Malah, ramai yang langsung tidak tahu atau tidak dapat mengaitkannya dengan Islam, seolah-olah Islam tidak pernah menyentuh hal ini dan ia dibiarkan kepada kebijaksanaan manusia untuk menguruskannya. Umat Islam seolah-olah sudah lupa bahawa Daulah Khilafah dahulu menaungi dunia dengan pengurusan ekonomi yang cukup hebat. Siapa tidak tahu akan kehebatan Saidina Umar al-Khattab dan Umar Abdul Aziz dalam mengurus ekonomi negara? Siapa tidak tahu kekayaan melimpah ruah Daulah Khilafah semasa kekhilafahan Abbasiyyah dan Uthmaniyyah? Dari manakah datangnya kejayaan hebat ini jika bukan diwarisi dari pengurusan ekonomi yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW, yang mengurus ekonomi berdasarkan pengaturan yang turun dari tujuh petala langit? Sesungguhnya umat Islam telah lupa bahawa di dalam Islam terdapat sistem ekonominya yang tersendiri yang datangnya dari wahyu. Kealpaan ini berlaku kerana umat Islam sudah dirasuk oleh sistem demokrasi yang dibawa Barat yang menjadikan Parlimen sebagai sebuah tempat suci untuk manusia membuat hukum! Maka umat Islam sudah tidak lagi dapat berfikir akan persoalan, apakah di dalam Negara Islam terdapat pembentangan bajet sebagaimana Negara Demokrasi yang mesti diluluskan oleh majoriti manusia. Apakah para Khalifah dan Rasulullah SAW pernah membentangkan bajet negara untuk diluluskan secara majoriti?<br /><br />Perlukah Pembentangan Belanjawan Negara?<br /><br />Negara yang menganut demokrasi biasanya membentangkan bajet negara setiap tahun. Secara fakta, bajet dalam negara demokrasi dibentangkan di Parlimen dalam rangka untuk menjadikannya satu undang-undang untuk tahun-tahun tertentu. Di Malaysia, ia dikenali sebagai Rang Undang-undang Perbekalan (2010). Parlimen kemudian akan meluluskan rang undang-undang ini setelah ia didebatkan dari setiap aspek, termasuklah dari aspek pembahagian jumlah peruntukannya satu per satu. Setiap bahagian sebenarnya merupakan bajet yang tak terpisah di antara satu sama lain dan ia diundi (untuk diluluskan) secara keseluruhan, bukannya satu demi satu. Oleh itu, Parlimen berhak menolaknya secara keseluruhan walaupun ia (ahli-ahli Parlimen) mempunyai hak untuk memperdebatkan itemnya dan jumlahnya satu per satu.<br /><br />Rang undang-undang bajet biasanya terdiri dari beberapa fasal di mana setiap satunya digubal untuk menunjukkan berapakah jumlah wang yang telah diperuntukkan (atau diasingkan) untuk perbelanjaan negara pada tahun kewangan yang akan datang. Ada fasal yang digubal yang mengasingkan perbelanjaan (expenses) sesetengah institusi dan fasal lain pula dibuat untuk menganggar hasil/pendapatan (revenues) sesetengah institusi. Terdapat juga sesetengah fasal yang digubal untuk memberi kuasa mandatori kepada Menteri Kewangan dalam beberapa perkara. Di dalam setiap fasal, biasa terdapat rujukan kepada jadual yang mengandungi anggaran hasil dan perbelanjaan setiap item serta jumlah keseluruhan (total) masing-masing. Atas asas inilah penggubalan bajet dilakukan setiap tahun oleh negara penganut demokrasi, dengan beberapa perubahan kecil yang diperkenalkan setiap tahun bergantung kepada kejadian-kejadian yang berlaku dalam negara yang berkenaan.<br /><br />Sesungguhnya tidak ada konsep ‘pembentangan’ bajet tahunan di dalam Daulah Islam. Ini kerana, tidak ada ‘undang-undang’ yang perlu dibuat (atau diluluskan dengan suara majoriti) setiap tahun berhubung bajet negara. Bajet negara juga tidak perlu dibentangkan kepada Majlis Ummat (Majlis Syura) dan pendapat mereka juga tidak perlu diminta. Dalam sebuah negara demokrasi, persoalan bajet dengan segala rinciannya adalah satu perkara (yang mesti dijadikan) undang-undang. Ia perlu dijadikan undang-undang pada setiap tahun. Undang-undang dalam sistem demokrasi pula perlu digubal di Parlimen. Kerana itulah, bajet mestilah ‘dibentangkan’ (sebagaimana rang undang-undang lainnya) di Parlimen bagi mendapatkan kelulusan. Daulah Islam tidak memerlukan ini semua! Perbendaharaan dalam Daulah Khilafah wajib diatur berdasarkan hukum syarak yang diistinbat (digali) dari Al-Quran dan Sunnah, dan wajib dibelanjakan, juga berdasarkan hukum syarak yang ditetapkan oleh Al-Quran dan Sunnah. Kesemua ini merupakan hukum syarak yang bersifat tetap dan manusia tidak dibenarkan mengatur sumber pendapatan dan perbelanjaan negara mengikut akal-akal mereka. Setiap kategori dalam bajet adalah bersifat ‘tetap’ kerana telah ditetapkan oleh syarak.<br /><br />Inilah kedudukan tentang bajet secara syarie-nya. Adapun tentang jumlah wang (amount) untuk setiap kategori, hal ini dikembalikan kepada pendapat dan ijtihad Khalifah selaku Ketua Negara. Ini kerana hal ini termasuk dalam masalah ri’ayah asy-sy’un (pengaturan urusan) negara yang mana syarak telah letakkan di bahu Khalifah untuk membuat keputusan yang beliau fikir terbaik, dan ketetapan Khalifah dalam hal ini adalah bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan.<br /><br />Amat jelas bahawa Islam tidak mengenal persoalan pembentangan bajet tahunan sebagaimana dalam sistem demokrasi sekarang, tidak kiralah dari aspek apa sekalipun. Justeru, langsung tidak timbul persoalan ‘penggubalan/pembentangan undang-undang’ dalam Daulah Khilafah kerana Khalifah adalah terikat dengan hukum syarak yang bersifat tetap di dalam mengatur pendapatan dan perbelanjaan negara. Khalifah mempunyai hak untuk menentukan jumlah peruntukan di dalam setiap kategori, dan dia berhak menetapkan berapa jumlahnya sekalipun tanpa terikat dengan batas waktu tertentu. Peruntukan akan dikeluarkan setiap kali rakyat atau negara memerlukannya, apatah lagi jika ia adalah untuk kemaslahatan umat dan dalam rangka meninggikan syiar-syiar Allah.<br /><br />Bajet Kapitalis vs Bajet Islam<br /><br />Baik secara umum mahupun secara rincinya, bajet yang dibentangkan oleh kerajaan adalah bertentangan dengan Islam. Ini kerana, hal ini tidak pernah ditunjukkan oleh Rasulullah. Rasulullah SAW bersabda,<br /><br />“Sesiapa sahaja yang melakukan suatu amalan yang tidak menepati urusan kami maka ia adalah tertolak” [HR Muslim dan Ahmad].<br /><br />Antara sebab dan nas-nas lain adalah:-<br /><br />Pertama: Sumber pendapatan terbesar bajet Kapitalis adalah dari cukai atau berasaskan cukai. Padahal, memungut cukai adalah sesuatu yang teramat jelas haramnya. Islam telah menerangkan keharaman cukai dengan tegas di mana Rasulullah SAW bersabda,<br /><br />“Orang yang memungut cukai tidak akan masuk syurga.” [HR Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim].<br /><br />Sabda baginda yang lain,<br /><br />“Sesungguhnya pemungut cukai itu berada dalam neraka” [HR Ahmad].<br /><br />Baginda juga bersabda,<br /><br />“Sekiranya kamu menjumpai pemungut ’usyur (cukai yang dipungut di sempadan antara negara Islam dan negara kufur), maka bunuhlah dia” [Musnad, Imam Ahmad bin Hambal].<br /><br />Justeru, haram bagi negara memungut cukai dari rakyat untuk pendapatan negara.<br /><br />Kedua: Bajet itu juga tidak membezakan jenis pemilikan yang telah ditetapkan oleh Islam iaitu antara pemilikan individu, pemilikan negara dan pemilikan umum. Oleh itu, adalah haram jika kerajaan mengumpul harta kekayaannya hasil daripada cukai atau hasil dari rampasan milik individu (milkiyyah al-fardiyyah) seperti pelbagai jenis cukai dan bayaran paksaan lainnya. Juga, haram bagi kerajaan mengaut keuntungan dari kekayaan/hak yang berupa milik awam (milkiyyah al-ammah) seperti minyak, gas, galian, air, elektrik, pendidikan, kesihatan dan seumpamanya Ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,<br /><br />“Harta seseorang Muslim itu tidak dihalalkan (bagi Muslim yang lain), kecuali dengan kerelaan hatinya.”<br /><br />Baginda juga bersabda,<br /><br />“Harta setiap orang Islam, kehormatannya dan darahnya diharamkan bagi orang Islam yang lain” [HR Abu Dawud dan Ibnu Majah].<br /><br />Dari Ibnu Abbas r.a, bahawa Nabi SAW bersabda,<br /><br />“Kaum Muslimin bersyarikat (berkongsi) dalam tiga perkara iaitu air, padang ragut dan api” [HR Abu Daud].<br /><br />Anas r.a pula meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbas r.a tersebut dengan tambahan, “wa tsamanuhu haram” (“dan harganya adalah haram”).<br /><br /> Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahawa Nabi SAW bersabda,<br /><br />“Tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (dari manusia memanfaatkannya) adalah air, padang ragut dan api” [HR Ibnu Majah].<br /><br />Air, padang ragut dan api (tenaga) adalah tiga perkara yang Rasulullah benarkan semua orang berkongsi di dalamnya dan baginda melarang mana-mana orang/pemerintah menghalangi orang lain dari menggunakannya, apatah lagi mengaut keuntungan darinya sepertimana yang dilakukan pemerintah saat ini.<br /><br />Ketiga: Bajet Kapitalis yang dibentangkan ini juga tidak memasukkan zakat sebagai satu unsur yang sepatutnya dijadikan punca pendapatan Negara, walhal terdapat begitu banyak nas tentang kewajipan memungut zakat untuk diagih-agihkan kepada lapan asnaf. Dan zakat ini adalah salah satu dari pendapatan negara.<br /><br />Ada pun di dalam Daulah Islam, salah satu struktur dalam pemerintahan Khilafah adalah Baitul Mal. Baitul Mal merupakan sebuah autoriti yang bertanggungjawab terhadap setiap pendapatan dan perbelanjaan negara yang menjadi hak kaum Muslimin. Oleh itu, setiap harta sama ada tanah, bangunan, bahan galian, wang atau barangan apa pun yang mana kaum Muslimin berhak ke atasnya mengikut hukum syarak, maka ia menjadi tanggungjawab Baitul Mal untuk menguruskannya. Baitul Mal berada di bawah pengawalan Khalifah secara langsung atau di bawah kawalan orang yang dilantik Khalifah untuk mengurusinya.. Dalil tentang kewujudan dan peranan Baitul Mal ini sudah cukup masyhur di dalam hadis dan juga Ijmak Sahabat. Dari segi pembahagian struktur Baitul Mal mengikut pendapatan dan perbelanjaan negara (berdasarkan hukum syarak), Baitul Mal dibahagikan kepada dua bahagian:<br /><br />Pertama: Al-Waradat (Bahagian Kemasukan/Pendapatan) yang mempunyai 3 Diwan/seksyen yang terdiri dari:-<br /><br />(i) Diwan Fai’ dan Kharaj (meliputi ghanimah, kharaj, jizyah, tanah-tanah, fai’ dan juga dharibah),<br /><br />(ii) Diwan Pemilikan Umum (meliputi kemasukan/pendapatan dari petroleum, gas, elektrik, galian mineral, laut, sungai, hutan, padang gembalaan, hima dan sebagainya),<br /><br />(iii) Diwan Zakat (meliputi zakat wang – emas dan perak, perdagangan, pertanian, ternakan dan lain-lain).<br /><br />Kedua: An-Nafaqat (Bahagian Perbelanjaan) yang terdiri dari 8 Diwan iaitu”<br /><br />(i) Diwan Dar al-Khilafah<br />(ii) Diwan Kemaslahatan Negara<br />(iii) Diwan Subsidi<br />(iv) Diwan Jihad<br />(v) Diwan Pengelolaan Zakat<br />(vi) Diwan Pengelolaan Pemilikan Umum<br />(vii) Diwan Keperluan Dharurat dan<br />(viii) Diwan Anggaran, Pengawalan dan Pengawasan Umum.<br /><br />Sesungguhnya sistem dan hukum Islam tentang bajet jelas berbeza dengan sistem demokrasi. Setiap pendapatan dan perbelanjaan dalam Islam (yang disebut di atas) terdapat nas khusus yang membincangkannya secara terperinci [sila rujuk perbincangan lanjut di dalam kitab Nizamul Iqtisadi Fil Islam, Syeikh Taqiuddin an-Nabhani dan Al-Amwal Fi Daulatil Khilafah, Syeikh Abdul Qadim Zallum]. Namun sayangnya pemerintah kita langsung tidak merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah di dalam menyiapkan suatu bajet. Begitu juga para pembangkang yang tidak pernah mempertikaikan atau memuhasabah pemerintah di Parlimen bahawa bajet yang dibentangkan adalah bercanggah dengan hukum syarak.<br /><br />Khatimah<br /><br />Wahai kaum Muslimin! Sudah puluhan tahun kita menyaksikan, setiap kali bajet dibentangkan oleh Menteri Kewangan, yang biasanya juga adalah Perdana Menteri, setiap kali itulah para pengampu dari kalangan menteri-menteri atau kakitangan atau penyokong kerajaan memuji Perdana Menteri melangit. Media pengampu kerajaan juga sama halnya, memuji dan memuja Perdana Menteri dari hujung rambut sampai hujung kaki dan menghebahkan kepada rakyat bahawa inilah bajet terbaik yang merangkumi semua aspek. Setiap tahun setiap kali bajet dibentangkan, mereka akan mengatakan ‘inilah bajet terbaik...inilah bajet rakyat...’ dan sebagainya. Di sebalik bajet terbaik yang dikatakan untuk rakyat yang dibentangkan saban tahun, hakikatnya, saban tahun juga kita menyaksikan rakyat semakin menderita dan memberontak. Masalah kemiskinan tidak pernah dapat dihapuskan, bahkan ada kalanya semakin meningkat. Buktinya ada di depan mata, malah diakui sendiri oleh kerajaan. Dasar Ekonomi Baru contohnya diakui oleh kerajaan tidak pernah mencapai matlamat, bahkan masih terlalu jauh dari sasaran walaupun sudah berpuluh tahun dilaksanakan. Rakyat yang berpendapatan rendah masih menjadi golongan teramai, malah ada yang masih tidak terpenuhi keperluan asas mereka. Berita mengenai kemudahan awam yang terabai oleh kerajaan yang menjejaskan keselesaan hidup rakyat sering dipaparkan di media elektronik dan media cetak. Berita mengenai kemiskinan dan penderitaan rakyat juga sering tersiar. Aneh! Sungguh aneh! Saban tahun Perdana Menteri membentangkan bajet yang dikatakan ‘untuk rakyat’, hakikatnya rakyat tetap menderita dan sengsara, dan yang semakin kaya raya adalah golongan penguasa dan golongan Kapitalis raksasa. Justeru, salahkah kalau kita mengatakan bahawa bajet yang dibentangkan setiap tahun bukanlah bajet untuk rakyat tetapi bajet yang dibentangkan oleh sang Kapitalis, dari Kapitalis untuk Kapitalis?AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-77952914862591743772009-10-22T20:32:00.000-07:002009-10-21T20:33:58.715-07:00FIKRAH HIZBUT TAHRIR : kaedah-kaedah syara'Fikrah yang dijadikan landasan bagi Hizbut Tahrir telah merasuk dalam diri pengikutnya, yang selalu diusahakan agar menjadi bagian dari umat serta yang dijadikan sebagai perkara utama mereka adalah fikrah Islam, yaitu (berupa) akidah Islam serta seluruh ide yang lahir dari akidah, termasuk seluruh hukum yang dibangun di atas akidah tadi. Hizbut Tahrir telah mengadopsi dari fikrah Islam ini perkara-perkara yang diperlukan oleh sebuah partai politik yang bertujuan ingin mewujudkan Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat, yaitu dengan merasukkan Islam ke dalam sistem pemerintahan, hubungan (interaksi) antara masyarakat, dan di seluruh aspek kehidupan. <br />Hizb telah menjelaskan segala sesuatu yang diadopsinya itu secara terperinci dalam buku-buku dan selebaran-selebaran, disertai dengan keterangan dan dalil-dalil yang rinci untuk setiap hukum, pendapat, pemikiran atau persepsinya. Berikut ini adalah beberapa contoh -secara garis besar- tentang hukum, pemikiran, persepsi dan pendapat Hizbut Tahrir yang paling menonjol. <br /><br />KAEDAH-KAEDAH SYARA<br /><br />[اَلأَصْلُ فِيْ الأَفْعَالِ التَّقَيُّدُ بِالْحُكْمِ الشَّرْعِي]<br />Asal dari perbuatan (selalu) terikat dengan hukum syara <br /><br />Jadi, tidak boleh mengerjakan sesuatu kecuali setelah mengetahui lebih dahulu hukumnya. <br /><br />[وَاْلأَصْلُ فِيْ الأَشْيَاءِ الاِبَاحَةُ مَا لَمْ يَرِدْ دَلِيْلُ التَّحْرِيْمِ]<br />Asal (hukum) dari sesuatu (barang atau materi) adalah ibahah (boleh) selama belum ada dalil yang mengharamkannya<br /><br />Seorang muslim secara syar’i diperintahkan untuk menyesuaikan seluruh perbuatannya dengan hukum syara berdasarkan firman-Nya:<br />]فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ[<br /><br />Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (TQS. an-Nisa [4]: 65) <br /><br />]وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا[<br /><br />Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tingalkanlah. (TQS. al-Hasyr [59]: 7)<br /><br />Hukum asal atas seorang muslim adalah terikat dengan hukum syara’. Definisi hukum adalah seruan (khithab) Syari’ (Allah Swt sebagai pembuat hukum-pen) yang terkait dengan perbuatan seorang hamba (manusia). Berdasarkan definisi tersebut maka segala sesuatu yang belum tercantum dalam seruan Allah Swt tidak dapat dianggap sebagai hukum syara’. Sementara itu setiap perbuatan atau segala sesuatu di dunia ini telah dijelaskan hukumnya oleh Allah Swt. Ini bisa dimengerti dari firman Allah Swt:<br />]الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا[<br /><br />Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kucukupkan nikmatKu kepadamu dan telah Kuridhai Islam menjadi agamamu. (TQS al-Maidah [5]: 3)<br /><br />]وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ[<br /><br />Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) yang berupa penjelasan terhadap segala sesuatu. (TQS an-Nahl [16]: 89)<br /><br />Seruan Syari’ secara umum menjelaskan tentang bolehnya semua benda. Dan ibahah adalah salah satu hukum syara’, karena ibahah adalah perbuatan yang di dalamnya terdapat alternatif (pilihan dari Allah) untuk meninggalkan sesuatu atau untuk melaksanakan sesuatu, sesuai dengan firman Allah Swt:<br />]هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي اْلأَرْضِ جَمِيعًا[<br /><br />Dialah Allah, yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kamu. (TQS al-Baqarah [2]: 29)<br /><br />]وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ جَمِيعًا[<br /><br />(Dan) Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya. (TQS al-Jatsiah [45]: 13)<br /><br />Ini berarti bahwa segala sesuatu yang ada -baik di langit maupun di bumi- telah diciptakan dan ditundukkan oleh Allah Swt untuk manusia itu hukumnya mubah. Oleh karena itu (hukum) atas benda-benda tidak membutuhkan dalil khusus dan cukup dimasukkan ke dalam dalil umum, yaitu ibahah. Allah Swt berfirman:<br />]كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا[<br /><br />Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. (TQS al-Baqarah [2]: 168) <br /><br />Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada dasarnya memakan segala sesuatu yang ada adalah halal (boleh). Untuk memakannya tidak diperlukan dalil khusus karena telah ada dalil umum (yaitu ibahah). Hanya saja terdapat larangan memakan bangkai, daging babi, binatang yang jatuh, binatang buas. Juga terdapat larangan minum khamar. Semua itu memerlukan dalil yang mengharamkannya. Hal ini merupakan pengecualian dari dalil umum yang telah membolehkan (makan atau minum sesuatu). <br />[مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ]<br />Tidak sempurna suatu kewajiban tanpa sesuatu, maka sesuatu tersebut menjadi wajib pula (hukumnya)<br /><br />[إِسْتِصْحَابُ اْلأَصْلِ]<br />Segala sesuatu perbuatan ikut (turut terkait dengan) hukum asalnya<br /><br />[أَنَّ الْخَيْرَ مَا أَرَضَ اللهُ وَ أَنَّ الشَّرَّ مَا أَسْخَطَهُ]<br />Sesungguhnya kebaikan itu adalah sesuatu yang diridhai Allah, dan keburukan itu adalah sesuatu yang dimurkai Allah<br /><br />[أَنَّ الْحَسَنَ مَا حَسَّنَهُ الشَّرْعُ وَ أَنَّ الْقَبِيْحَ مَا قَبَّحَهُ]<br />Sesungguhnya perbuatan terpuji itu adalah apa yang dipuji oleh Allah, dan perbuatan tercela itu adalah apa yang dicela oleh Allah<br />[أَنَّ الْعِبَادَاتِ وَالْمَطْعُوْمَاتِ وَالْمَلْبُوْسَاتِ وَالْمَشْرُوْبَاتِ وَالأَخْلاَقِ لاَ تُعَلَّلُ وَيَلْتَزِمُ فِيْهَا بِالنَّصِّ]<br />Sesungguhnya hukum-hukum tentang ibadah, makanan, pakaian, minuman dan akhlaq tidak dapat direka-reka (dicari-cari ‘illat hukumnya), semua ketentuannya berdasarkan nash saja (sumber : Mengenal Hizbut Tahrir)AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-13925705364401313962009-10-21T21:09:00.000-07:002009-10-21T21:11:36.243-07:00Tokoh perjuangan dari Al-AzharUniversiti Al-Azhar telah banyak melahirkan tokoh yang memberi sumbangan besar kepada dunia dan Islam secara khususnya.<br /><br />Antara individu-individu lulusan universiti Islam tertua dunia ini yang dikenali ramai dalam sumbangannya adalah Hassan Al-Banna yang terkenal sebagai reformis sosial dan politik Mesir serta pengasas kepada Ikhwanul Muslimin iaitu kumpulan terbesar dan paling berpengaruh dalam penggerak kebangkitan semula agama.<br /><br />Dilahirkan pada 1906 di Mahmudiya, Mesir, beliau telah terlibat dengan pembaharuan seawal usia 13 tahun. Hassan juga menyertai demonstrasi dalam revolusi 1919 bagi menentang penjajahan British.<br /><br />Berjaya menghafaz Al-Quran pada usia 14 tahun, Hassan memulakan pengajian di Dar al-Ulum, Kaherah pada 1923 ketika berusia 16 tahun. Sepanjang empat tahun di ibu negara Mesir memberi pendedahan kepada beliau tentang situasi politik dan bagaimana corak sekular dan Barat telah menembusi masyarakat.<br /><br />Pada waktu ini jugalah Hassan menyedari bahawa golongan muda semakin jauh daripada landasan agama dan percaya hati dan minda pemuda- pemudi Islam adalah penting dalam mempertahankan kemurnian Islam.<br /><br />Hassan turut mengikuti kuliah di Al-Azhar yang memberi pendedahan mengenai pandangan-pandangan ulama yang terkini serta ilmu dakwah untuk menyebarkan Islam.<br /><br />Menjadi guru bahasa Arab pada usia 21 tahun di sebuah sekolah di Ismailiyya dan pada masa tahun yang sama Hassan, adiknya Gamal al-Banna dan lima sahabatnya bersumpah sehidup semati untuk mempertahankan Islam sekali gus tertubuhnya Ikhwanul Muslimin.<br /><br />Pertubuhan itu seterusnya berkembang pesat dengan lebih setengah juta keahlian tidak termasuk cawangan-cawangan di negara-negara Arab lain malah turut menghantar ribuan tentera dalam perang terhadap Israel pada tahun 1948.<br /><br />Hassan telah ditembak mati di sebuah pasar pada Februari 1949 pada usia 43 tahun.<br /><br />Taqiuddin al-Nabhani<br /><br />Seorang lagi pemimpin terkenal yang dikenali dari Al-Azhar adalah Taqiuddin al-Nabhani, pengasas kepada Hizbut Tahrir.<br /><br />Dilahirkan pada 1909 di Ijzim, Haifa dan merupakan pakar perundangan Islam dan telah menghafaz Al-Quran pada usia 12 tahun lagi sebelum meneruskan pengajian peringkat rendah dalam bidang Syariah di Haifa.<br /><br />Beliau mengambil langkah drastik dengan mengikuti kuliah di Al-Azhar dan Dar al-Ulum serentak pada 1928 dan berjaya lulus dengan cemerlang yang membolehkannya mendapat Diploma Syariah Universal.<br /><br />Penglibatan dalam aktiviti kokurikulum di Al-Azhar anjuran cendekiawan terkenal seperti Sheikh al-Akhdar Hussein memberi peluang kepada beliau untuk mengasah kemahiran dalam perdebatan serta perbincangan.<br /><br />Selepas pulang ke Palestin beliau berkhidmat sebagai guru dari 1932 hingga 1938 dan Taqiuddin kemudiannya beralih ke arah sistem kehakiman Islam yang masih menggunakan sistem perundangan era Uthmaniyah.<br /><br />Pada awal 1953, beliau dan beberapa rakan menubuhkan Hizb ut-Tahrir di Quds, Baitulmaqdis namun pembentukan parti tersebut ditentang oleh Jordan yang seterusnya membawa kepada pengharamannya, namun Hizb ut-Tahrir terus berkembang ke seluruh dunia Islam malah turut sampai ke Aceh, Indonesia.<br /><br />Selepas Taqiuddin meninggalkan Jordan buat sementara waktu untuk melawat Damsyik dan Beirut pada 1955, kerajaan Jordan mengharamkan beliau untuk kembali ke negara itu memaksanya Hizb ut-Tahrir menukar pusat operasi ke Damsyik dan Beirut.<br /><br />Taqiuddin dipenjarakan di Iraq semasa melawat negara itu pada 1973 dan diseksa teruk namun dilepaskan hanya kerana pihak keselamatan membuat kesilapan apabila mengenal pasti beliau sebagai anggota Hizb ut-Tahrir dan bukan sebagai ketuanya.<br /><br />Tekanan berterusan dari kerajaan Jordan memaksa beliau melepaskan peranan kepada masyarakat dan tidak lagi dilihat di khalayak ramai kerana takut dibunuh namun beliau meninggal dunia di Beirut pada 20 Disember 1977.<br /><br />Sheikh Ahmad Yassin<br /><br />Pengasas Pergerakan Hamas, Sheikh Ahmad Yassin juga merupakan salah seorang daripada lulusan Al-Azhar yang giat memperjuangkan agama, negara dan bangsa,<br /><br />Sheikh Ahmad Yassin dilahirkan pada tahun 1937 di perkampungan Al-Jura berdekatan bandar Majdal yang ketika itu berada di bawah pemerintahan Mandat British Palestin sebelum berpindah ke Gaza selepas kampung tersebut musnah dalam Perang Israel 1948.<br /><br />Mengalami kecederaan ketika bersukan pada usia 12 tahun yang membawa kepada kecacatan anggota sehingga terpaksa menggunakan kerusi roda sepanjang hayat.<br /><br />Ia bagaimanapun tidak menghalang beliau dari melanjutkan pelajaran di Al-Azhar selepas menamatkan pengajian peringkat menengah, ketika pergerakan Islam dan perjuangan nasionalis Arab sedang berkembang pesat.<br /><br />Yassin kemudian menyertai Ikhwanul Muslimin ketika pengajian beliau di Al-Azhar dan seterusnya terus melibatkan diri dengan cawangan kumpulan tersebut di Palestin.<br /><br />Semasa Intifada pertama pada tahun 1987, Yassin dan rakan baiknya Abdel Aziz Al-Rantissi menubuhkan Hamas dan menjadi pemimpin kerohanian kumpulan tersebut yang menekankan perjuangan menentang Israel.<br /><br />Ditangkap dua tahun kemudian bersama hampir 200 anggota Hamas dan dijatuhkan hukuman penjara seumur hidup kerana menyerang askar Israel dan penduduk Palestin yang disyaki bersubahat namun Hassan dibebaskan pada tahun 1997 selepas campur tangan arwah Raja Hussein dari Jordan.<br /><br />Setibanya di Gaza pada 6 Oktober 1997, Yassin mengisytiharkan bahawa sekiranya Israel berundur dari Tebing Barat dan Gaza serta menutup kesemua penempatannya, maka Hamas bersedia berdamai dengan Israel.<br /><br />Pada September 2003, tiga tahun selepas kebangkitan Intifada kedua di Palestin, Israel gagal dalam cubaan membunuh Yassin namun beliau terkorban pada tahun berikutnya apabila peluru berpandu mengenai keretanya ketika dia baru keluar dari sebuah masjid di Gaza.<br /><br />- MOHAMAD FIKRI ROSLY<br />Dipetik dari Utusan Malaysia/ARKIB : 17/11/2008/Bicara AgamaAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-2736647509669449812009-10-21T20:47:00.001-07:002009-10-21T20:49:04.871-07:00AQIDAHSecara fitri, dalam diri manusia terdapat kecenderungan untuk mensucikan sesuatu (taqdis). Berdasarkan fitrahnya itulah, manusia melakukan ibadah terhadap sesuatu. Berarti ibadah merupakan manifestasi (hasil reaksi) alami dari naluri beragama (gharizah tadayyun). Oleh kerana itu manusia akan merasakan suatu ketentraman dan kebahagiaan, tatkala melakukan ibadah. Sebab ketika itu ia telah memenuhi tuntutan gharizah tadayyun.<br /><br />Namun demikian masalah ibadah tidak boleh diserahkan begitu saja kepada persepsi dari dalam (Wijdan) untuk menentukan apa yang seharusnya diibadahi. Sebab hanya mengandalkan wijdan senantiasa memiliki kecenderungan terjadi kesalahan dan dapat menyeret ke jurang kesesatan. Sebagian besar sesembahan manusia yang disembah berdasarkan dorongan wijdan saja adalah suatu hal yang sebenarnya harus dilenyapkan dan sebagian besar yang disucikan oleh manusia berdasarkan wijdan saja adalah suatu hal yang harus direndahkan. Apabila wijdan dibiarkan menentukan sendiri apa yang selayaknya disembah oleh manusia, maka hal ini dapat membawa kepada kesesatan dalam beribadah yaitu selain kepada sang pencipta; atau dapat menjerumuskannya pada perbuatan khurafaat, dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Al-Khaliq, tetapi malahan menjauhkan dari Al-Khaliq.<br /><br />Hal seperti itu bisa saja terjadi, sebab wijdan adalah suatu perasaan yang terbentuk dari naluriah semata (ihsaas gharizy); atau suatu perasaan yang muncul dari dalam manusia yang nampak akibat adanya suatu kenyataan yang diindera atau dirasakan berinteraksi dengan manusia, atau bisa juga muncul dari suatu proses pemikiran yang dapat membangkitkan perasaan itu apabila manusia kembali hanya mengandalkan perasaannya saja untuk sampai pada kesimpulan di atas tanpa disertai proses berfikir maka kemungkinan besar akan terjerumus dalam kesesatan atau kesalahan. Misalnya saja pada suatu malam anda melihat sebuah bayang-bayang hitam, sehingga menyangka itu adalah musuh. Maka anda akan digerakkan oleh naluri mempertahankan diri (gharizatul baqa') sebagai bentuk rasa takut. Kemudian perasaan anda mengambil reaksi terbaik yaitu dengan cara berlari. Tindakan seperti ini tentu saja merupakan suatu kesalahan, sebab anda telah berlari kerana takut terhadap sesuatu yang mungkin tidak ada. Dan andapun lari dari sesuatu yang seharusnya dilawan, sehingga reaksi anda adalah munculnya rasa takut yang (dengan berlari) adalah tindakan yang salah. Akan tetapi jika anda menggunakan akal dan memikirkan perasaan yang mencengkram diri anda, sehingga anda putuskan sikap reaksi yang seharusnya, maka akan jelaslah bagi anda, tindakan apa yang seharusnya dilakukan. Barangkali akan jelas kemudian, bahwa bayangan itu hanyalah sebuah tiang listrik, pohon, atau hewan, sehingga lenyaplah rasa takut dalam diri anda, dan anda dapat terus berlalu. Dan mungkin juga akan jelas bagi anda, bahwa bayangan itu adalah seekor binatang buas, sehingga tidak mungkin anda berlari dihadapannya. Anda harus berusaha mencari perlindungan; dengan memanjat pohon misalnya, atau berlindung di dalam rumah. Maka andapun akan selamat.<br /><br />Oleh kerana itu, manusia tidak diperbolehkan (begitu saja) memenuhi tuntutan gharizah, kecuali disertai dengan penggunaan akal. Dengan kata lain, tidak boleh ia melakukan suatu tindakan yang semata-mata berasal dari dorongan wijdan saja, tetapi sebaliknya harus menggabungkan akal dengan wijdan. Berdasarkan hal ini maka taqdis (mensucikan sesuatu), harus dibangun berdasarkan proses berfikir yang disertai perasaan wijdan. Sebab taqdis adalah hasil manifestasi dari gharizah tadayyun. Bentuk manifestasi ini tidak boleh ada tanpa melalui proses berfikir, kerana dapat menjerumuskan manusia kejurang kesesatan dan kesalahan. Manusia, wajib memenuhi gharizah tadayyun, tetapi setelah melalui proses berfikir, yaitu setelah menggunakan akalnya. Oleh kerana itu, ibadah tidak boleh dikerjakan, kecuali sesuai dengan hasil penunjukan akal, sehingga ibadah itu benar-benar ditujukan kepada Dzat yang secara fithri patut disembah, Dialah Al-khaliq yang mengatur segala sesuatu, yang (DzatNya) senantiasa diperlukan manusia.<br /><br />Akal manusia memastikan bahwa ibadah hanya dilakukan kepada Al-Khaliq, kerana Dialah yang mempunyai sifat azali (tak berawal dan berakhir) dan wajibul wujud (wajib keberadaannya). Manusia tidak boleh melakukan ibadah kepada selain Al-Khaliq. Dialah yang telah menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan ini, Yang memiliki sifat-sifat sempurna secara mutlaq. Jika seseorang telah meyakini keberadaanNya, maka ia akan mengharuskan dirinya untuk menyembah dan melakukan ibadah kepadaNya semata.<br /><br />Adanya pengakuan bahwa Dia adalah Al-Khaliq, baik secara fithri ataupun aqliy, mengharuskan seseorang yang mengakuinya untuk beribadah kepadaNya. Sebab, ibadah adalah suatu bentuk manifestasi perasaannya terhadap keberadaan Al-Khaliq. Ibadah merupakan bentuk manifestasi rasa syukur tertinggi yang wajib dilakukan oleh makhluk kepada Dzat yang telah memberinya nikmat penciptaan dan pengadaan. Fithrah manusia dan akal manusia mengharuskan adanya ibadah. Sedangkan akal memastikan bahwa yang berhak disembah, disyukuri, dan dipuji adalah Al Khaliq, bukan selainNya (makhluk). Oleh kerana itu kita menyaksikan bahwa orang-orang yang pasrah (menyerahkan diri) hanya kepada wijdan saja sebagai bentuk manisfestasi taqdisnya tanpa menggunakan akalnya, mereka terjerumus dalam kesesatan sehingga menyembah banyak sesembahan, disamping pengakuannya terhadap wujud Al-Khaliq yang Wajibul Wujud dan bersifat tunggal (Esa). Akan tetapi ketika membangkitkan manifestasi gharizah tadayyun, mereka mensucikan yang lain. Mereka melakukan ibadah kepada Al Khaliq, tetapi juga sekaligus kepada makhluk-makhlukNya baik dengan anggapan sebagai Tuhan yang layak disembah atau menyangka bahwa Al Khaliq menitis pada suatu benda, ataupun menganggap Al Khaliq akan ridla apabila dilakukan taqarrub kepadaNya melalui penyembahan kepada benda-benda tersebut.<br /><br />Fithrah manusia telah memastikan adanya Al-Khaliq. Tetapi manisfestasi taqdis yang harus dilakukan tatkala muncul sesuatu yang menggerakkan rasa keberagamaannya akan menyebabkan taqdis terhadap apa saja yang dianggapnya layak untuk disembah. Mungkin sesuatu itu dianggap sebagai Al-Khaliq, atau yang disangkanya sebagai Al-Khaliq akan ridla dengan tindakannya itu, atau dianggap Al-Khaliq menitis/menjelma pada benda yang ia sembah, disamping Al Khaliq Yang Maha Esa.<br /><br />Oleh kerana itu, adanya persangkaan banyaknya tuhan yang disembah dialihkan kepada dzat yang disembah, bukan terhadap ada atau tidaknya Al-Khaliq. Maka penolakan terhadap adanya banyak tuhan yang disembah harus dijadikan sebagai penolakan dzat yang disembah (selain Allah), mengharuskan dan menjadikan ibadah semata-mata kepada al-Khaliq yang azali dan wajibul wujud.<br /><br />Berdasarkan hal ini Islam datang sebagai landasan (hidup) bagi seluruh manusia. Islam menyatakan bahwa ibadah hanyalah dilakukan terhadap dzat yang wajibul wujud. Dialah Allah SWT. Islam telah menjelaskan secara rinci tentang semua itu melalui dorongan aqal secara jelas. Islam melontarkan pertanyaan tentang sesuatu yang wajib disembah. Merekapun menjawab, bahwa Dia adalah Allah. Mereka sendiri yang menetapkan buktinya. Allah SWT berfirman:<br /><br />"Katakanlah, kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab: 'Kepunyaan Allah'. maka apakah kamu tidak ingat ? Katakanlah: "Siapakah yang mempunyai langit yang tujuh dan yang mempunyai Arsy yang agung?'. Mereka akan menjawab; 'Kepunyaan Allah'. Katakanlah:'Maka apakah kamu tidak bertaqwa?'Katakanlah :'Siapakah yang ditanga-nNya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang dia melindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?'Mereka akan menjawab: 'kepunyaan Allah'. Maka dari jalan manakah kamu ditipu? Sebenarnya kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan lain besertaNya. Kalau ada tuhan lain besertaNya masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakan-Nya,dan sebagian tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lainnya."<br /><br />(QS Al Mu'minuun: 84-91)<br /><br />Dengan pengakuan bahwasanya Allah pencipta segala sesuatu, ditangan-Nyalah terletak kekuasaan atas segala sesuatu maka mereka pun telah mengharuskan diri mereka sendiri untuk beribadah kepada Allah semata. Sebab sesuai dengan pengakuan mereka ini, hanya Dialah (Allah) yang berhak disembah. Dalam banyak ayat lainnya dijelaskan, bahwa selain Allah, tidak dapat berbuat apapun yang dapat menjadikannya layak disembah sebagaimana ayat-ayat yang dibawah ini:<br /><br />"Katakanlah, tunjukkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup mata hatimu. Siapakah tuhan selain Allah yang mampu mengembalikan kepadamu?" (QS Al An'aam: 46)<br /><br />"Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah?" (QS Ath-Thuur: 43)<br /><br />"(Dan) Tuhanmu adalah yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS Al Baqarah: 163)<br /><br />"Tidak ada Tuhan selain Dia (Allah)." (QS Al-Baqarah: 255).<br /><br />"(Dan) sekali-kali tidak ada Tuhan selain Allah, yang Maha Esa dan Maha Mengalahkan" (QS Shaad: 65)<br /><br />"Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan yang Maha Esa (Allah)" (QS Al Maidah: 73)<br /><br />Semua ayat di atas menunjukkan tidak ada yang berhak disembah, kecuali Dzat yang wajibul wujud. Dialah Allah yang Maha Esa.<br /><br />Islam datang dengan ajaran "Tauhidul ibadah" terhadap Dzat yang wajibul wujud, yang secara aqliyah maupun fitri, telah ditetapkan keberadaanNya. Banyak ayat-ayat Al Qur'an memberi petunjuk yang gamblang, yang menolak adanya banyak sesembahan .<br /><br />"Ilaah", menurut arti bahasa, tidak memiliki arti lain, kecuali "Yang disembah" (Al Ma'buud). Dan secara syar'i tidak ditemukan adanya arti lain, selain arti itu. Maka arti "laa ilaaha", baik secara lughawi atau syar'iy, adalah "laa ma'buuda". Dan "illallah", secara lughawi ataupun syar'iy, artinya adalah Dzat yang wajibul wujud, yaitu Allah SWT.<br /><br />Berdasarkan hal ini, makna dari syahadat pertama dalam Islam, bukanlah kesaksian atas ke-Esaan Al-Khaliq semata, sebagaimana anggapan kebanyakan orang. Tetapi arti yang dimaksud dalam syahadat tersebut adalah adanya kesaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, yang memiliki sifat wajibul wujud, sehingga peribadahan dan taqdis semata-mata hanya untukNya. Dan secara pasti menolak serta menyingkirkan segala bentuk ibadah kepada selain Allah SWT.<br /><br />Jadi, pengakuan terhadap adanya Allah, tidaklah cukup sekadar pengakuan tentang ke-Esaan Al-Khaliq, tetapi harus disertai adanya pengakuan terhadap ke-Esaan. Sebab, arti "laa ilaaha illallah" adalah "laa ma'buuda illallaahu". Oleh kerana itu, syahadat seorang muslim, yaitu bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, mewajibkan kepada dirinya untuk melakukan ibadah hanya kepada Allah, dan membatasi ibadahnya semata-mata kepada Allah saja, sehingga arti tauhid di sini adalah "Tauhidut taqdis" terhadap Al-Khaliq, yakni "Tauhidul ibadah" kepada Allah Yang Maha Esa.AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-4404538489999387992009-10-21T20:04:00.000-07:002009-10-21T20:44:35.639-07:00SIS – TUNGGULAH KEADILAN ALLAH KE ATAS KAMU![SN191] Sehingga kini, hukuman ke atas Kartika, model yang mengaku salah meminum arak dan dijatuhkan hukuman enam kali sebatan oleh Mahkamah Syariah Pahang, masih belum dilaksanakan. Kartika yang mengaku telah insaf dan redha disebat masih tidak berganjak dari pendiriannya. Namun ada pihak lain yang terpekik terlolong ingin membela nasib Kartika kerana hukuman sebat tersebut yang dikatakan zalim ke atas wanita. Siapa lagi kalau bukan Sisters in Islam (SIS) dan sekutu-sekutu mereka dari aliran liberalisme? Dari mula kes ini diputuskan lagi, SIS telah berkokok di sana sini kerana tidak berpuas hati dengan keputusan Mahkamah hingga mereka akhirnya memfailkan satu permohonan semakan kehakiman untuk mendapatkan perintah penggantungan atau pindaan atau pembatalan terhadap pelaksanaan hukuman sebat ke atas Kartika. <br /><br />Tidak cukup dengan itu, satu perisytiharan bersama telah dikeluarkan oleh Kumpulan Tindakan Bersama untuk Persamaan Jantina (JAG) yang terdiri daripada SIS, Persatuan Kesedaran Komuniti Selangor (EMPOWER), Women's Aid Organisation (WAO), All Women's Action Society (AWAM) and Women’s Centre for Change, Penang (WCC); Suara Rakyat Malaysia (SUARAM); dan Persatuan Kebangsaan Hak Asasi Malaysia (HAKAM) [http://www.sistersinislam.org.my/index.php?option=com_content&task=view&id=972&Itemid=1]. Dari kenyataan bersama ini, tidak ada lain yang terzahir darinya kecuali wajah hodoh SIS dan golongan liberal yang semakin terselak dengan menampakkan segala kudis dan kurapnya. <br /><br />Dalam menangani isu Kartika ini, sebagai Muslim kita hendaklah sedar bahawa hukuman 6 sebatan yang dijatuhkan oleh mahkamah syariah bukanlah hukum Islam. Sememangnya tidak ada apa yang perlu dibanggakan dengan keputusan mahkamah tersebut kerana mahkamah telah jelas-jelas menjatuhkan hukuman sekular berdasarkan enakmen syariah negeri Pahang yang tunduk kepada Perlembagaan Persekutuan. Kedua-duanya merupakan undang-undang buatan manusia yang bercanggah seratus peratus dengan Al-Quran dan Sunnah. Kejahilan dan kekeliruan SIS adalah apabila mereka menganggap bahawa hukuman 6 sebatan itu sebagai hukuman syariah. Ini jelas dari kenyataan mereka yang berbunyi, <br /><br />“Jika hukuman sebat dilakukan ke atas seorang wanita di bawah undang-undang Syariah, ia akan mewujudkan satu preseden yang buruk di Malaysia - terutama sekali apabila kaum wanita telah dinyatakan dengan jelas - tidak boleh disebat di bawah S289 Kanun Acara Jenayah”. <br /><br />Dari kenyataan ini, sudah terang lagi bersuluh bahawa SIS bukan sahaja menolak hukuman 6 sebatan, malah mereka menolak hukum syariah dan mereka lebih rela berhukum dengan hukum taghut buatan manusia di bawah Kanun Acara Jenayah! Firman Allah SWT, <br /><br />“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Quran) dan kepada apa yang telah diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada taghut, padahal mereka telah diperintahkan mengingkari taghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” [TMQ an-Nisa’ (4):60].<br /><br />Kita semua maklum bahawa hukuman ‘sebat’ (dengan jumlah yang betul) adalah sebahagian dari hudud Allah, namun kita menyaksikan betapa jahil, angkuh dan sombongnya SIS yang langsung tidak mahu hukuman sebat dan hukuman syariah dijatuhkan ke atas wanita. Jika dengan hukuman 6 sebatan tersebut SIS telah pun meracau dan merapu tak tentu hala, apatah lagi jika hukuman Islam sebenar (yakni) 40 atau 80 kali sebatan dijatuhkan? Tentunya SIS akan semakin dirasuk syaitan. Alangkah beraninya SIS menolak hukum Allah! <br /><br />SIS – Rosak Lagi Merosakkan<br /><br />Lebih buruk, dalam kenyataan mereka, SIS dan sekutu-sekutu liberalnya menyatakan bahawa <br /><br />“Sebagai pembela hak asasi manusia, kami berkomited untuk mendapatkan perlakuan yang melindungi hak asasi beliau serta juga mereka yang lain dalam keadaan yang serupa, serta untuk memastikan bahawa tidak terdapat kemerosotan standard hak asasi manusia di Malaysia. Keputusan yang dibuat oleh Kartika boleh dibandingkan dengan keputusan yang dibuat oleh balu beragama Hindu pada masa lampau. Amalan ‘sati’ (kini terlarang di India) di mana balu yang masih hidup dibakar bersama-sama mayat suaminya.” <br /><br />Apakah patut pengakuan dan redha Kartika untuk disebat dibandingkan dengan undang-undang Hindu yang sesat lagi menyesatkan? Secara logiknya SIS yang memperjuangkan hak wanita sepatutnya bersetuju dan memberi sokongan padu kepada Kartika untuk menjalani hukuman tersebut, ini barulah dikatakan membela wanita. Sebaliknya, kita melihat betapa songsangnya SIS yang kononnya ingin membela wanita, namun mereka sendiri telah menafikan hak wanita (Kartika) yang telah rela dirinya dihukum. Dari sini jelas bahawa SIS sebenarnya bukannya membela wanita, jauh sekali menjadi pembela Islam, tetapi sebenarnya SIS adalah pembela hukum kufur! SIS sesungguhnya adalah pembela ‘hak asasi’ yang berasal dari Barat. Hak asasi manusia (human rights) merupakan senjata yang diciptakan oleh kuffar Barat untuk mengelirukan dan menjauhkan umat Islam dari hukum Islam. Dengan adanya konsep ‘hak asasi’, Barat telah berjaya menjadikan ‘standard’ atau pegangan hidup seorang Muslim untuk dinisbahkan kepada hak asasi, bukan lagi dinisbahkan kepada hukum syarak. Betul atau salah sesuatu perbuatan atau hukuman itu hendaklah diukur dengan hak asasi, bukannya dengan Al-Quran dan Sunah. Inilah kehendak Barat dan inilah perjuangan yang dibawa SIS (yakni) meninggikan atau memartabatkan hak asasi manusia dengan meninggalkan Al-Quran dan Sunnah.<br /><br />Lebih jauh, kenyataan media tersebut menyebut <br /><br />“Kami menggesa agar pihak Kerajaan Persekutuan dan Negeri mengkaji semula hukuman sebat sebagai satu bentuk hukuman kerana ia mencabuli prinsip hak asasi manusia antarabangsa yang menganggap hukuman sebat dan bentuk hukuman dera yang lain sebagai kejam, tidak berperikemanusiaan dan perlakuan yang menjatuhkan maruah.” <br /><br />Sekali lagi SIS menggunapakai undang-undang taghut hak asasi manusia antarabangsa sebagai hujah. Sedangkan telah nyata bahawa deklarasi hak asasi manusia yang diasaskan pada tahun 1948 itu adalah sebuah prinsip yang dicipta oleh kuffar Barat. SIS nampaknya telah menjadikan orang-orang kafir (yang mewujudkan deklarasi) sebagai ‘kayu ukur’ dalam menentukan kesesuaian sesuatu hukuman. Di manakah SIS letakkan Al-Quran dan al-Hadis? Butakah SIS bahawa perbuatan meminum minuman syaitan itu sendiri adalah suatu yang tidak bermaruah menurut Islam? ‘Perbuatan’ terkutuk itu tidak pula dipersoalkan oleh SIS (dari segi bermaruah atau tidak), sebaliknya ‘hukuman’ ke atas peminumnya pula yang dipersoalkan. Tidakkah SIS pernah mendengar sepanjang hidup mereka bahawa Allah SWT berfirman, <br /><br />“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” [TMQ al-Ma’idah (5):45].<br /><br />Jadi, siapakah pihak yang kejam di sini? Orang yang ingin berhukum dengan hukum Allah, atau pihak SIS yang ingin berhukum dengan hukum hak asasi manusia antarabangsa? <br /><br />SIS menganggap hukuman sebat sebagai mencabul hak asasi manusia dan tidak berperikemanusiaan. Inilah pendapat SIS yang ‘sefikrah’ dengan orang-orang kafir dalam perjuangan hak asasi manusia. Anehnya SIS tidak pula mempertikaikan atau memperjuangkan penghapusan sebat yang telah lama wujud dalam kes sivil, yang jauh lebih kejam cara pelaksanaannya. Namun, bila hukuman tersebut ada ‘unsur syariah’, maka SIS terus mempertikaikannya. Hati SIS nampaknya benar-benar telah tertutup dari memahami ayat-ayat Allah, <br /><br />“Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, maka sebatlah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali sebatan; dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” [TMQ an-Nur (24):2]. <br /><br />Betapa jauhnya SIS dan sekutu-sekutunya terpesong dari kebenaran. Alangkah sesatnya cara berfikir golongan liberal ini yang menjadikan pemikiran kufur Barat sebagai sandaran hukum dengan mengenepikan nas-nas sahih dari Al-Quran dan Hadis. Sesungguhnya golongan inilah yang disayangi dan dimuliakan oleh Barat, dan menjadi agen mereka dalam usaha mereka untuk menghancurkan Islam. Bertambah malang, apabila para pemimpin sekular tetap membenarkan golongan ini bergerak di dalam masyarakat, malah menyokong serta memberi bantuan kepada pergerakan ini. <br /><br />SIS Penyokong Sekular<br /><br />Sejarah Islam telah merakamkan berapa ramai pesalah wanita yang mengaku dengan kesalahan yang mereka lakukan dan redha dengan hukuman sebat ke atas mereka. Hal ini menunjukkan ketundukan mereka kepada hukum Allah dan kesedaran mereka akan azab Allah di Akhirat. Kes perempuan Ghamidiyyah sebagai contoh, demi untuk meraih keredhaan Allah SWT dan kebahagiaan di akhirat, Ghamidiyyah telah mengakui perzinaannya dan bersedia untuk dihukum. Beliau mendatangi Rasulullah SAW untuk disucikan (dari dosa) dengan meminta Rasulullah menjalankan hukuman rejam ke atasnya yang telah berzina. Ghamidiyyah kemudian direjam hingga mati. Rasulullah SAW seterusnya bersabda, <br /><br />“Sungguh dia telah bertaubat, seandainya dibahagi (taubatnya) antara 70 penduduk Madinah, sungguh akan mencakup semuanya.” <br /><br />Seorang Muslimah yang sedar dan takut akan azab Allah di Akhirat, akan pasti meminta agar Negara menjatuhkan hukuman Allah ke atas kesalahan mereka semasa di dunia agar seksa akhirat bagi mereka gugur, sebagaimana permintaan Ghamidiyyah kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, sucikanlah aku!” Mereka mengakui kesalahan yang mereka lakukan dan mahu dihukum menurut hukum Allah sehingga mereka terlepas dari azab Allah di Akhirat. Mereka rela menanggung sakitnya had Allah di dunia, kerana takut akan azab Allah yang lebih berat menanti di Akhirat. Inilah sifat seorang Muslimah yang beriman kepada Allah, tidak sebagaimana SIS yang bukan sahaja tidak redha dengan hukuman syariah, malah menentangnya habis-habisan dan ingin diganti dengan hukum kufur buatan manusia! Masya Allah!<br /><br />Kita mengingatkan SIS dengan Firman Allah, <br /><br />“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Wahai Muhammad) hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [TMQ An Nisa’ (4):65]. <br /><br />Kita wajib yakin bahawa hukuman yang wajib dijalankan ke atas Kartika adalah had Allah, sama ada 40 atau 80 kali sebatan. Dan hudud Allah sama sekali tidak boleh diubah, dipinda atau dihapuskan. Hudud adalah hak Allah dan wajib dijalankan biarpun golongan kafir, munafik, golongan liberal dan sekular membencinya sekalipun. Berdasarkan ayat ini, jika seseorang itu menolak hukum Allah dan Rasul, serta tidak pasrah/redha kepadanya, maka tidak ada lagi keimanan dalam diri seseorang itu. <br /><br />Selain mendedahkan kesongsangan pemikiran SIS, kami juga ingin mengingatkan kepada golongan wanita mahupun lelaki mahupun gerakan Islam yang bersetuju dan menyokong Kartika untuk menjalani hukuman 6 sebatan, sedarlah bahawa hukuman 6 sebatan yang akan dijalani oleh Kartika itu bukanlah hukuman Islam dan kita tidak boleh bersetuju dengannya. Kita sewajibnya bersetuju jika hukuman yang dijatuhkan adalah benar-benar hukuman hudud yakni sama ada 40 atau 80 kali sebatan. Sekiranya kalian adalah golongan yang ingin memperjuangkan hukum Allah, janganlah berjuang di jalan yang keliru. Dalam kalian memperjuangkan hukum Allah, janganlah terjerumus dengan tindakan atau kelakuan yang sama seperti mana golongan liberal/sekular yang membelakangkan undang-undang Allah dan Rasul. Dalam pada kita tidak bersetuju dengan SIS yang menolak hukum syariah, janganlah pula kita terkeliru dan bersetuju dengan hukuman 6 sebatan yang hakikatnya juga bukan hukum syariah. Sesungguhnya hukuman 6 sebatan yang dijatuhkan oleh mahkamah juga adalah hasil produk sekularisme. Hukuman itu bukannya datang dari Quran dan Sunnah, tetapi hasil produk pembuatan undang-undang di Parlimen di bawah sistem demokrasi yang membenarkan manusia membuat undang-undang dengan suara majoriti. <br /><br />Allah Azza wa Jalla mengingatkan kita, <br /><br />“Dan tidaklah patut bagi lelaki yang mukmin dan tidak (pula) perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata” [TMQ al-Ahzab (33):36]. <br /><br />Ingatlah wahai kaum Muslimin bahawa menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah semata-mata. Manusia, baik lelaki mahupun wanita tidak ada hak untuk memilih hukumnya sendiri. Siapakah SIS yang ingin mempersoalkan hukum Allah? Malah lebih hina, SIS sanggup mengatakan undang-undang syariah sebagai kejam, tidak berperikemanusiaan dan tidak bermaruah. Alangkah dahsyatnya pemikiran sekular yang ada pada SIS sehingga ke tahap mereka ingin merubah hukum Allah. Sesungguhnya SIS bukanlah pembela wanita, sebaliknya pembela hawa nafsu yang mahu menundukkan Islam mengikut kehendak mereka. Demi Allah! SIS sebenarnya bukanlah pembela Islam, sebaliknya mereka adalah pembelot Islam. SIS langsung tidak layak untuk digelar Sisters In Islam, namun selayaknya mereka digelar Sisters In Secularism!<br /><br />Khatimah<br /><br />Wahai Sisters In Secularism! Tidak pernahkah kamu takut dan bertaubat kepada Allah, yang menciptakan kamu dari tidak ada kepada ada, dari setitis air mani kemudian menjadi segumpal daging dan kemudian Allah meniupkan ruh (ciptaan)Nya kepada kamu dan dengan ruh itu kamu hidup. Setelah itu kamu dilahirkan ke dunia melalui rahim ibu-ibu kamu. Allah membesarkan kamu dan memberi rezeki kepada kamu. Dan Allah mengurniakan akal kepada kamu yang tidak dikurniakanNya kepada binatang. Namun, akal itu kamu gunakan untuk mempertikaikan dan merubah hukum Allah, bukan untuk memahaminya dan menerapkannya. Tidak takutkah kamu kepada Allah, Zat Yang Maha Kuasa yang akan merentap nyawa kamu dalam masa sesaat sahaja. Kemudian kamu akan ditelan bumi dan Allah akan bangkitkan semula kamu untuk disoal dari segala perbuatan yang telah kamu lakukan di dunia ini. Pada hari itu, hanya Allah sahajalah yang berkuasa mengampuni segala dosa-dosa kamu, jika Dia menghendakinya. Dan pada hari itu Allah jualah yang pasti akan mengazab kamu, jika Dia menghendakinya. Maka, tunggulah keadilan Allah ke atas kamu pada hari itu..<br /><br /><br /><br />Diambil dari : www.mykhilafah.comAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-62778584406286125632009-10-20T02:01:00.000-07:002009-10-20T02:03:21.569-07:00Pemikiran Islam liberal di luar landasan akidahOleh Mohd Aizam Mas’ud
<br />MUNGKIN sebahagian umat Islam masih belum sedar bahawa Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Agama Islam Malaysia yang bersidang pada 25 hingga 27 Julai tahun lalu memutuskan pemikiran Islam liberal adalah sesat dan menyeleweng daripada syariat Islam.
<br />
<br />Bagi sesetengah umat Islam di negara ini, fatwa pengharaman Islam liberal kurang diketahui berikutan pengumuman dibuat serentak dengan fatwa pengharaman botox. Tidak dinafikan fatwa botox mendapat publisiti meluas di kalangan media cetak dan elektronik arus perdana.
<br />
<br />Tambahan, botox agak sinonim dengan kehidupan golongan artis atau selebriti kegilaan ramai sekali gus menenggelamkan fatwa Islam liberal akibat terkesan dengan populariti isu botox yang hampir mendapat tempat di hati masyarakat.
<br />
<br />Apa yang menarik, pengharaman botox oleh Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan (JKF) mendapat reaksi positif sehingga jarang terdengar pihak yang mempertikai mahupun menolaknya.
<br />
<br />Berlainan maklum balas diberikan kepada fatwa pengharaman Islam liberal. Ada suara segelintir umat Islam mempersoalkan kewajarannya atas dasar ia suatu bentuk pemikiran yang tempatnya di dalam kotak akal manusia.
<br />
<br />Akal pula adalah sesuatu berbentuk rohani yang tidak boleh ditangkap atau dipenjarakan. Maka, apakah kewajarannya JKF bertindak sedemikian?
<br />
<br />Dalam memahami kewajaran fatwa itu, amat tepat jika umat Islam menyorot kembali kemasukan unsur falsafah serta budaya klasik Greek dan Parsi yang pernah berlaku suatu ketika dulu.
<br />
<br />Bahananya, idealisme sesat yang dulu terpendam oleh kekuatan zaman keemasan akhirnya muncul dan terus menjalar menembusi pemikiran umat Islam ketika itu.
<br />
<br />Antara golongan paling jelas terpengaruh dengan aliran itu adalah puak Muktazilah. Mereka memiliki gagasan pemikiran berteraskan keutamaan akal dan mensekunderkan teks al-Quran dan hadis. Ini ditambah dengan kepesatan ahli falsafah Islam yang mentafsirkan nusus agama mengikut pendekatan akal dan falsafah.
<br />
<br />Sebelum itu juga, wujud aliran pemikiran kalam atau teologi Islam yang jelas terpesong daripada manhaj sebenar akidah Islam seperti Khawarij, Murji’ah, Jabariyah, Qadariyah dan Syiah.</span>
<br />
<br />Serangan ideologi dan pemikiran sebegini akhirnya melonjakkan sebilangan tokoh ilmuwan Islam pada zaman itu untuk tampil bagi menjelaskan ajaran Islam sebenar.
<br />
<br />Lantaran itu lahirlah nama besar seperti Imam Abu Hanifah. Beliau menulis kitab al-Fiqh al-Akbar dan juga risalah al-Bahth `ala al-Istita’ah Ma’a al-Fi’il.Kedua-dua karya berkenaan mengkritik penyelewengan fahaman Qadariyah dalam usaha menyatakan kebenaran ajaran Ahli Sunnah.
<br />
<br />Imam Syafie pula menulis sebuah risalah bertajuk Tashih al-Nubuwwah wa al-Radd `ala al-Barahimah dan Risalah al-Radd `ala Ahl al-Ahwa. Daripada tajuk itu jelas menampakkan usaha beliau memperbetulkan dan menolak kebatilan ajaran yang berasaskan Brahminisme dan pengikut hawa nafsu.
<br />
<br />Begitu juga Imam Malik bin Anas yang menyertai banyak perdebatan bagi mempertahankan ajaran Ahli Sunah. Antaranya ungkapan beliau mengenai pengertian istiwak (bersemayam).
<br />
<br />Imam Malik menjawab: “Istiwak itu dimaklumi, caranya tidak boleh diimaginasi oleh akal, mengimaninya wajib, bertanya mengenainya tidak boleh (bidaah).
<br />
<br />Tidak ketinggalan juga Imam Ahmad bin Hanbal menamakan bukunya Risalah Ahli Sunah wa al-Jamaah. Kandungan buku ini jelas menghuraikan akidah Ahli Sunnah Waljamaah dan pada masa sama membicarakan pelbagai golongan yang dianggap menyimpang dan menyeleweng daripada pendekatan pemikiran Ahli Sunnah.
<br />
<br />Selain itu, sejarah Islam membuktikan khalifah Islam pernah mengharamkan bahkan bertindak tegas terhadap pembawa fahaman yang menyeleweng daripada akidah Ahli Sunah Waljamaah.
<br />
<br />Sebagai contoh, Ma’bad al-Juhani pengasas mazhab Qadariyyah dihukum bunuh
<br />oleh Khalifah Abdul Malik pada tahun 80 hijrah. Pada zaman itu juga, Imam Hassan al-Basri mengeluarkan fatwa menegah orang ramai menghadiri majlis dipimpin Ma’bad al-Juhani sambil menyifatkan dia seorang yang sesat lagi menyesatkan.
<br />
<br />Seorang lagi pengikut mazhab Qadariyyah yang dihukum mati ialah Ghailan
<br />al-Dimasyqi pada zaman Khalifah Hisham bin Abdul Malik.
<br />
<br />Khalifah Hisham juga menjatuhkan hukuman sama ke atas pembawa mazhab Jabariyyah iaitu Ja’d bin Dirham pada tahun 120 Hijrah. Murid kepada Ja’d bin Dirham, Jaham bin Safwan, juga menerima nasib yang sama apabila dia dijatuhi hukuman bunuh pada zaman Bani Umayyah atas arahan Gabenor Khurasan pada 128 Hijrah.
<br />
<br />Pengharaman buku atau kitab, sememangnya tidak berlaku pada zaman awal penulisan atau pengarangan kitab memandangkan ia tidak begitu relevan untuk dilakukan oleh pemerintah. Ini kerana pada zaman itu belum ada sebarang bentuk teknologi percetakan tetapi yang wujud hanya penulisan berbentuk penyalinan dengan tulisan tangan.
<br />
<br />Hal ini menyebabkan pengedaran ilmu melalui kitab terhad berbanding penyebaran ilmu melalui majlis menadah kitab (talaqqi). Oleh itu, tidak timbul soal pengharaman buku atau kitab pada zaman Rasulullah SAW, sahabat mahupun pada zaman Khalifah Bani Umayyah dan
<br />Khalifah Bani Abbasiyyah memandangkan tiada keperluan berbuat demikian oleh pemerintah.
<br />
<br />Namun pada zaman ini, menjadi suatu kebiasaan bagi institusi agama mempunyai kuasa mengeluarkan arahan pengharaman buku tertentu demi menjaga kesucian pemikiran umat Islam.
<br />
<br />Institut Kajian Islam Universiti al-Azhar yang dipimpin Syeikh al-Azhar sendiri banyak kali mengeluarkan keputusan rasmi mengenai pengharaman kitab tertentu yang dilihat membahayakan akidah Islam di samping boleh memecahbelahkan umat Islam.
<br />
<br />Hakikatnya, keputusan fatwa pengharaman Islam Liberal oleh JKF adalah lambang kepada fungsi dimainkan kerajaan sebagai pemerintah Islam yang diamanahkan untuk menjalankan amar makruf dan nahi mungkar.
<br />
<br />Justeru, semua pihak perlu menerima keputusan yang dibuat oleh kerajaan demi kepentingan akidah masing-masing. Islam adalah agama sempurna dan berlandaskan ajaran yang diturun melalui al-Quran, hadis dan sunnah Rasul. Tidak wujud sama sekali ajaran lain selain yang diwahyukan oleh Allah.
<br />
<br />Bagi golongan pemerintah Islam, mereka bertindak berasaskan konsep siyasah syar’iyyah iaitu demi menjamin kesucian agama di samping membangunkan urusan dunia.
<br />
<br />Melalui konsep itu, pengharaman pemikiran tertentu adalah satu cara digunakan pemerintah demi menyekat jalan yang boleh merosakkan akidah dan pemikiran umat Islam.
<br />
<br />Memang diakui pemikiran adalah hak asasi setiap individu yang berakal dan tidak boleh disentuh atau diusik. Namun bukankah dengan pemikiran lahirnya segala tingkah laku dan amal perbuatan. Jika tidak, masakan Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:
<br />“Sesungguhnya setiap amalan itu dengan niat”.
<br />
<br />Oleh kerana itulah Islam sejak awal menolak setiap pemikiran atau niat yang menyeleweng. Umat Islam perlu berwaspada dengan golongan yang memesongkan akidah melalui pelbagai label pada masa ini.
<br />
<br />Penulis adalah anggota Panel Penulis Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim)
<br />
<br />AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-47491599243648388332009-10-19T21:57:00.000-07:002009-10-21T20:44:35.640-07:00Komitmen 1Malaysia Komitmen SekularismeIPOH 18 Okt. – Gagasan 1Malaysia merupakan konsep unik yang perlu diterima oleh semua pihak di negara ini sebagai lambang komitmen dan usaha sepadu rakyat demi mencapai yang terbaik untuk negara. Perdana Menteri, Datuk Seri Najib Tun Razak berkata, ia sangat berbeza dengan konsep satu negara yang diamalkan di negara lain kerana mengutamakan keadilan sosial buat semua kaum dan penduduknya. ‘‘Simbol 1Malaysia merupakan jenama hebat yang perlu disayangi oleh rakyat. Simbol itu sangat unik kerana menggunakan nombor 1 yang dimasukkan dengan bendera Malaysia. ‘‘Nombor 1 juga merupakan angka terbesar sekali yang bermakna kita mahu melakukan dan memberi komitmen terbaik untuk negara. Inilah asas kita dan perjalanan kita masih lagi jauh kerana perjuangan membina negara tidak boleh berhenti,” katanya. <br /><br />Beliau menyatakan demikian di hadapan hampir 50,000 rakyat negeri Perak pada majlis pelancaran Gagasan 1Malaysia di Stadium Perak di sini malam ini. Program berkenaan dihadiri isteri Perdana Menteri, Datin Seri Rosmah Mansor; Timbalan Perdana Menteri, Tan Sri Muhyiddin Yassin; Menteri Besar, Datuk Seri Dr. Zambry Abd. Kadir; menteri-menteri Kabinet serta para pemimpin kerajaan negeri. Perak merupakan negeri pertama yang dipilih Perdana Menteri untuk melancarkan Gagasan 1Malaysia dan selepas ini akan dituruti oleh negeri-negeri lain. Menurut Najib, Gagasan 1Malaysia sebenarnya bermula sewaktu semua kaum di negara ini sebagai satu keluarga menuntut kemerdekaan tanah air daripada British. Jelas beliau, sebelum itu, semua kaum memainkan peranan demi keselamatan, keharmonian dan kemakmuran tanah air dalam menentang pengganas Komunis, mengerjakan lombong serta ladang-ladang. Justeru, kata beliau, sudah sampai masanya negara mengiktiraf sumbangan semua kaum Melayu, Cina, India dan lain-lain dengan Gagasan 1Malaysia, Rakyat Didahulukan, Pencapaian Diutamakan. Kata Najib, ia bukan bermakna kerajaan mahu mengambil hak kaum tertentu khususnya orang Melayu kerana hak tersebut telah terjamin di dalam Perlembagaan Negara. ‘‘Gagasan 1Malaysia akan dilaksanakan <br />berlandaskan Perlembagaan Negara serta permuafakatan antara kaum kerana dengan itu sahaja membolehkan kerajaan berlaku adil kepada semua sejajar dengan tuntutan agama Islam. ‘‘Kerajaan pimpinan saya adalah untuk semua rakyat Malaysia, begitu juga Timbalan Perdana Menteri dan Menteri Besar Perak. Inilah keunikan dan keindahan Malaysia,” katanya. ‘‘Bila berurusan dengan negara China kita tahu budaya mereka, bila berurusan dengan India, kita kenal budaya mereka, begitu juga negara kepulauan Melayu atau Arab. ‘‘Akhirnya, 1Malaysia akan menjadi nilai ekonomi negara yang hebat kerana negara ini mempunyai perpaduan kaum yang cukup kuat,” katanya. Katanya lagi, 1Malaysia bukan sahaja menjadi asas kekuatan negara malah boleh diterjemahkan dalam pelbagai bidang seperti kejayaan dalam dunia sukan, sosial dan perniagaan di peringkat antarabangsa.<br /><br />Diambil dari : www:mykhilafah.com<br /><br />Sumber: Utusan Malaysia 18/10/09<br /><br />Gagasan 1Malaysia…Lambang Komitmen Rakyat…..Untuk Terus Kekal Sebagai Negara Sekular?<br /><br />Ada benarnya kata pepatah, sekali bah melanda sekali pantai berubah. Jika sebelum ini slogan sihir PM yang terdahulu adalah laungan Islam Hadhari dan “Cemerlang, Gemilang, Terbilang”. Kini slogan sihir itu sirna dengan laungan “1Malaysia”. Amat malang apabila rakyat begitu mudah diubah dan berubah hanya dengan slogan-slogan yang dipropagandakan. Najib nampaknya bersungguh-sungguh turun padang untuk mengumandangkan slogan sihir 1Malaysia ciptaannya bagi memastikan sokongan rakyat terus berpihak kepada kerajaan sekular yang sedia ada. Perak dijadikan lokasi pertama untuk mempropagandakan seruan 1Malaysia. Ini mungkin kerana senario politik Perak yang masih tidak stabil, memberikan suasana yang selesa bagi UMNO untuk memulakan ‘roadshow’ 1Malaysianya di sana. Apa yang pasti, ‘roadshow’ propaganda ini akan menelan belanja yang cukup besar. Alangkah baiknya jika peruntukan untuk menjayakan majlis seumpama itu digunakan secara langsung membantu rakyat yang benar-benar memerlukan pembelaan dari negara? Apa sebenarnya kekuatan dan kelebihan idea 1Malaysia jika para pemimpin umat Islam yang berkuasa saat ini terus berdiri kukuh mempertahankan sistem kufur peninggalan penjajah? Hakikatnya, propaganda seperti ini adalah tidak lain merupakan agenda untuk meneruskan sistem kufur penjajah yang telah wujud sejak kemerdekaan sehinggalah ke hari ini. Asasnya tetap kekal sama - sekular – yang berubah hanya penampilannya. <br /><br />Wahai umat Islam! Kamu wajib bangkit untuk memuhasabah para pemerintah yang berkuasa saat ini agar mereka menerapkan Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bukannya terpesona dan terpedaya dengan slogan-slogan sekular seumpama ini. Kamu tidak sepatutnya hanya menerima mentah-mentah apa yang dilakukan oleh para pemimpin ini, tanpa menimbangnya dengan ukuran syara’. Secara sedar mahupun tidak, tindakan para pemimpin ini sebenarnya adalah merupakan langkah kesinambungan perjalanan mata rantai yang menyuburkan kehidupan Kapitalisme yang diterapkan oleh penjajah sebelum dari ini. <br /><br />Wahai umat Islam! Apakah kita akan terus membiarkan idea-idea sekular ini berkuasa menjauhkan kehidupan dari naungan Islam sedangkan mengembalikan kehidupan Islam wajib diperjuangkan oleh umat Islam dan para pemimpin mereka yang berkuasa saat ini? Hanya dengan Islam sahajalah rahmat itu akan tersebar ke seluruh alam termasuklah bagi yang bukan beragama Islam. Firman Alllah SWT :<br /><br />“Dan tiadalah Kami mengutuskan engkau (wahai Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam”. [TMQ al-Anbiyaa’ (21) : 107].AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-29004598851291150862009-10-19T19:08:00.000-07:002009-10-21T20:44:35.640-07:00SN190 - HUKUM KONGSIRAYA[SN190] Aura ‘Idulfitri masih lagi dapat dirasakan dalam bulan Syawal 1430H ini. Sudah menjadi kebiasaan di Malaysia di mana ‘rumah terbuka’ menjadi salah satu acara yang mewarnai kemeriahan Syawal, dari awal bulan sampailah ke penghujungnya. Apa yang menjadikan Syawal ‘luar biasa’ di Malaysia ini adalah fenomena yang muncul semenjak terjadinya tarikh perayaan serentak tiga kaum yang terbesar di negara ini. Akibat tindakan sang pemimpin, maka muncullah konsep kongsiraya yang tak pernah dikenal oleh umat Islam sebelum ini. Istilah gongxiraya dan deeparaya menjadi buah tutur masyarakat. Konsep ‘rumah terbuka Malaysia’ diperkenalkan secara besar-besaran di mana setiap kaum diseru meraikan perayaan bersama-sama.<br /><br />Hasilnya, segelintir umat Islam mula menyambut dan meraikan perayaan Tahun Baru Cina, Deepavali, Krismas dan lain-lain lagi bersama-sama. Kemalasan dan kejahilan umat Islam di dalam mengkaji dan memahami hukum syarak telah menyaksikan saban tahun mereka bercampur dengan golongan kuffar dalam meraikan kongsiraya. Toleransi dan perpaduan menjadi alasan utama golongan ini bagi menjustifikasikan perbuatan mereka. Sang pemerintah pula tidak habis-habis mengeluarkan fatwa bahawa sesiapa sahaja dari umat Islam yang ‘menentang’ amalan kongsiraya ini, maka mereka akan termasuk ke dalam golongan ‘ekstremis agama’. Ternyata, fatwa hebat ini telah berjaya menakutkan sesetengah golongan rakyat manakala sesetengah golongan lagi menelannya bulat-bulat.<br /> <br />Keadaan semakin parah dan bertambah celaru apabila ada sejumlah ’ulama’ atau ’tokoh Islam’ yang turut terlibat di dalamnya, malah mereka ‘mensahkan’ sambutan kongsiraya tersebut dengan pelbagai dalil dan dalih yang telah disimpang-siurkan sedemikian rupa. Kebelakangan ini, parti politik Islam pun tidak terkecuali mengadakan majlis terbuka bagi meraikan perayaan tiga kaum/agama ini serentak, walhal dulu mereka menentang amalan ini habis-habisan kerana bertentangan dengan hukum syarak. Natijah dari semua ini, walaupun tarikh raya tiga kaum di Malaysia kini sudah tidak lagi sama, namun konsep ‘kongsiraya’ masih tetap di amalkan kerana kejahilan yang masih membelit umat Islam. Yang lebih memualkan, ia di adakan bukan atas dasar kejahilan, namun untuk meraih maslahat politik (political milage) tertentu darinya. Halal dan haram sudah dicampak ke tepi oleh mereka dan maslahat politik telah menjadi satu-satunya tolok ukur. Nampaknya gagasan liberalisme dan pluralisme di bawah konsep 1Malaysia yang diperkenalkan Perdana Menteri telah berjaya merasuk pemimpin parti Islam. Sautun Nahdhah kali ini akan mengungkap kepincangan dalam persepsi dan penerimaan kaum Muslimin terhadap perayaan dan upacara keagamaan kaum kuffar serta memberikan pandangan Islam dalam permasalahan ini. Semoga hidayah Allah tercurah ke atas mereka yang ingin kembali ke jalan yang benar.<br /><br />Hukum Meraikan Perayaan Kufur<br /><br />Pada dasarnya, Islam telah melarang kaum Muslimin melibatkan diri di dalam perayaan orang-orang kafir, apa pun bentuknya. Melibatkan diri di sini mencakupi aktiviti mengucapkan selamat, hadir ke rumah mereka, hadir di majlis-majlis terbuka anjuran mereka, menganjurkan perayaan untuk mereka (ini lebih buruk), hadir di jalan-jalan untuk menyaksikan atau melihat perayaan orang kafir, mengirim kad selamat, memberikan hadiah kepada mereka dan sebagainya. Maksud ‘perayaan’ orang kafir di sini mencakup seluruh perayaan hari raya, perayaan hari suci mereka dan semua hal yang berkaitan dengan hari yang disambut oleh orang-orang kafir yang ada hubung kait dengan akidah dan kepercayaan mereka, baik kafir musyrik mahupun kafir ahlul kitab. Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah SWT, <br /><br />“Dan mereka (yang diredhai Allah itu ialah orang-orang) yang tidak menghadiri (la yash-haduna) tempat-tempat yang melakukan perkara-perkara yang dilarang (al-zur), dan apabila mereka melewati (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (sahaja) dengan menjaga kehormatan dirinya” [TMQ al-Furqan (25):72].<br /><br />Menurut sebahagian besar Mufassirin, kata al-zur (kepalsuan) dalam ayat ini adalah bermakna syirik [Imam al-Syaukani, Fath al-Qadir, juz 4, hal. 89]. Beberapa Mufassirin seperti Abu ‘Aliyah, Thawus, Muhammad bin Sirrin, al-Dhahhak dan al-Rabi’ bin Anas menjelaskan makna al-zur di sini adalah hari raya kaum Musyrikin. Lebih luas, Amru bin Qays mentafsirkannya sebagai majlis-majlis yang buruk dan kotor [Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 3, hal. 1346]. Sedangkan kata la yash-haduna, menurut jumhur ulama bermakna la yahdhuruna al-zur, maksudnya ‘tidak menghadirinya’ [Imam al-Syaukani, Fath al-Qadir, juz 4, hal. 89]. Memang ada yang memahami ayat ini berhubung dengan pemberian kesaksian palsu (syahadah al-zur) yang di dalam Hadis Sahih dikategorikan sebagai dosa besar. Akan tetapi, dari konteks kalimatnya, makna yang lebih tepat adalah la yahdhurunahu (tidak menghadirinya). Ini kerana, dalam sambungan ayat seterusnya disebutkan, <br /><br />“...dan apabila mereka melewati (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (sahaja) dengan menjaga kehormatan dirinya”. <br /><br />Dengan demikian, keseluruhan ayat ini memberikan pengertian bahawa ‘mereka tidak menghadiri al-zur.’ Dan jika mereka melewatinya, maka mereka segera melepasinya, dan tidak mahu terpalit kekotorannya sedikit pun [Tafsir Ibnu Katsir, juz 3, hal. 1346]. Dari ayat ini, ramai fuqaha’ yang menyatakan haramnya menghadiri perayaan/hari raya kaum kafir. Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Kaum Muslimin telah diharamkan untuk merayakan hari raya orang-orang Yahudi dan Nasrani.” Imam al-Amidi dan Qadhi Abu Bakar al-Khalal menyatakan, “Kaum Muslimin dilarang keluar untuk menyaksikan hari raya orang-orang kafir dan musyrik.”. Al-Qadhi Abu Ya’la al-Fara’ berkata, “Kaum Muslimin telah dilarang untuk merayakan hari raya orang-orang kafir atau musyrik”. [Ibnu Tamiyyah, Iqtidha’ al-Sirath al-Mustaqim, hal. 201].<br /><br />Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan, “Sebagaimana mereka (kaum Musyrikin) tidak diperbolehkan menampakkan syiar-syiar mereka, maka tidak diperbolehkan pula bagi kaum Muslimin menyetujui dan membantu mereka menzahirkan syiar itu serta hadir bersama mereka. Demikian menurut kesepakatan ahli ilmu.” Abu al-Qasim al-Thabari mengatakan, “Tidak diperbolehkan bagi kaum Muslimin menghadiri hari raya mereka karena mereka berada dalam kemungkaran dan kedustaan (zawr). Apabila ahli ma’ruf bercampur dengan ahli mungkar, tanpa mengingkari mereka, maka ahli ma’ruf itu adalah sebagaimana halnya orang yang meredhai dan terpengaruh dengan kemungkaran itu. Maka kita takut akan turunnya murka Allah atas jamaah mereka, yang meliputi secara umum. Kita berlindung kepada Allah dari murkaNya”. [Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ahkam Ahl al-Dzimmah, juz 1. hal. 235]. <br /><br />Abdul Malik bin Habib, salah seorang ulama Malikiyyah menyatakan, “Mereka tidak (boleh) dibantu sedikit pun pada hari perayaan mereka. Sebab, tindakan tersebut merupakan penghormatan terhadap kemusyrikan mereka dan membantu kekufuran mereka. Dan seharusnya para penguasa melarang kaum Muslimin melakukan perbuatan tersebut. Ini adalah pendapat Imam Malik dan lainnya. Dan aku tidak mengetahui perselisihan tentang hal itu” [Ibnu Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa, juz 6 hal 110].<br /><br />Pada masa-masa pemerintahan Islam, sejak zaman Rasulullah SAW, kaum Muslimin diharamkan merayakan perayaan Ahlul Kitab dan kaum musyrik. Dari Anas ra bahawa ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, penduduk di sana menyambut perayaan (Mahrajan dan Nairuz) sepertimana kebiasaan kaum Rom dan Parsi. Nabi SAW bertanya: <br /><br />"Apakah dua hari ini?’ Mereka menjawab: ‘Adalah kami di zaman Jahiliyah bermain (berseronok) dalam dua hari ini.’ Sabda Nabi, ‘Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kamu semua dengan hari yang lebih baik dari dua hari tersebut iaitu hari raya al-Adha dan Hari raya al-Fitr." [ HR Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i dan Al-Baghawi].<br /><br />Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khaththab, beliau juga telah melarang kaum Muslimin merayakan hari raya orang-orang kafir. Imam Baihaqi telah menuturkan sebuah riwayat dengan sanad sahih dari Atha’ bin Dinar, bahawa Umar ra pernah berkata, <br /><br />“Janganlah kalian memasuki kaum Musyrik di gereja-gereja pada hari raya mereka. Sesungguhnya murka Allah SWT akan turun kepada mereka pada hari itu.” <br /><br />Umar bin al-Khaththtab ra juga mengatakan,<br /><br />“Jauhilah musuh-musuh Allah pada di hari raya mereka.” <br /><br />Demikianlah, Islam telah melarang umatnya melibatkan diri di dalam perayaan orang-orang kafir, apa sekalipun bentuknya. Ditegaskan sekali di sini bahawa melibatkan diri bermaksud melakukan apa jua aktiviti seperti mengucapkan selamat, hadir ke rumah mereka, hadir di majlis-majlis terbuka anjuran mereka, menganjurkan perayaan untuk mereka (ini lebih buruk), memberikan hadiah kepada mereka dan sebagainya. Dan ‘perayaan’ orang kafir di sini bermaksud seluruh hari raya, perayaan hari suci mereka dan semua hal yang berkaitan dengan hari yang disambut oleh orang-orang kafir yang ada hubung kait dengan akidah dan kepercayaan mereka, baik kafir musyrik mahupun kafir ahlul kitab.<br /><br />Sikap yang sewajibnya dilakukan oleh kaum Muslimin adalah menjelaskan kesesatan mereka dan mengajak mereka kembali ke jalan yang benar (yakni) Islam, bukannya mengucapkan selamat terhadap mereka. Tindakan mengucap selamat atau terlibat di dalam meraikan perayaan kuffar ini bermaksud sikap redha dan cenderung terhadap kemungkaran besar yang mereka lakukan. Padahal Allah SWT mengingatkan, <br /><br />“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” [TMQ Hud (11):113].<br /><br />Ruang Lingkup ajaran Islam<br /><br />Sesungguhnya ajaran Islam meliputi dua perkara penting dalam kehidupan, iaitu ajaran yang bersifat (i) ruhiyah (spiritual) dan ajaran yang bersifat (ii) siyasiyah (pengaturan urusan kehidupan). Ajaran yang bersifat ruhiyah dikaitkan dengan doktrin aqidah Islam itu sendiri serta aspek ibadah khusus, di samping ‘syiar’ Islam yang memiliki nilai ibadahnya sendiri seperti masjid, laungan azan, al-liwa’ (panji hitam bertulis kalimah tauhid) dan lain-lain lagi. Antara syiar Islam termasuklah perayaan kaum Muslimin seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Sejak dulu, syiar Islam ini tidak pernah digabungkan dengan syiar kufur kerana umat Islam faham bahawa hak dan batil haram untuk dicampurkan. Namun kebelakangan ini apabila konsep ‘liberalisasi’ diterapkan ke atas umat Islam, ia berjaya mengubah persepsi secara total hinggakan tiada lagi sempadan yang membezakan soal halal dan haram atau iman dan kufur. Ledakan liberalisasi begitu kuat menerpa umat sehinggakan ‘syiar’ Islam yang berupa Idul Fitri dan Idul Adha telah digabungkan dengan syiar (perayaan) kufur oleh segelintir kaum Muslimin. Walhal Allah SWT dengan jelas berFirman, <br /><br />“Katakanlah kepada orang kafir...bagimu agamamu, dan bagiku agamaku” [TMQ Al-Kafirun (109): 6]. <br /><br />Nas ini, dan beberapa nas yang lain yang telah dijelaskan menunjukkan perbezaan akidah di antara orang-orang Islam dan kafir dan langsung tidak ada ‘gabungan’ dalam masalah agama. Agama kita benar dan agama mereka sesat lagi salah dan bakal menghumban mereka ke neraka Jahanam. Inilah hakikatnya. Islam tidak akan sekali-kali berkompromi dengan kuffar dalam soal aqidah dan syariah biarpun dibenci oleh orang-orang kafir, munafik mahupun musyrik!<br /><br />Ruang lingkup ajaran Islam yang kedua adalah bersifat siyasiyah/politik (mengatur urusan kehidupan) bagi setiap manusia. Allah telah menurunkan peraturan yang lengkap meliputi tatacara hubungan individu dengan dirinya sendiri seperti masalah berpakaian, makanan dan juga akhlak. Manakala terhadap orang-orang non-Muslim, dalam hal makanan, minuman dan pakaian, Islam membenarkan mereka berbuat sesuai dengan agama mereka, namun dalam batas yang diperbolehkan hukum syarak ke atas mereka. Selain merincikan hukum untuk mengatur diri sendiri, Islam juga datang dalam bentuk yang sempurna untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lain (sama ada Muslim dengan Muslim atau Muslim dengan kafir) dalam dua aspek utama, muamalat dan uqubat. Dari keduanya, terbit sistem politik, pemerintahan, ekonomi, pergaulan (antara lelaki dan perempuan), pendidikan dan sebagainya. Aspek hubungan sesama manusia ini merupakan ruangan yang paling luas sekali yang dibincangkan sehingga para cendekiawan Islam meletakkan kedudukannya 90% dari ajaran Islam. <br /><br />Dalam aspek mualamat, umat Islam dibolehkan berinteraksi atau bermuamalat dengan non-Muslim tanpa ada sekatan agama. Sebagai contoh, Rasulullah SAW sendiri pernah mengupah Abdullah bin Uraiqith yang masih musyrik dari Bani Dail untuk menjadi pemandu arah semasa Baginda berhijrah ke Mekah. Rasulullah SAW juga diriwayatkan pernah menggadaikan baju besinya kepada seorang pekedai Yahudi. Saidina Ali pernah berkata: <br /><br />"Aku bekerja untuk seorang perempuan Yahudi dengan upah setiap timba air ditukar dengan sebutir kurma. Kemudian aku ceritakan hal itu kepada Rasulullah dan aku bawakan beberapa butir kurma lalu beliau pun memakan sebahagian kurma tersebut bersamaku." [HR. Al-Bukhari]. <br /><br />Malangnya, sebahagian umat Islam, malah termasuk golongan cendekiawan dan ulama sendiri ‘tidak membenarkan’ kaum Muslimin bermuamalat dengan non-Muslim. Boleh dikatakan saban hari kita mendengar rakan-rakan Muslim kita menegur, memarahi atau tidak berpuas hati apabila saudaranya membeli barangan daripada orang kafir. Malah ada yang mengemukakan nas untuk ‘mengharamkan’ perkara ini berdasarkan alasan bahawa kita wajib tolong-menolong sesama Muslim dan tidak boleh membantu orang kafir khususnya dari segi ekonomi. Alangkah anehnya dengan Muslim sebegini. Mereka menghalang orang lain, dan mereka sendiri juga tidak sanggup atau benci untuk membeli barang dari kedai orang kafir, dan mereka sering bersungut apabila rakan Muslim lainnya bermuamalat dengan orang kafir, namun dalam masa yang sama mereka sanggup pula, malah dengan muka yang begitu manis meraikan perayaan orang-orang kafir. Bahkan ada yang sanggup ‘menganjurkan’ perayaan untuk orang kafir. Perkara yang jelas halal (jual beli dengan orang kafir) mereka ‘haramkan’ manakala perkara yang jelas haram (meraikan perayaan orang kafir) mereka ‘halalkan’. Betapa jauhnya mereka terpesong dari kebenaran! <br /><br />Khatimah<br /><br />Wahai kaum Muslimin! Jika kita menelusuri sejarah kegemilangan Islam yang panjang, orang-orang Islam dan kafir sesungguhnya telah hidup bersama dengan sejahtera dalam Daulah Khilafah. Ketika itu, orang-orang kafir menikmati hak mereka sepenuhnya dan mereka tunduk serta berterima kasih kepada Islam. Namun, umat Islam saat itu tidak pernah sekali-kali berkompromi dengan mengadakan sambutan perayaan bersama mereka (orang kafir) untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut. Umat Islam benar-benar berpegang kepada hukum syarak dan mereka tidak pernah menggadaikan agama mereka untuk kemaslahatan duniawi sebagaimana yang dilakukan oleh segelintir umat Islam sekarang. Ingatlah wahai saudaraku, bahawa ‘sambutan hari raya’ adalah terkait rapat dengan persoalan akidah dan syiar agama kita dan agama mereka. Sesungguhnya dalam hal ini Allah Azza wa Jalla telah mengajarkan kita untuk mengucapkan kepada mereka, “bagimu agamamu dan bagiku agamaku..”. Apakah ada perkataan lain yang lebih baik dari ini untuk diucapkan kepada orang-orang yang mengkufuri Allah?<br /><br />Diambil dari :www.mykhilafah.comAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-34444343113673319182009-10-19T18:30:00.000-07:002009-10-19T18:39:16.196-07:00Petua Simpan Duit Banyak-BanyakSaya pasti ramai yang sudah tahu dan pernah mendengar nasihat tentang pengurusan kewangan yang berbunyi.. <br /><br />Simpanlah sekurang-kurangnya 10% wang gaji anda<br /><br />Bermakna.. jika gaji anda sebulan RM2,000.. anda perlu simpan RM200 sebulan<br />Jika gaji anda RM3,000 sebulan.. anda perlu simpan RM300 sebulan..<br /><br />Dalam masa setahun, anda akan mempunyai simpanan sebanyak RM200 X 12bulan = RM2,400<br /><br />RM2,400 ? Oh.. nampaknya impian anda untuk menjadi jutawan masih jauh lagi..<br />Jika anda masih meneruskan simpanan bulanan anda sebanyak RM200 sebulan.. berapa lamakah masa yang diperlukan untuk anda menjadi jutawan?<br /><br />Jawapannya…. 400 Tahun!<br />Hah? Nampaknya.. dunia telah kiamat pun anda masih belum lagi jadi jutawan.. Oh!<br /><br />Sebenarnya, nasihat menyimpan 10% daripada wang gaji kita itu sememangnya suatu nasihat yang baik. Tetapi, bagi saya, jika anda dapat menyimpan lebih dari 10%…. maka, itu adalah lebih lebih lebih baik lagi!<br /><br />Persoalannya? Macam mana nak simpan lebih dari 10%? <br />“Saya tak boleh… kalau simpan lebih 10%.. nanti, makan pasirlah saya jawapnya.” ujar anda..<br /><br />Jangan cepat berfikiran negatif… fikirkan perkara yang positif!<br />Sebenarnya, ada satu rahsia yang membolehkan kita menyimpan wang gaji kita lebih dari 10%. Jadi.. saya ingin kongsikan ia bersama anda, ini adalah rahsia peribadi saya… saya telah menguji dan menggunakannya pada diri saya sendiri, dan ikhlas saya katakan.. dengan rahsia ini.. saya mampu menyimpan wang sebanyak 200% daripada wang gaji saya setiap bulan! (Diulangi… wang gaji yer.. bukan wang pendapatan.. ho! ho! ho! Bermaksud… JIKA gaji saya RM100 sebulan.. maka, saya mampu menyimpan RM200 sebulan..)<br /><br />Anda nak tahu apakah Rahsia itu?<br />Baiklah.. saya beritahu anda rahsia yang bernilai RM497 ini secara percuma. Khas untuk pembaca-pembaca blog ini. <br /><br />Rahsianya ialah.. .. “Keghairahan”… ho! ho! ho!… ataupun dalam bahasa omputihnya.. “Passion”<br /><br />Oh! jangan salah sangka.. ini bukan ghairah seks.. ini ghairah lain.<br />(Kenapa yer?.. setiap kali sebut perkataan ghairah.. mesti orang akan ingat seks.)<br /><br />Keghairahan yang saya maksudkan disini ialah keghairahan anda untuk mencapai cita-cita anda!.. Iaitu, suatu cita-cita yang memerlukan anda memiliki duit yang banyak untuk mencapainya.<br /><br />Contohnya…..<br />Keghairahan untuk menjadi jutawan…<br />Keghairahan untuk memiliki kereta mewah..<br />Keghairahan untuk memiliki rumah banglo yang besar dan indah..<br />ataupun.. keghairahan untuk memiliki isteri 4.. ho! ho! ho!<br /><br />Semua keghairahan ini memerlukan anda mempunyai duit yang banyak. tanpa duit yang banyak.. agak sukar untuk anda memenuhi keghairahan tersebut. Jadi.. jadikanlah keghairahan tersebut sebagai motivasi anda untuk menyimpan duit dengan banyak.<br /><br />Anda masih tidak percaya bahawa keghairahan boleh membuatkan anda menyimpan duit dengan banyak?.. <br /><br />Baiklah! Mari kita imbas kembali zaman kanak-kanak anda? Sewaktu anda kanak-kanak dahulu, setiap hari, anda akan diberi wang poket oleh ibu atau bapa anda untuk belanja persekolahan anda. Kalau anda tidak ingat.. tidak mengapalah… tetapi saya masih ingat.<br /><br />Sewaktu saya bersekolah rendah dulu, bapa saya akan memberikan saya wang poket sebanyak 30sen sehari. Ya, 30sen sahaja sehari, saya sememangnya bukanlah daripada golongan orang-orang yang berada. Bapa saya hanya bekerja di kampung dan saya dibesarkan sebagai seorang budak kampung. Dengan wang 30sen itu, saya akan membeli sepinggan mee goreng yang berharga 20sen dan segelas air yang berharga 10sen. Begitulah setiap hari, wang belanja yang diberi pasti akan dihabiskan dengan membeli mee goreng dan juga segelas air diwaktu rehat. <br /><br />Sehinggalah, pada suatu hari, sewaktu sedang berjalan pulang dari sekolah, tapak kasut sekolah saya tercabut dibahagian depannya. Kasut itu memang sudah agak buruk. Sudah 2 tahun saya memakai kasut tersebut.. jadi memang tunggu masa sahajalah untuk ia menjadi arwah. <br /><br />Sampai dirumah, saya memberitahu ibu tentang kasut tersebut. Tapi ibu kata, “Alaa.. boleh pakai lagi nie.. tampal je dulu dengan gam gajah!.”…Tanpa Banyak soal.. saya pun ambil gam gajah serta getah gred untuk melekatkan semula hujung kasut tersebut dan mengikatnya.<br /><br />Selepas itu, disekolah, sewaktu rehat, saya tidak lagi bermain bola atau pergi berjalan-jalan keluar kelas atau ke kantin. Saya hanya akan duduk di dalam kelas dan buat-buat sibuk membaca buku cerita. Saya tak nak banyak bergerak sebab saya takut kasut saya akan terkoyak lagi. Jadi, saya hanya duduk diam-diam didalam kelas dan makan “jemput-jemput” yang dibuat oleh ibu. Duit sekolah yang diberi oleh ayah, saya simpan.. nak buat beli kasut baru. Jika sebelum ini saya agak malas dan segan membawa bekalan makanan ke sekolah, tetapi, pada waktu itu saya dah tak kisah. Saya akan bawa bekal makanan setiap hari dan duit yang ada pula saya akan simpan untuk membeli kasut baru… sememangnya masa itu saya dah tak pikir tentang malu, segan atau sebagainya.. apa yang saya tahu.. saya kena simpan duit untuk beli kasut baru. <br /><br />Mungkin kisah saya agak berlainan sedikit dengan kisah hidup anda… tetapi.. saya pasti setiap anda pernah mengalaminya. Sewaktu kecil dulu, apabila anda teringinkan sesuatu.. tak kiralah.. basikal baru ke?, beg sekolah baru ke?, mainan baru ke? jajan baru ke? atau pun nak beli mercun sewaktu hari raya… anda akan berusaha bersungguh-sungguh untuk menyimpan duit sekolah anda. Sanggup tak makan atau tidak membeli makanan ringan semata-mata nak simpan duit untuk beli barangan yang anda idamkan. (Jika anda anak orang kaya dan selalu dapat apa sahaja yang anda hajati…. mungkin anda tidak mempunyai pengalaman sebegini!.. jadi, bersyukurlah bagi mereka yang tidak dilahirkan di dalam keluarga yg kaya-raya. Setiap yang berlaku itu ada hikmahnya.)<br /><br />Bagaimana?.. masihkah anda ingat kisah-kisah zaman silam anda sewaktu di zaman persekolahan dulu?.. Penuh dengan keghairahan bukan? Begitulah juga pada waktu ini… jadikan keghairahan anda untuk memiliki sesuatu itu sebagai motivasi anda… dengan keghairahan tersebut.. saya pasti.. setiap dari kita akan mampu meningkatkan peratus wang simpanan kita setiap bulan!<br /><br />Jadi… carilah dan wujudkanlah suatu keghairahan di dalam hidup anda! <br /><br />P/s:- Kepada yang sudah berkahwin.. mungkin anda boleh mengimbas kembali kenangan anda sewaktu anda ingin “mencari duit kahwin”. Anda sungguh ghairah bukan waktu itu? Keghairahan seperti itulah yang diperlukan.. jika dulu keghairahan anda untuk adalah untuk berkahwin.. kini, gunakan keghairahan yang sama, untuk menjadi jutawan pula.. <br />Share and Enjoy: <br /><br />Diambil dari :<br />http://www.mohdsuhaimy.com/2006/08/16/petua-simpan-duit-banyak-banyak/AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-60468358574877298212009-10-14T02:55:00.000-07:002009-10-21T20:44:35.640-07:00Hanya Khilafahlah Yang Bersedia Menerapkan Undang-Undang SyariahPUM gesa kaji undang-undang syariah elak diperlekeh<br /><br />KUALA LUMPUR: Persatuan Ulama Malaysia (PUM) menggesa kerajaan mengkaji semua Undang-undang Kanun Jenayah Syariah negara supaya menepati tuntutan syariat serta hukuman Islam sebenar serta tidak diperlekeh pihak tertentu. <br /><br />Timbalan Yang Dipertuanya, Datuk Salleh Ahmad, berkata undang-undang Islam lebih adil kerana tidak menzalimi seseorang, sebaliknya lebih kepada mendidik dan memberi pengajaran, termasuk apabila membabitkan hukuman sebat. <br /><br />Katanya, musuh Islam juga sentiasa mencari peluang memburukkan Islam dengan mendakwa undang-undang syariah seperti hukum sebat zalim dan ganas seperti isu hukuman rotan dikenakan ke atas model sambilan, Kartika Sari Dewi Shukarno yang turut ditentang badan bukan kerajaan (NGO) yang digerakkan oleh orang Islam sendiri. "Kita (PUM) menggesa kerajaan kaji semula undang-undang (syariah) sedia ada kerana dari segi pelaksanaannya, ia sebenarnya belum cukup Islamik. <br /><br />"Dalam Islam hukuman ke atas orang Islam melakukan kesalahan jenayah minum arak, minimum hukuman rotan ialah 40 kali bukan enam sebatan, tetapi bukan bertujuan mencederakan seperti sebatan mengikut undang-undang sivil," katanya pada sidang media mengenai pelaksanaan hukuman syariah dan isu berhubung menghina Islam selepas Majlis Rumah Terbuka sempena Eidul Fitri anjuran PUM di Masjid al-Muhsinin di sini, semalam. <br /><br />Mengenai tindakan pihak tertentu di Indonesia mahu melancarkan perang ke atas Malaysia dan membakar bendera negara ini, Salleh berkata tindakan itu hanya dilakukan kumpulan kecil saja yang tidak direstui kerajaan mereka. "PUM percaya golongan ulama dan pertubuhan bukan kerajaan (NGO) di republik itu juga tidak bersetuju dengan perbuatan itu kerana mereka menyedari ramai rakyatnya bekerja di Malaysia dan mendapat layanan baik," katanya. <br /><br />Sumber: Berita Harian 10/10/09<br /><br />Hanya Khilafahlah Yang Bersedia Menerapkan Undang-Undang Syariah<br /><br />Suatu saranan dan kenyataan yang baik serta berani dari Persatuan Ulama Malaysia berkenaan isu sebatan rotan ke atas Kartika. Ya, memang benar bahawa hukuman 6 kali sebatan itu bukannya hukuman Islam terhadap kesalahan meminum arak. Hukuman 6 kali sebatan yang dijaja oleh “Mahkamah Syariah” yang ada di Malaysia hari ini sebenarnya adalah juga undang-undang kufur yang diluluskan dan disahkan oleh perlembagaan kufur Lord Reid. Hanya mereka yang takut kepada manusia dan tidak takut kepada Allah SWT sahajalah yang sanggup dan berani mengatakan bahawa 6 kali sebatan itu adalah hukum syariah. Amat berani mereka menyanggah ketetapan Allah SWT dan rasulNya. Islam melalui lisan nabinya telah menyatakan bahawa hukuman ke atas kesalahan meminum arak adalah sebanyak 40 sebatan dan melalui ijtihad para sahabatnya adalah sebanyak 80 kali sebatan. Dan tidak ada selain dari dua jumlah tersebut. <br /><br />Sekali pandang, protes kumpulan tertentu seperti SIS terhadap hukuman sebat kepada Kartika itu seolah-olah ada kebenarannya. Inilah yang mungkin mendorong PUM menggesa pihak kerajaan mengkaji “undang-undang syariah” yang tak syariah itu. Namun, jika diselidiki dengan lebih mendalam kita akan dapat melihat bahawa SIS sebenarnya merupakan golongan yang benci hukum Allah. Mereka menentang hukuman sebat terhadap Kartika bukan kerana kekufuran hukuman (6 kali sebatan) ini, namun, hujah dan alasan yang mereka perjuangkan adalah “Hak Asasi Manusia” , walaupun Kartika sendiri telah redha dengan hukuman sebat tersebut. Sebagai umat Islam kita perlu menyedari bahawa selagi sistem kufur demokrasi menjadi asas dalam pemerintahan di kebanyakan negara umat Islam termasuklah Malaysia, maka selama itulah kita tidak akan dapat melihat penerapan hukum Islam yang sebenarnya dijalankan dalam kehidupan umat Islam. Untuk itu kita mengharapkan agar seruan dan gesaan PUM itu diperpanjangkan lagi dengan seruan agar pemerintah yang ada pada hari ini menegakkan kembali Khilafah kerana hanya Khilafahlah satu-satunya institusi yang akan bersedia dan mampu untuk menegakkan serta menerapkan sistem kehidupan Islam termasuklah hudud Allah. Kita mengharapkan agar PUM yang ada pada hari ini akan benar-benar memikul amanah untuk menjaga Islam sesuai dengan sabda Rasulullah SAW bahawa para ulama adalah pewaris kepada para nabi <br /><br />“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan wang dinar dan tidak pula wang dirham. Hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mewarisinya, berarti dia telah mendapatkan keuntungan yang sempurna". [HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban]. <br /><br />Ayuh para ulama!! Kalian perlu bangkit untuk memimpin umat<br /><br /><br />Diambil dari www.mykhilafah.comAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-58659039041870992302009-10-13T20:42:00.000-07:002009-10-21T20:44:35.641-07:00MyKhilafah.com<a href="http://www.mykhilafah.com/">MyKhilafah.com</a>AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-40738721201217231872009-10-13T20:20:00.000-07:002009-10-21T20:44:35.641-07:00KHILAFAH 3 (Khilafah hanya 30 tahun? )Hadis Pertama:<br />«الْخِلاَفَةُ ثَلاَثُونَ عَامًا ثُمَّ يَكُوْنُ بَعْدَ ذَلِكَ الْمُلْكُ»<br />”Khilafah itu tiga puluh tahun, kemudian setelah itu terdapat al-mulk”. (HR Ahmad)Hadis Kedua:<br /><br />«خِلاَفَةُ النُّبُوَّةِ ثَلاَثُوْنَ عَامًا ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكٌ»<br />”Khilafah Nubuwwah itu tiga puluh tahun, kemudian setelah itu terdapat mulk”. (HR al-Hakim)Hadis Ketiga:<br />«خِلاَفَةُ النُّبُوَّةِ ثَلاَثُوْنَ سَنَةً ثُمَّ يُؤْتِي اللهُ الْمُلْكَ أَوْ مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ»<br /><br />”Khilafah Nubuwwah itu tiga puluh tahun, kemudian Allah memberikan kekuasaan atau kekuasaanNya kepada orang yang Dia kehendaki”. (HR Abu Dawud)Hadis-hadis inilah yang dijadikan dalil bahawa tempoh keKhilafahan itu hanyalah selama 30 tahun dan selebihnya adalah berbentuk kerajaan. Lebih dari itu, mereka juga menyatakan bahawa perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyyah hanyalah perjuangan yang kosong dan khayalan. Ini disebabkan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wassalam telah mengatakan dengan jelas bahawa tempoh keKhilafahan itu hanya setakat 30 tahun. Walhasil, keKhilafahan tidak mungkin lagi akan berdiri meskipun diperjuangkan oleh gerakan-gerakan Islam. Walaupun pemerintahan Islam itu kembali berdiri, maka bentuknya bukan lagi Khilafah, tetapi berbentuk kerajaan.Jadi adakah benar bahawa hadis-hadis di atas dalalahnya menunjukkan bahawa tempoh Khilafah Islamiyyah itu hanya sekadar 30 tahun dan yang selebihnya adalah berbentuk kerajaan?Sanad HadisHadis Pertama:Hadis pertama diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari tiga sanad, iaitu: dari Bahzu dan dari Zaid bin al-Hubab, keduanya dari Hamad bin Salamah, dari Said bin Jumhan dari Safinah; dari Abd as-Samad, dari Said bin Jumhan, dari Safinah. Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Assab as-Sunan dan disahihkan oleh Ibn Hibban dan yang lain.Hadis Kedua:Al-Hakim dalam Al-Mustadrak meriwayatkannya dari Abu al-’Abbas Muhammad bin Ya’qub, dari Humaid bin ‘Iyasy ar-Ramli, dari al-Muammal bin Ismail, dari Hamad bin Salamah, dari Said bin Jumhan dari Safinah.Hadis Ketiga:Abu Dawud meriwayatkan hadis ini dari Sawwar bin Abdillah, dari Abd al-Warits bin Said, dari Said bin Jumhan, dari Safinah; juga dari Amr bin Aun, dari Husyaim, dari Awam bin Hawsyab, dari Said bin Jumhan, dari SafinahDalam hampir seluruh sanad hadis di atas, salah satu penuturnya adalah Said bin Jumhan.<br /><br />Para ulama hadis berbeza pendapat tentang Ibn Jumhan ini. Amr bin Abi Asim adh-Dhahak asy-Syaibani berkomentar tentang hadis ini: Hadis ini sahih, sanad-sanadnya hasan, kerana terdapat perbezaan pendapat yang makruf tentang Said bin Jumhan. Jamaah imam hadis menguatkannya.Adz-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal fi Naqd ar-Rijal menyebutkan: Said bin Jumhan dari Safinah, Ibn Main men-tsiqah-kannya. Abu Hatim berkata: Hadis ini tidak boleh dijadikan hujah. At-Tirmidzi menilai hadis ini hasan. Abu Dawud berkata: Ia (perawinya) tsiqah. Ibn Hibban dalam Ats-Tsiqah berkata: Jamaah men-tsiqah-kannya.Makna HadisTempoh tiga puluh tahun itu sebenarnya adalah tempoh bagi Khulafaur Rasyidin dan Hasan bin Ali (Abu Bakar 2 tahun, Umar 10 tahun, Utsman 12 tahun, Ali bin Abi Thalib 5 tahun 6 bulan, dan Hasan bin Ali 6 bulan).<br /><br />Selama tiga puluh tahun itu, hanya ada lima Khalifah.Jika hadis Safinah tersebut difahami sebagai pembatasan tempoh Khilafah hanya untuk 30 tahun dan setelah itu berbentuk kerajaan, maka makna seperti itu akan bertentangan dengan hadis-hadis sahih yang lain, seperti hadis Hudzaifah tentang akan kembali tertegaknya Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah. Selain itu, jika hadis-hadis tersebut merupakan pembatasan bahawa Khilafah hanya untuk 30 tahun, bagaimana pula halnya tentang hadis-hadis lain berkaitan Khalifah dan baiat? Jika demikian, maka sudah pasti nas berkenaan hal itu (Khalifah dan baiat) menjadi tidak relevan lagi di saat ini, disebabkan tempoh 30 tahun itu telah pun berakhir. Ini menunjukkan bahawa makna seperti itu tidaklah tepat.Kaedah usul mengatakan: I’mal dalilain aula min ihmal ahadihima (Mengamalkan dua dalil lebih utama daripada mengabaikan salah satunya). Makna hadis di atas akan menjadi jelas dengan menggandingkannya dengan hadis-hadis yang lain.Ibn Hajar al-’Asqalani dalam Fath al-Bari berkata: “Yang dimaksudkan dalam hadis Safinah adalah Khilafah Nubuwwah dan tidak membatasi (tempoh) Khilafah.” Ini juga menjadi pendapat para ulama salaf, di antaranya Qadhi Iyadh, an-Nawawi, Ibn Hibban, as-Suyuthi, Ibn Taimiyah dan yang lain. Bahkan hadis riwayat al-Hakim, al-Baihaqi, dan Abu Dawud secara jelas menyebut tiga puluh tahun itu adalah tempoh Khilafah Nubuwwah.<br /><br />Hadis tersebut tidak menafikan wujudnya Khilafah selepas tempoh 30 tahun tersebut. Adapun berkenaan kalimat “tsumma yakunu ba’da dzalika al-mulku” (kemudian setelah itu terdapat al-mulk), maka kata al-mulk jika diertikan sebagai negara dalam bentuk kerajaan dan pemerintahan, memang seakan-akan hadis tersebut menyatakan setelah 30 tahun itu tidak ada Khilafah (Khilafah Nubuwwah), dan berubah menjadi kerajaan.Makna sebegini tidak tepat. Ini adalah kerana, perkataan al-mulk selain bermaksud kerajaan, ia juga boleh bererti al-hukm wa as-sulthan (pemerintahan dan kekuasaan). Makna inilah yang dinyatakan dalam riwayat Abu Dawud di atas, bahawa setelah 30 tahun tempoh Khilafah Nubuwwah, Allah akan memberikan pemerintahan dan kekuasaan kepada orang yang Dia kehendaki. Setelah 30 tahun Khilafah Nubuwwah, pemerintahan dan kekuasaan beralih ke tangan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.<br /><br />Ibn Hajar dalam Fath al-Bari menyatakan: “Adapun Mu’awiyah dan orang sesudahnya, maka keadaan mereka berada di atas jalan para raja, meskipun mereka tetap disebut Khalifah.” Menurut Qadhi Abu Ya’la yang dikutip Ibn Taimiyah dalam Kutub wa Rasa’il wa Fatawa Ibn Taymiyah fi al-Fiqh, “Mungkin apa yang dimaksudkan adalah Khilafah yang tidak menyerupai negara selepas Rasul sallallahu alaihi wassalam yang berlangsung selama tiga puluh tahun. Begitulah keadaan Khilafah semasa pemerintahan Khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali). Adapun Mu’awiyah, ia telah menyerupai raja, meskipun hal itu tidak menjadikan Khilafahnya cacat.”Fakta sejarah telah menunjukkan: Pertama, seluruh kaum Muslimin termasuk para Sahabat yang masih hidup dan para Tabi’in tetap memanggil Mu’awiyah dengan panggilan Khalifah, Amirul Mukminin. Begitu juga dengan para Khalifah sesudahnya.Kedua, masing-masing (para khalifah) dari mereka menjadi Khalifah setelah diberi baiat oleh kaum Muslimin, bukan kerana wasiat dari Khalifah sebelumnya (bukan seperti sistem monarki).<br /><br />Ketiga, kedaulatan tetap berada di tangan syariah dan sistemnya tetap sistem Khilafah, walaupun diakui bahawa terdapat berlakunya penyelewengan dan keburukan implementasi (penerapan) yang berlaku di sana sini dalam tempoh tertentu di sepanjang Khilafah itu berdiri.Penjelasan di atas sudah cukup untuk menyanggah pendapat yang mengatakan bahawa sistem Khilafah Islamiyyah hanya berumur 30 tahun dan selebihnya adalah berbentuk kerajaan. Sistem Khilafah Islamiyyah tetap berlangsung dan terus dipertahankan di sepanjang sejarah Islam sehinggalah ke tahun 1924 Masihi.<br /><br />Meskipun sebahagian besar Khalifah dinasti ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Utsmaniyyah bertingkahlaku seperti seorang raja, namun mereka tetap konsisten dengan sistem pemerintahan dan penerapan hukum yang telah digariskan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wassalam, yakni Khilafah Islamiyyah.Tugas kita sekarang adalah berjuang untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah sesuai dengan manhaj Rasulullah sallallahu ‘alaihi wassalam. Ini adalah kerana, tertegaknya Khilafah merupakan prasyarat bagi kesempurnaan agama Islam.<br /><br />Diambil dari : www.mykhilafah.comAhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6536669355344331217.post-78766642792029040832009-10-13T19:52:00.000-07:002009-10-21T20:44:35.641-07:00KHILAFAH 2 (Strategi kufar untuk menghalang Khilafah )<span style="font-family:times new roman;">Bagaimana usaha-usaha kufar barat dalam melabelkan pecahan dalam umat Islam dan mengkategorikan, untuk membandingkan yang mana bagus dari pandangannya, dan yang melampau juga dari pandangannya, sehingga berjaya membentuk pemikiran umat islam bersetuju serta mengikut telunjuknya. </span><br /><span style="font-family:times new roman;"></span><br /><span style="font-family:times new roman;">Yang paling mengecewakan adalah apabila Pemimpin umat Islam itu sendiri yang menjadi ejen untuk melaksanakan agenda kufar mereka, dan bagaimana bersungguh-sungguhnya barat melaksanakan agenda tersebut dari setiap sudut, pada masa yang sama umat islam hanya memikirkan soal Ibadah ruhiyah semata-mata,Jadi marilah kita sama-sama bangkit, dengan kebangkitan yang sebenar, yang akan membawa suatu perubahan yang hakiki, yang mana sehingga setiap umat islam dimuka bumi ini telah jelas dan faham tentang pentingnya menegakkan Institusi Khilafah yang akan menyinari serta menaungi seluruh alam ini dengan melaksanakan hukum syarak, sekaligus menghantar pasukannya untuk mengajar kebiadaban kufar barat.</span><br /><span style="font-family:times new roman;"></span><br /><span style="font-family:times new roman;">Diambil dari : <a href="http://www.mykhilafah.com/">www.mykhilafah.com</a> </span>AhmadNasrullahhttp://www.blogger.com/profile/13510857640249191254noreply@blogger.com0